Menu
in ,

Reformasi Perpajakan melalui PPN dan PPh

Pajak.com, Jakarta – Untuk mengejar target penerimaan pajak di tahun 2022, pemerintah melakukan reformasi perpajakan yang masih terfokus pada perluasan basis pajak dan menghimpun sumber penerimaan baru. Salah satu caranya dengan menyempurnakan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh).

Postur makrofiskal anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022, meliputi pendapatan negara yang diestimasikan sebesar Rp 1.823,5 triliun sampai Rp 1.895,4 triliun, sedangkan belanja negara sebesar Rp 2.631,8 triliun sampai Rp 2.775,3 triliun. Adapun penerimaan pajak 2022 ditargetkan sebesar Rp 1.499,3-Rp 1.528,7 triliun atau 8,18-8,42 persen dari produk domestik bruto (PDB).

“Hal ini dilakukan antara lain dengan penyempurnaan pemungutan PPN dan mengurangi regresifitasnya, penguatan kebijakan pengenaan pajak penghasilan (PPh), khususnya bagi orang pribadi, serta potensi pengenalan jenis pungutan baru,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Paripurna RAPBN Tahun 2022. 

Kendati demikian, Sri Mulyani belum merinci penyempurnaan yang akan dilakukan, baik dari sisi tarif atau mekanisme pemungutan. Namun, yang pasti hal itu menjadi bagian dari reformasi perpajakan yang akan mengarah pada penyelarasan sistem. Dengan demikian, sistem perpajakan nantinya mampu mengantisipasi dinamika sosial-ekonomi dalam jangka menengah dan panjang.

“Reformasi perpajakan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program reformasi perpajakan yang telah diluncurkan pada tahun 2017,” tambah Sri Mulyani.

Reformasi perpajakan jilid tiga itu meliputi lima pilar reformasi perpajakan yaitu SDM, organisasi, proses bisnis, basis data, dan regulasi. Benang merah dari semua pilar adalah pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau core tax administration system. 

Eks Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, reformasi dilakukan untuk menciptakan sistem perpajakan yang sehat dan adil. Sehat yang dimaksud berarti lebih efektif sebagai instrumen kebijakan, optimal sebagai sumber pendapatan, serta adaptif dengan perubahan struktur dan dinamika perekonomian. Sementara adil artinya memberikan kepastian perlakukan pemajakan, mendorong kepatuhan sukarela Wajib Pajak (WP), dan menciptakan keseimbangan beban pajak antar-kelompok pendapatan dan antar-aspek.

Reformasi pajak juga sebagai upaya pemerintah memulihkan postur APBN. Seperti diketahui, penerimaan pajak 2020 terkontraksi hingga 16 persen. Sedangkan belanja negara meningkat 12,3 persen mencapai Rp 2.593,5 triliun. Sri Mulyani mengakui, tahun 2021 itu merupakan kondisi yang sulit dan berat bagi APBN.

“Ini merupakan bentuk disiplin fiskal yang sangat menantang di tengah begitu banyaknya kebutuhan pembangunan yang sangat mendesak,” kata Sri Mulyani.

Secara lebih spesifik, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah tengah fokus merevisi Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) dan Tata Cara Perpajakan. Bahkan, menurutnya, Presiden Joko Widodo telah mengirim surat ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar keinginan itu bisa segera ditindaklanjuti.

“Kisarannya nanti tentu akan diberlakukan pada waktu yang tepat dan skenarionya dibuat lebih luas. Artinya, tidak kaku seperti yang selama ini diberlakukan. Tentu, detailnya kami ikuti pembahasan yang ada di parlemen,” kata Airlangga.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version