Menu
in ,

Pengenaan Pajak Kripto dan NFT Jangan Menyulitkan

Pengenaan Pajak Kripto dan NFT Jangan Menyulitkan

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) sekaligus Chief Operating Officer (COO) Tokocrypto Teguh Kurniawan Harmanda menyambut baik imbauan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memasukan aset kripto dan non-fungible token (NFT) dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) tahunan, Aspakrindo berharap, pengenaan pajak jangan sampai menyulitkan investor.

“Secara general, pengenaan pajak pada industri aset kripto maupun NFT, di satu sisi tentu sangat baik, karena dapat mendorong industri lebih berkembang. Ini juga melegitimasi bahwa industri aset kripto, NFT dan ekosistemnya bisa berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi negara, melalui pendapatan pajak. Tapi pengenaan pajak ini jangan dibuat terlalu menyulitkan para pemilik aset maupun investor, melihat industri ini masih terbilang sangat baru. Jangan sampai para investor kripto cenderung untuk melakukan trading di luar negeri yang malah mengakibatkan opportunity lost bagi Indonesia,” kata pria yang akrab dipanggil Manda ini kepada Pajak.compada (9/1).

Menurut Manda, sejatinya hingga saat ini belum ada aturan khusus mengenai pemajakan transaksi NFT. Namun, ia mengungkap, kabarnya, pengenaan pajak penghasilan (PPh) untuk setiap tambahan kemampuan ekonomis sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan—saat ini menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

“Padahal dalam pemberitaan sebelumnya, Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) menyatakan, pengenaan pajak atas kripto akan paralel dengan rencana pembentukan bursa yang menaungi aset kripto. Pungutan pajak transaksi atas aset kripto, nantinya akan otomatis ditarik dari investor oleh para platform pedagang kripto,” ujarnya.

Menurut Manda, Aspakrindo telah mengusulkan bahwa pemajakan aset kripto dan NFT diberlakukan dengan konsep PPh final yang berlaku pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

“Aspakrindo sendiri telah mengajukan proposal ke Bappebti terkait PPh final sebesar 0,05 persen, yaitu setengah dari PPh final di capital market. Angka ini jauh lebih kecil dari transaksi penjualan saham di bursa efek, yaitu dikenakan PPh final dengan tarif sebesar 0,1 persen,” ungkapnya.

Terkait dengan potensi secara global, Aspakrindo mengutip data DappRadar yang merilis, penjualan NFT mencapai 10,7 miliar dollar AS atau sekitar Rp 152 triliun di seluruh dunia pada kuartal III-2021. Angka ini naik signifikan dari perolehan 1,3 miliar dollar AS atau Rp 18,5 triliun pada kuartal II-2021 dan kuartal I-2021 sebesar 1,2 miliar dollar AS atau Rp 17 triliun.

“Di Indonesia sendiri aset digital NFT masih tergolong baru, belum ada data lengkap mengenai tren pertumbuhannya. Meski begitu, dilihat dari pasar semakin mature, dengan banyaknya marketplace NFT yang bermunculan, salah satunya TokoMall by Tokocrypto. TokoMall jadi pelopor pasar NFT di Indonesia yang memberikan konsep unik dengan menjembatani dunia digital dengan realita. Sejak diluncurkan TokoMall, terus berkembang. Kini, platform tersebut telah memiliki lebih dari 10.000 kolektor, 60 mitra resmi, dan lebih dari 8.000 NFT art,” ungkap Manda.

Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Neilmaldrin Noor mengimbau, Wajib Pajak harus mencantumkan seluruh asetnya dalam SPT Tahunan sebagai bentuk kepatuhan perpajakan.

“Memang belum terdapat aturan spesifik mengenai aset digital, seperti NFT. NFT harus masuk dalam pelaporan wajib pajak di SPT Tahunan,” kata Neil.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version