Menu
in ,

Penghasilan Hingga Rp 5 Juta/Bulan Kena Pajak 5 Persen

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah menurunkan tarif pajak menjadi 5 persen untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) berpenghasilan hingga Rp 60 juta per tahun atau Rp 5 juta per bulan. Sebelumnya, tarif pajak penghasilan (PPh) 5 persen dikenakan untuk pekerja yang memiliki penghasilan sampai Rp 50 juta. Penetapan tarif baru ini diharapkan menjadi kabar baik untuk masyarakat.

Selain itu, terdapat pula penyesuaian tarif dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) yang sudah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yaitu:

  1. Tarif 15 persen untuk WP OP yang memiliki penghasilan di atas Rp 60 juta hingga Rp 250 juta per tahun.
  2. Tarif 25 persen bagi yang berpenghasilan di atas Rp 250 juta sampai Rp 500 juta per tahun.
  3. Tarif 30 persen bagi WP OP yang punya penghasilan di atas Rp 500 juta—Rp 5 miliar per tahun.
  4. Tarif 35 persen untuk yang punya penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun.
  5. Tarif nol persen bagi WP OP yang berpenghasilan sebesar Rp 54 juta per tahun atau Rp 4,5 juta per bulan. Ketentuan ini disebut penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, penambahan lapisan atau penyesuaian PPh OP bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih sehat dan adil. Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) tahun 2022, pemerintah menyatakan, reformasi PPh OP dilakukan dengan meningkatkan kualitas basis data, pelayanan, dan simplifikasi administrasi.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menjelaskan, kinerja penerimaan pajak di Indonesia saat ini masih mengusung konsep pro-cyclical lantaran secara struktur kontribusi penerimaan pajak masih didominasi oleh pajak penghasilan (PPh) badan yang fluktuatif. Sedangkan penerimaan PPh OP cenderung stabil dan rendah, baik ketika ekonomi sedang baik maupun buruk.

Sebagai gambaran, data yang dirilis Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan, penerimaan PPh OP tahun 2019 (sebelum pandemi) sebesar Rp 148,96 triliun, sementara PPh badan senilai Rp 261,68 triliun. Ketika ekonomi anjlok karena implikasi dari COVID-19, kontribusi PPh badan menurun signifikan menjadi Rp 158,25 triliun di tahun 2020. Di lain sisi, PPh OP pun tidak bisa membantu, kontribusinya masih cenderung stagnan sebesar Rp 140,78 triliun di tahun 2020.

“Itulah yang disebut konsep pro-cyclical atau sejalan dengan kinerja harga komoditas, menyebabkan penerimaan pajak kita didominasi oleh PPh badan yang sangat berdampak ketika siklus ekonomi tidak stabil. Itulah yang sedang diperbaiki oleh pemerintah, Direktorat Jenderal Pajak (DJP),” jelas Prastowo.

Perubahan aturan PPh OP disambut positif oleh Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira. Ia menilai, kebijakan ini merupakan kabar baik untuk pekerja atau lapisan masyarakat berpenghasilan Rp 50 juta hingga Rp 60 juta per tahun.

“Mereka yang sebelumnya kena 15 persen, sementara dalam RUU HPP jadi 5 persen. Itu sudah tepat dan cukup adil. Artinya, kelas menengah bawah bisa kena pajak lebih rendah dan ini positif untuk mendukung pemulihan ekonomi. Asumsinya, selisih 10 persen pajak yang sebelumnya disetor ke negara, sekarang bisa dibelanjakan untuk kebutuhan lain, seperti makanan minuman, kendaraan bermotor, hingga mencicil rumah. Ujung-ujungnya menaikkan konsumsi, pertumbuhan ekonomi,” jelas Bhima kepada Pajak.com melalui pesan singkat, pada Jumat (1/10).

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version