Pemerintah Lakukan Deregulasi demi Percepat Pemeriksaan dan Restitusi Pajak
Pajak.com, Jakarta – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu mengungkapkan bahwa pemerintah akan melakukan deregulasi demi mempercepat proses pemeriksaan dan restitusi pajak. Menurutnya, proses deregulasi dilakukan pemerintah dengan menjalin komunikasi intensif bersama Wajib Pajak.
“Kami terus berkomunikasi dengan para Wajib Pajak, terutama untuk mempercepat proses pengembalian kredit pajak [restitusi] dan mempercepat proses pemeriksaan. Proses ini sedang berlangsung. Tujuan utama kami menderegulasi hambatan non-tarif bukan semata tekanan dari Amerika Serikat [AS] tetapi karena kebutuhan internal untuk meningkatkan efisiensi ekonomi,” ungkap Anggito Abimanyu dalam acara ’Fitch on Indonesia: Risks and Opportunities in a New Era’, di Jakarta, dikutip Pajak.com, (8/5/25).
Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan bahwa restitusi pajak menjadi salah satu potensi dari komplain yang muncul dari United States Trade Representative (USTR) terhadap Indonesia.
“Untuk restitusi, kami melakukan secara jauh lebih cepat untuk yang orang pribadi di bawah Rp100 juta sama sekali tidak ada pemeriksaan. Untuk lainnya, dengan adanya core tax kita jauh bisa melakukan pengembalian lebih bayar PPN [Pajak Pertambahan Nilai] secara otomatis. Ini akan mempengaruhi banget dari sisi cash flow perusahaan,” ungkapnya dalam acara Sarasehan Ekonomi bersama Presiden Republik Indonesia di Menara Mandiri, Jakarta Pusat, (8/4/25).
Secara simultan, Sri Mulyani mengatakan, pemerintah memperpendek waktu proses pemeriksaan pajak sebesar 50 persen, yaitu dari 12 bulan menjadi 6 bulan. Sebagai informasi, kebijakan tersebut telah termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025 tentang Pemeriksaan Pajak.
“Dan untuk pemeriksaan Wajib Pajak yang sifatnya grup untuk transfer pricing yang selama ini membutuhkan 2 tahun, sekarang hanya menjadi 10 bulan,” jelas Sri Mulyani.
Ia optimistis, akselerasi proses restitusi, pemeriksaan pajak, dan reformasi administrasi perpajakan melalui penyempurnaan core tax dapat mengurangi beban perusahaan dalam menghadapi pengenaan tarif resiprokal kepada Indonesia sebesar 32 persen yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
“Kalau perbaikan administrasi perpajakan dan kepabeanan dari mulai pemeriksaan pajak, restitusi pajak, dan perizinan, ini akan mengurangi tarif hingga 2 persen sendiri. Nanti kalau dunia usaha akan kena beban 32 persen, dengan adanya berbagai reform [jadi] 2 persen lebih rendah,” ungkap Sri Mulyani.
Comments