Menu
in ,

Menkeu Optimistis Target Penerimaan Pajak 2022 Tercapai

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis penerimaan pajak di tahun ini akan melewati target seperti yang sudah terjadi di 2021. Seperti diketahui, setelah 12 tahun target tidak tercapai, penerimaan pajak tahun 2021 berhasil mencapai 103,9 persen dari target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 atau sebesar Rp 1.277,5 triliun. Sementara target penerimaan 2022 tumbuh menjadi menjadi Rp 1.485 triliun.

“Selain karena faktor adanya windfall, kenaikan harga-harga komoditas seperti batu bara, CPO, nikel, reformasi perpajakan menjadi usaha mencapai target pajak kembali tercapai di tahun ini. Kita juga enggak mungkin membangun perpajakan yang baik tanpa dukungan para stakeholders, baik yang mewakili pengusaha, lembaga internasional, OJK (Otoritas Jasa Keuangan), PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), BI (Bank Indonesia), semuanya memberikan kontribusi penting. Insyaallah tahun ini (penerimaan pajak) akan melewati target lagi, tapi kita enggak jemawa,” ungkap Sri Mulyani di acara perayaan Hari Pajak, yang diselenggarakan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, (19/7).

Ia kembali menjelaskan, pajak digunakan untuk pembangunan Indonesia agar semakin maju. Pajak yang terkumpul dialokasikan pemerintah untuk sektor pendidikan; kesehatan; subsidi LPG, Bahan Bakar Minyak (BBM), hingga listrik; pembangunan infrastruktur; dan sebagainya.

“Kalau mau bikin semuanya menjadi bagus, yah kita yang bikin. Kalau mau bikin republik ini rusak, ya kita sendiri yang bikin. Jangan terbiasa nyalah-nyalahin orang lain. Jadi kita harus terbuka, kalau ada yang kurang (sistem atau layanan perpajakan), perbaiki terus, enggak pantah menyerah. Jangan pernah lelah mencintai Indonesia, karena mencintai ini perlu banyak kerja keras,” kata Sri Mulyani.

Pada kesempatan yang sama, Dirjen Pajak Suryo Utomo juga optimistis target penerimaan pajak tahun 2022 dapat tercapai. Bahkan, menurutnya, mampu lebih baik dibandingkan tahun lalu.

“Izin, Bu Menteri (Sri Mulyani), kami melaporkan dalam forum ini bahwa penerimaan negara tergolong bagus di semester II-2022. Dan harapannya sampai dengan akhir tahun ini pun suasana yang sama dialami. Kondisi ekonomi nasional yang jauh lebih baik dan mulai bangkitnya kegiatan ekonomi masyarakat menjadi motor utama terakselerasinya penerimaan negara dari sektor perpajakan. Situasi ini persis dengan kondisi di saat semester II tahun lalu,” ungkap Suryo.

Faktor utama yang akan menopang penerimaan pajak 2022, utamanya adalah kenaikan harga komoditas global yang diprediksi semakin perkasa. Kemudian, Program Pengungkapan Sukarela (PPS) juga bakal membuat penerimaan pajak di tahun 2022 mencapai target yang ditetapkan. Realisasi pajak penghasilan (PPh) yang terkumpul dari PPS adalah mencapai Rp 61 triliun hingga akhir Juni 2022.

“Kami merasa program ini tergolong sukses, karena realisasi lebih tinggi dari yang diekspektasikan. Implementasi Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan  khususnya terkait PPS pun juga dilakukan di semester I-2022 yang lebih tinggi dari yang kami ekspektasikan,” ujar Suryo.

Data per 26 Mei 2022 menunjukkan, realisasi penerimaan pajak telah mencapai Rp 679,99 triliun atau 53,04 persen dari target penerimaan pajak. Secara rinci, realisasi penerimaan ini didukung oleh PPh nonmigas Rp 416,48 triliun; PPh migas Rp 36,03 triliun; Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Rp 224,27 triliun; serta Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan pajak lainnya Rp 3,21 triliun.

Suryo juga menekankan, selain menghimpun penerimaan, DJP juga berupaya meningkatkan rasio pajak melalui perbaikan layanan perpajakan untuk merespons berkembangnya proses bisnis masa kini sekaligus memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak. Di 2021, rasio pajak Indonesia sebesar 9,11 persen. Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menyebut, rasio pajak Indonesia itu cenderung rendah dibanding negara anggota G20.

“Perubahan yang secara fundamental dan komprehensif terkait dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak, proses bisnis juga dilakukan perubahan, database manajemen juga akan melakukan perbaikan, serta perbaikan pengelolaan sumber daya manusia. Pembaharuan dalam bidang kebijakan tadi kami sampaikan ada beberapa undang-undang apalagi harus sedikit kembali tahun 2016-17 sejak tax amnesty diluncurkan, undang-undang akses informasi diterbitkan tahun 2017, kemudian muncul beberapa undang-undang yang lain yang melengkapi kekurangan yang ada dalam sistem administrasi perpajakan,” ungkap Suryo.

Dengan adanya regulasi dan layanan yang prima, pemerintah memperkirakan rasio pajak mampu mencapai 9,22 persen pada tahun ini. Tren perbaikan rasio pajak juga diprediksi akan terus berlanjut menjadi 9,29 persen pada 2023; sebesar 9,53 persen di 2024; dan 10,12 persen pada 2025.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version