Menu
in ,

Tarif PPh Orang Kaya Naik Jadi 35 Persen

Tarif PPh Orang kaya

FOTO: KLI Kemenkeu

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan, tarif pajak penghasilan (PPh) naik menjadi 35 persen dari 30 persen bagi orang kaya dengan penghasilan di atas Rp 5 miliar berlaku mulai 2022. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Ia pun memberi contoh, Chairman dan Founder CT Corp Chairul Tanjung bisa kena tarif PPh 35 persen. Sebab berdasarkan catatan Forbes, kekayaan Chairul Tanjung mencapai sekitar Rp 79 triliun, yang berasal dari bisnis ritel, jasa keuangan, jasa perhotelan, hingga media.

“Pajak penghasilan atau PPh, jelas yang tidak ada penghasilan, ya tidak bayar pajak. Kaya Pak CT (Chairul Tanjung) yang kaya, saya naikkan jadi 35 persen. Tapi (pajak) ini untuk rakyat,” kata Sri Mulyani dalam Indonesia Economic Outlook 2022, sebuah acara dialog yang dipandu langsung oleh Chairul Tanjung, (22/3).

“Iya, tambah 5 persen,” jawab Chairul Tanjung sembari tersenyum.

Sri Mulyani memastikan, pemerintah menetapkan kenaikan tarif PPh demi keadilan. Harapannya, rakyat Indonesia menjadi lebih sejahtera dan pembangunan dapat dilakukan secara merata.

“Iya enggak apa lah. Itu, kan bagus untuk rakyat kita. Jadi yang pendapatannya di atas Rp 5 miliar bracket-nya ditambah menjadi 35 persen. Itu kenaikan juga tidak terlalu besar hanya 30 ke 35 persen untuk mereka yang pendapatannya di atas Rp 5 miliar per tahun. Itu hanya sedikit sekali orang di Indonesia yang masuk kategori orang dalam kelompok ini,” ujar Sri Mulyani.

Bukan hanya tarif PPh orang kaya yang naik menjadi 35 persen, UU HPP juga menetapkan perubahan tarif PPh lainnya. Pertama, Wajib Pajak (WP) yang memiliki penghasilan dari nol rupiah sampai Rp 60 juta dikenakan tarif pajak 5 persen. Kedua, WP dengan penghasilan Rp 60 juta hingga Rp 250 juta dikenakan tarif 15 persen. Ketiga, WP dengan penghasilan Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta dikenakan tarif PPh 25 persen. Keempat, WP berpenghasilan sebesar Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar dikenakan tarif 30 persen.

Sri Mulyani memastikan, pajak yang dikumpulkan negara memiliki prinsip gotong royong untuk membantu saat negara sedang sulit.

“Pajak adalah sistem gotong royong. Yang mampu membayar pajak, maka harus dan wajib membayar pajak. Yang tidak mampu akan ditolong dengan penerimaan pajak. Pajak harus dikelola dan didesain secara adil sehingga masyarakat mampu memiliki kewajiban membayar pajak lebih tinggi,” jelasnya.

Sementara itu, masyarakat ekonomi rendah membayar pajak lebih kecil. Bahkan, masyarakat yang tidak mampu tidak perlu membayar pajak, tetapi justru mendapatkan bantuan dari pemerintah, seperti Program Keluarga Harapan (PKH).

“Bantuan sosial memiliki portofolio yang paling besar. Kita memberikan program bantuan sosial, baik PKH, sembako, atau BLT (bantuan langsung tunai). TNI Polri diminta untuk membagikan kepada masyarakat dari pedagang kaki lima sampai nelayan itu dari dana pajak,” tambah Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version