in ,

Ombudsman Tegaskan Kewenangan Pengawasan Pelayanan Publik di Sektor Perpajakan

Foto: Aldino Kurniawan/PAJAK.COM

Ombudsman Tegaskan Kewenangan Pengawasan Pelayanan Publik di Sektor Perpajakan

Pajak.com, Jakarta – Dalam seminar perpajakan yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Profesi Pengacara dan Praktisi Pajak Indonesia (P5I) bertajuk Pemeriksaan Pajak Lewat Waktu Tidak Membatalkan Surat Ketetapan Pajak Meskipun Merupakan Amanat Undang-Undang, di Jakarta Utara (27/5/25), Anggota Ombudsman Republik Indonesia (RI) Yeka Hendra Fatika menegaskan kewenangan dan peran strategis lembaganya dalam pengawasan pelayanan publik di sektor perpajakan.

Yeka, pengampu pengawasan di sektor perekonomian I yang mencakup perpajakan, kepabeanan, dan cukai ini, menyampaikan bahwa Ombudsman RI memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti laporan masyarakat atas maladministrasi dalam layanan perpajakan. Namun, pengawasan tersebut bersifat formal dan tidak mencakup substansi kebijakan perpajakan.

Baca Juga  Kanwil DJP Jakbar Lelang Aset Sitaan Penunggak Pajak Senilai Rp840 Juta 

“Ombudsman tidak masuk dalam ranah kebijakan pajak. Tapi kami mengawasi bagaimana Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerapkan prosedur pelayanan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku,” jelas Yeka dikutip Pajak.com pada (27/5/25).

Dalam paparannya, Yeka menguraikan tipologi laporan perpajakan yang bisa ditindaklanjuti oleh Ombudsman RI, berdasarkan usulan dari DJP. Setidaknya ada enam kriteria utama laporan yang masuk dalam kewenangan pemeriksaan Ombudsman RI.

6 Kriteria Utama Laporan dalam Kewenangan Pemeriksaan Ombudsman

Pertama, pengawasan atas pelaksanaan formal SOP perpajakan dan bukan substansi kebijakan. Kedua, laporan tidak sedang dalam proses pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan, atau gugatan di pengadilan. Ketiga, jenis layanan Wajib Pajak yang tidak memiliki upaya administratif lain seperti upaya banding maupun gugatan di Pengadilan Pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, seperti layanan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), penetapan Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan layanan administratif lain.

Baca Juga  Sri Mulyani Pastikan Tarif Pajak UMKM 0,5 Persen Diperpanjang hingga Akhir 2025!

Selanjutnya yang keempat, laporan belum disampaikan melalui saluran pengaduan internal DJP. Kelima, laporan telah diawali keberatan oleh Wajib Pajak kepada DJP, baik lisan maupun tertulis, namun tidak mendapat respons yang layak. Keenam, laporan Wajib Pajak tidak sedang atau telah diproses oleh instansi maupun lembaga pemerintah lain, demi menjamin kepastian hukum.

Yeka menambahkan, keberadaan Ombudsman dalam sektor perpajakan tidak dimaksudkan untuk mencampuri proses hukum atau administrasi pajak yang telah memiliki mekanisme penyelesaian tersendiri. Namun, keberadaannya penting sebagai instrumen kontrol publik atas layanan yang diberikan otoritas perpajakan.

“Kami hadir untuk memastikan bahwa pelayanan pajak kepada masyarakat dilakukan secara profesional, berkeadilan, dan tidak melanggar hak-hak wajib pajak sebagai pengguna layanan publik,” pungkasnya.

Baca Juga  Bedah Efektivitas Insentif Pajak, ACT 2025 Sajikan Forum Ilmiah dan Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi

Sebagai informasi, selain Yeka, seminar perpajakan ini menghadirkan narasumber Ketua Umum P5I Alessandro Rey, Managing Partner IUSTITIA PRO Tax Law Firm Richard Burton, dan Ketua Umum Perkumpulan Konsultan Pajak Indonesia (Perkoppi) Gilbert Rely.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *