Sri Mulyani: Kinerja Pendapatan Negara Alami Tekanan Luar Biasa Besar
Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa kinerja pendapatan negara telah mencapai sebesar Rp 2.492,7 triliun atau 89 persen dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp 2.865,3 triliun hingga 30 November 2024. Sri Mulyani mengungkapkan, pendapatan negara telah mengalami tekanan yang luar biasa besar sejak Juli 2024.
“Pendapatan negara kita mendapatkan tekanan yang luar biasa besar sampai dengan bulan Juli-Agustus. Kita lihat pendapatan negara, terutama dari pajak dan bahkan bea cukai, semenjak tahun lalu tekanannya luar biasa,” ujarnya dalam Konferensi Pers (Konpres) APBN Kinerja dan Fakta (KiTa) Edisi Desember 2024, di Kemenkeu, dikutip Pajak.com, (12/12).
Berdasarkan catatan Pajak.com, pendapatan negara pada Agustus 2024 terkontraksi 2,5 persen dengan realisasi sebesar Rp 1.777 triliun. Pada Juli 2024, pendapatan negara terkontraksi 4,3 persen dengan realisasi senilai Rp 1.545,4 triliun.
Meski demikian, Sri Mulyani mengatakan bahwa kinerja pendapatan negara hingga akhir November 2024 mengalami pertumbuhan 1,3 persen dibanding periode yang sama di tahun lalu sebesar Rp 2.461 triliun.
”Untuk mendapatkan positive growth itu juga merupakan sesuatu yang turn around yang kita juga akan sangat harapkan akan terus terjaga momentumnya. Ini adalah suatu momen yang cukup positif,” ujar Sri Mulyani.
Kinerja 3 Sumber Pendapatan Negara
Kinerja pendapatan negara tersebut disumbang oleh 3 sumber, yaitu pertama, penerimaan pajak yang mencapai Rp 1.688,93 triliun atau 84,92 persen dari target APBN atau tumbuh 1,1 persen. Penerimaan pajak melanjutkan tren positif selama 4 bulan terakhir yang dipengaruhi oleh membaiknya kinerja seluruh sektor utama.
”Turn-around sektor industri pengolahan yang tumbuh double digit pada hingga 30 November, serta sektor pertambangan yang tumbuh impresif karena pembayaran angsuran Pajak Penghasilan (PPh) badan subsektor pertambangan bijih logam memperkuat tren positif pertumbuhan seluruh sektor utama,” jelas Sri Mulyani.
Sementara berdasarkan jenisnya, kinerja penerimaan pajak didukung perbaikan setoran pajak PPh non-migas dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta penurunan restitusi.
Kedua, penerimaan bea cukai mencapai Rp 257,8 triliun atau 80,3 persen dari target APBN dan tumbuh 5,2 persen. Kinerja ini ditopang oleh bea masuk yang tumbuh 4,0 persen karena didorong pertumbuhan nilai impor dan penguatan kurs dollar Amerika Serikat (AS).
Sementara bea keluar tumbuh 47,9 persen sebagai dampak kebijakan relaksasi ekspor mineral mentah dan harga crude palm oil (CPO) yang menguat sejak Juni 2024. Pertumbuhan positif juga terjadi pada penerimaan cukai sebesar 2,8 persen yang disebabkan produksi hasil tembakau golongan I-III yang tarifnya lebih tinggi.
”Penerimaan ini cukup baik, mengingat tahun lalu (penerimaan) bea cukai mengalami kontraksi,” ujar Sri Mulyani
Ketiga, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp 522,4 triliun atau 106,2 persen dari target APBN, namun terkontraksi 4 persen. Kontraksi ini dipengaruhi tekanan pada pendapatan sumber daya alam (SDA) dampak moderasi harga komoditas batu bara dan penurunan lifting migas.
Namun, Pendapatan Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) dan Badan Layanan Umum (BLU) mengalami kenaikan pertumbuhan dipengaruhi oleh setoran dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pendapatan dari BLU non-kelapa sawit.
Comments