Menu
in ,

OECD Susun Kerangka Pelaporan Kripto

OECD Susun Kerangka

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) telah menyusun Kerangka Pelaporan Aset Kripto atau Crypto-Asset Reporting Framework (CARF) atas transaksi kripto. Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Mekar Satria Utama menjelaskan, CARF merupakan inisiatif OECD untuk susun kerangka pelaporan kripto dan negara anggota G20 untuk mencegah penggelapan pajak dan mewujudkan transparansi pajak global di era digital.

“Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan aset kripto untuk berbagai kegiatan investasi dan keuangan mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Tidak seperti aset keuangan pada umumnya yang tersentralisasi, aset kripto ini sifatnya dapat ditransfer dan disimpan tanpa intervensi lembaga keuangan sebagai intermediary atau dikenal dengan istilah terdesentralisasi. Oleh karena itu, disinyalir aset kripto dapat dimanfaatkan untuk penggelapan pajak. Sehingga hal ini tentunya dapat melemahkan inisiatif transparansi pajak internasional yang sudah berlaku saat ini pada AEoI (Automatic Exchange of information) CRS (Common Reporting Standard),” ungkap Toto, panggilan hangat Mekar Satria Utama, kepada Pajak.com, (25/4).

Ia mengungkapkan, usulan CARF berawal dari negara anggota G20 yang meminta OECD melalui Working Party 10 (WP10) untuk mengembangkan kerangka untuk pertukaran otomatis informasi terkait aset kripto. Hingga akhirnya, CARF ini nantinya mengatur pertukaran informasi antara otoritas pajak, sehubungan dengan transaksi aset kripto, yang meliputi pertama, pertukaran aset kripto dengan jenis aset kripto lainnya. Kedua, pertukaran aset kripto dengan mata uang fiat (alat pembayaran yang sah).

“Otoritas pajak nantinya memperoleh informasi dari entitas pelapor untuk kemudian dipertukarkan dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra. Pelapor merupakan entitas yang dalam usahanya menyediakan layanan untuk menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya, atau aset kripto dengan mata uang fiat,” jelas Toto.

Selain itu, entitas pelapor harus menerapkan prosedur due diligence untuk mengidentifikasi pengguna kripto yang merupakan konsumen. Kemudian, melaporkan nilai agregat transaksi yang dilakukan pelanggan kepada otoritas pajak pada setiap tahunnya.

“Bersamaan dengan CARF, OECD juga telah mengembangkan proposal sebagai bagian dari tinjauan komprehensif pertama CRS, dengan tujuan untuk lebih meningkatkan operabilitas CRS,” ungkap Toto.

Ia mengatakan, CARF maupun amandemen CRS saat ini masih dalam proses pembahasan dan sedang dilakukan proses konsultasi publik sampai dengan 29 April 2022. Pemangku kepentingan yang ingin memberikan masukan mengenai kerangka pelaporan ini dapat menyampaikan komentar ke alamat e-mail, yaitu taxpublicconsultation@oecd.org. Setelah itu, dilakukan pembahasan kembali dalam WP10 dan nantinya akan dilaporkan pada Presidensi G20 Indonesia 2022.

Sebelumnya, Head of the Tax Data and Statistical Analysis Unit OECD Michelle Harding menuturkan, panduan mengenai mekanisme pelaporan dan pertukaran informasi atas aset kripto diperkirakan akan dirilis pada Maret.

“Kerangka ini diperlukan untuk menindaklanjuti risiko kepatuhan pajak pada aset kripto dan meningkatkan peran bursa kripto dalam pelaporan serta pertukaran data perpajakan. Dalam kerangka pelaporan dan pertukaran informasi perpajakan atas crypto, OECD akan menjabarkan pihak-pihak yang memfasilitasi transaksi crypto dan wajib menyampaikan data atau informasi kepada otoritas pajak,” ujar Harding.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version