Menu
in ,

Penerimaan Pajak Tak Dipengaruhi Harga Komoditas

Penerimaan Pajak Tak Dipengaruhi Harga komoditas

FOTO: P2Humas DJP

Pajak.com, Jakarta – Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menegaskan, pertumbuhan penerimaan pajak di semester I-2022 (Januari-Mei) tidak hanya dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas global, namun juga berasal dari sektor lain yang telah pulih dari pandemi. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi penerimaan pajak semester I-2022 mencapai 58,5 persen dari target yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 sebesar Rp 1.485 triliun. Penerimaan pajak itu mengalami pertumbuhan 53,5 persen dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu. Seperti diketahui, target penerimaan pajak saat ini sudah dinaikkan 17,39 persen dari yang tertuang dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 yang senilai Rp 1.265 triliun.

“Di 2022 ini memang harga komoditas yang naik menyebabkan peningkatan yang sangat-sangat signifikan. Kita lihat dari yang berdampak langsung itu tumbuh 183 persen dengan kontribusi menjadi 20,2 persen dari 10 persen,” kata Yon Arsal dalam acara Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk Pemulihan Ekonomi di Tengah Ketidakpastian Global, yang digelar secara virtual, (25/7).

Kendati demikian, sektor yang tidak terpengaruh langsung kenaikan harga komoditas justru berkontribusi sebesar 79,8 persen. Hal ini menegaskan bahwa kenaikan harga komoditas bukan merupakan faktor utama kenaikan penerimaan pajak hingga semester I-2022.

“Penerimaan-penerimaan dari sektor yang lain yang tidak terdampak langsung masih mengalami pertumbuhan 37 persen. Suatu angka yang signifikan di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dan kontribusinya masih sangat besar,” ungkap Yon.

Selain itu, pertumbuhan penerimaan pajak juga dipengaruhi oleh kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Penerimaan pajak dari sektor manufaktur tumbuh 50,7 persen pada semester I-2022 dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Kondisi ini memberikan optimisme penguatan penerimaan pajak masih akan terjadi kedepannya. Bahkan, Yon yakin, pendapatan negara yang bersumber dari pajak mampu tumbuh hingga 50 persen di 2022 bila dibandingkan tahun lalu.

“Di 2020 pertumbuhan penerimaan pajak tumbuh negatif 19 persen, kemudian pada 2021 menunjukkan pertumbuhan positif 18 persen dan ada baseline effect dan recovery economy di berbagai sektor. Hal ini karena penanganan COVID-19 di Indonesia semakin baik, sehingga aktivitas masyarakat meningkat signifikan,” ungkap Yon.

Secara simultan, pemerintah tetap melakukan Reformasi Perpajakan Jilid III yang diharapkan bisa mendorong penerimaan perpajakan secara berkelanjutan. Yon menegaskan, perbaikan dari semua lini ekosistem perpajakan harus terus dilakukan karena dunia masih dihantui oleh ketidakpastian global.

“Ditambah dengan berbagai reformasi yang sudah kita lakukan, kita tentu berharap ke depan kondisi fiskal kita masih akan membaik sehingga berbagai kebutuhan kita untuk pembiayaan pembangunan bisa kita kelola dengan baik. Ke depan, fiskal yang memadai dan berbagai kebutuhan pembiayaan pembangunan masih terkelola dengan baik,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, di semester I-2022, komponen pendorong pertumbuhan penerimaan pajak berasal dari sektor-sektor yang bersifat konsumsi, misalnya pajak hiburan, restoran, dan perhotelan.

“Ada juga kenaikan (penerimaan pajak daerah) lebih dari 10 persen. Ini menggambarkan bagaimana kegiatan ekonomi atau konsumsi masyarakat mulai muncul, karena pajak daerah itu menggambarkan pajak hiburan, restoran, dan hotel, aktivitas travelling. Ini nanti terkonfirmasi pajak di tingkat pusat yang menunjukkan juga ada kenaikan. Menunjukkan peningkatan aktivitas ekonomi, terutama untuk bidang-bidang yang selama ini terpukul pandemi,” ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version