Menu
in ,

Mengenal Perbedaan Zakat dan Pajak

Pajak.com, Jakarta – Zakat dan pajak merupakan instrumen keuangan yang memiliki beberapa perbedaan. Meskipun zakat dapat menjadi pengurang pajak, bukan tidak serta merta bebas dari kewajiban seorang muslim terhadap agama dan negara untuk menjadi masyarakat taat bayar pajak. Dikutip dari dompetdhuafa.org, berikut ini pajak.com akan mengajak mengenal perbedaan zakat dan pajak yang perlu diketahui.

Secara pengertian, zakat adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan lain sebagainya) menurut ketentuan syarak. Sedangkan pajak memiliki arti pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan lain sebagainya.

Zakat dan pajak memiliki dua persamaan. Pertama, sama-sama berupa sebagian harta yang diambil untuk kemaslahatan umat. Kedua, sama-sama memiliki aturan dalam penerapannya. Akan tetapi, zakat dan pajak adalah dua hal yang berbeda.

Tujuan

Tujuan awal zakat dan pajak sangat berbeda. Umat muslim diwajibkan menunaikan ibadah zakat, dengan tujuan untuk menyucikan jiwa dan membersihkan harta. Karena dalam setiap harta yang kita upayakan, terdapat hak orang-orang yang membutuhkan. Selain itu, ibadah zakat adalah perintahkan langsung oleh Allah, dimana perintahnya sama pentingnya dengan ibadah sholat.

Sedangkan pajak merupakan kesepakatan dalam undang-undang yang harus dipenuhi oleh rakyat. Pajak bertujuan agar masyarakat dalam suatu negara, dapat memperoleh fasilitas sosial secara adil dan merata. Tidak hanya yang berasal dari ekonomi menengah bawah, penduduk yang berasal dari ekonomi menengah atas juga merasakan dampak positif, dari pajak yang telah dibayar. Contoh pembangunan fasilitas sosial seperti jalan raya, jalan tol, BPJS, subsidi pendidikan, dan lainnya.

Pengelola

Dalam hal pengelola, zakat dan pajak sangatlah berbeda. Pengelola zakat disebut amil, yakni mereka yang dapat dipercaya untuk mengelola zakat. Bila kepengurusan masjid sehat, biasanya terdapat kepanitiaan zakat. Selain di masjid, amil zakat juga dapat ditemui dari lembaga sosial yang tepercaya.

Pengelola pajak adalah negara yang diwakilkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Masyarakat tidak boleh membuat kepengurusan pajak negara sendiri dan pengelolaan pajak telah diatur di dalam undang-undang.

Alat dan nominal pembayaran

Zakat dan pajak memiliki alat pembayaran yang berbeda. Pembayaran pajak ditunaikan dengan nominal uang. Nominal pajak yang dikenakan pun berbeda-beda. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), untuk pendapatan Rp 60 juta dikenakan biaya pajak 5 persen. Sementara itu, bagi yang memiliki gaji maupun penghasilan Rp 60 juta per tahun sampai Rp 250 juta per tahun dikenakan tarif PPh final 15 persen. Sedangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ditetapkan Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun.

Dalam hal pembayaran, zakat dapat dibayarkan dalam bentuk makanan pokok, hasil pertanian, hewan ternak, maupun uang tunai. Untuk zakat, bila sudah mencapai nisab, sebesar apapun nilai uang tunai yang dimiliki, tetap dikenakan 2,5 persen. Nilainya jauh lebih kecil daripada pajak. Hal ini wajar berbeda. Zakat difokuskan untuk membantu ke sesama umat muslim.

Jika zakat yang dibayarkan adalah hasil pertanian dan peternakan, nilainya tidak dihitung dari 2,5 persen. Setiap hasil panen dan ternak memiliki nisab masing-masing, yang telah ditetapkan dalam hadits Rasulullah serta ijtima’ para ulama.

Golongan penerima

Dalam hal golongan penerima, zakat secara spesifik disalurkan untuk delapan asnaf, yang telah ditentukan dalam surat At-Taubah ayat 60. Delapat asnaf tersebut adalah fakir, miskin, gharim, riqab, mualaf, fisabilillah, ibnu sabil, dan amil zakat. Bentuk penyalurannya pun bisa dalam bentuk dana, makanan, atau program pemberdayaan.

Sedangkan penyaluran pajak tidak hanya untuk membantu rakyat kecil, namun pajak juga disalurkan ke setiap sektor masyarakat dalam cakupan yang luas. Seperti pendidikan, ekonomi, infrastruktur daerah, yang dapat dinikmati manfaatnya oleh seluruh penduduk negara.

Syarat pembayaran

Selain berbeda di ujung muara, perbedaan zakat dan pajak juga terlihat dari syarat orang yang membayar. Syarat seseorang dapat membayar zakat adalah beragama Islam, berakal sehat, baligh, harta yang dimiliki telah mencapai nisab dan haul. Nisab zakat telah ditentukan dalam hadits serta ijtima’ para ulama.

Di sisi lain, syarat pajak dilihat dari minimal pendapatan yang diperoleh oleh seorang penduduk. Nominalnya telah ditentukan oleh masing-masing negara. Pajak dikenakan kepada penduduk yang beragama apapun, selama pendapatan per bulannya telah memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh negara.

Waktu pembayaran

Perbedaan zakat dan pajak yang terakhir adalah waktu pembayaran. Waktu untuk menunaikan zakat ada dua. Pertama adalah waktu bulan Ramadhan, sebelum bulan Syawal. Waktu yang ditetapkan untuk membayar zakat fitrah.

Kedua adalah waktu di mana harta yang dimiliki sudah mencapai nisab dan haul. Nisab adalah batas minimal harta yang dikenakan wajib zakat. Jika harta tersebut telah mencapai usia satu tahun dimiliki, maka disebut telah mencapai haul. Jika sudah tiba waktunya, maka wajib membayar zakat mal.

Sedangkan pembayaran pajak di Indonesia dibayarkan setiap tanggal 10 pada bulan berikutnya. Pembayaran pajak dikenakan setiap bulan. Jika terlambat membayar pajak, maka akan dikenakan denda sebesar 2 persen per bulan. Dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.

Itulah enam perbedaaan zakat dan pajak yang perlu Anda ketahui. Semoga penjelasan ini bisa meningkatkan wawasan dan memperjelas perbedaan pajak dan zakat.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version