in ,

Ini Tujuan Prabowo Subianto Dirikan Badan Penerimaan Negara

Prabowo Subianto Dirikan Badan Penerimaan Negara
FOTO: Tangkap Layar dari YouTube Gerindra TV

Ini Tujuan Prabowo Subianto Dirikan Badan Penerimaan Negara

Pajak.com, Jakarta – Presiden terpilih Prabowo Subianto dipastikan akan dirikan Badan Penerimaan Negara (BPN). Informasi tersebut disampaikan oleh adik Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo saat menghadiri acara bertajuk “Future of Indonesia Dialogue: Optimisme Dunia Usaha dalam Bermitra dan Menyongsong Pemerintahan Prabowo-Gibran” yang digelar oleh APEC Business Advisory Council (ABAC) Indonesia dan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Ia pun membeberkan sejumlah tujuan pendirian BPN.

Hashim bilang, kementerian/lembaga negara baru ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, bukan sekadar bagi-bagi kursi jabatan. “Pak Prabowo-Gibran telah setuju akan mendirikan kementerian atau badan baru, yaitu namanya badan penerimaan negara,” tegas Hashim, dikutip Pajak.com, (2/9). Adapun, BPN ini masuk ke dalam 8 Program Hasil Cepat Terbaik Prabowo dan Gibran.

Nantinya BPN akan mencakup bea cukai dan direktorat jenderal baru yang bertugas untuk mengatur penerimaan negara. “Mungkin direktorat jenderal PNBP (penerimaan negara bukan pajak) dan bea cukai ini nantinya fokusnya untuk penerimaan negara,” tutur Hashim.

Lebih lanjut, Hashim mengatakan pemerintahan Prabowo-Gibran menargetkan peningkatan penerimaan negara yang saat ini sebesar 12,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dapat mencapai 23 persen dalam waktu 5 tahun.

“Pemerintahan Prabowo-Gibran ingin meningkatkan penerimaan negara dari 12,7 persen, secara pelan-pelan target kita dalam 5 tahun, Indonesia akan mencapai sama dengan Vietnam. Dari 12,7 persen target kita adalah (pada tahun) 2029, 2030 penerimaan negara kita sama dengan Vietnam (sebesar) 23 persen,” imbuh Hashim.

Baca Juga  Begini Cara Mengisi “Customs Declaration”

Menurutnya, target itu dapat tercapai dengan cara menutup kebocoran-kebocoran penerimaan negara, memperbaiki dan menegakkan peraturan perpajakan yang sudah ada saat ini. Ia pun optimistis perekonomian Indonesia dapat tumbuh 9 hingga 10 persen secara tahunan.

“Berdasarkan angka dan data baru perekonomian Indonesia. Saya sangat-sangat optimistis. I am very, very optimistic,” kata Hashim.

Sebelumnya, Guru Besar Kebijakan Publik Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) Haula Rosdiana mengatakan bahwa jika menelisik dari perspektif atau paradigma system thinking, urgensi pembentukan BPN merupakan amanah dari konstitusi yang perlu dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Hal itu ia sampaikan dalam acara Diskusi Ilmiah Perpajakan bertajuk Reformasi Institusional Perpajakan Dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Emas 2045, di Auditorium EDISI 2020, Fakultas FIA UI, (4/6).

Haula menegaskan bahwa konstruksi BPN harus ditopang oleh pilar-pilar dan lapisan fondasi yang kokoh agar kelembagaannya mampu menghadirkan kesejahteraan rakyat. Pilar ini berisi instrumen pelaporan tunggal, sederhana, komprehensif, dan mudah. Terdapat pula akses informasi yang cepat melalui penyuluhan maupun sosialisasi dan layanan. Kemudian, pilar komunikasi politik pajak, yang berisi konfirmasi data giat ekonomi tahun berjalan pada pajak, pembahasan temuan pemeriksaan, penyampaian kepada publik terhadap pemanfaatan uang pajak, dan pemberian preferensi akses ekonomi bagi pembayar pajak.

Baca Juga  Ada Jalur Merah, Kuning, Hijau dalam Alur Pengeluaran Barang Impor, Ini Definisi dan Kriterianya

Ending dari tujuan BPN adalah bagaimana memperbaiki relasi antara negara dengan rakyat. Rasio penerimaan negara optimal paling tidak 23 persen adalah outcomes, itu bukan sekadar mengejar angka. Paling penting adalah kesejahteraan rakyat. Kita berkaca dari Filipina yang melakukan reformasi perpajakan pada era Duterte (Presiden Filipina Rodrigo Duterte) dengan tagline ‘Tax Reform is about Investing in our Country’s Future: From Stability to Prosperity’. Bagaimana dia juga memastikan penerimaan pajak disalurkan untuk menyejahterakan masyarakat dan itu cukup berhasil,” urai Haula.

BPN juga harus didesain dengan mengintegrasikan seluruh peraturan perpajakan agar memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak. Hal ini untuk memitigasi ketidakkonsistenan pemberian fasilitas perpajakan sehingga menggugurkan tujuan peningkatan daya saing usaha. Keberhasilan BPN juga memerlukan sosok pemimpin yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk mengintegrasikan serta meningkatkan kapasitas administrasi.

“Untuk mengintegrasikan kebijakan, aturan, dan peningkatan kapasitas administrasi itu harus punya power dan authority. Keberhasilan BPN juga tergantung oleh leadership-nya. Pemimpin BPN juga harus memiliki keahlian, maka the right man on the right place juga sangat penting. Sekali lagi, BPN bukan masalah politik, bukan maunya siapa pun, tetapi kita taat dengan konstitusi. Maka, kita coba, jangan takut dengan perubahan. Jika perubahan dilaksanakan dengan baik dan benar, maka saya yakin bahwa kesejahteraan akan lebih baik, Indonesia akan lebih baik dengan adanya BPN,” kata Haula.

Baca Juga  DPR Sepakati Asumsi Makro 2025 dan Pemanfaatan “Core Tax” untuk Tingkatkan Rasio Pajak

Dalam kesempatan yang berbeda, Direktur Pengembangan Big Data INDEF Eko Listiyanto mengatakan, pembentukan BPN membutuhkan figur atau sosok yang tepat. Pasalnya, kelembagaan masih menjadi permasalahan utama di Indonesia. Ia juga menekankan pembentukan lembaga baru juga bukan berarti dapat meningkatkan rasio pajak.

“Pandangan saya begini, problem pertama di kita itu kelembagaan. Ketika kelembagaan diubah, bukan otomatis yang menghasilkan angka-angka yang fantastis di tax ratio. Mudah-mudahan juga kalau figurnya pas, tepat juga me-reform-nya,” kata Eko dalam acara Diskusi Publik, (4/7). Ia menambahkan, BPN ke depannya akan membutuhkan waktu 1 sampai 2 tahun untuk membangun koordinasi dan menyusun standar operasional prosedur (SOP).

Sebagai informasi, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas telah menyusun dokumen rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025. Dalam dokumen tersebut, pemerintah akan melakukan pembenahan kelembagaan perpajakan melalui pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara.

Badan tersebut dibentuk dengan tujuan meningkatkan rasio pajak, sehingga anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dapat menyediakan ruang belanja yang memadai untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. Selain itu peningkatan rasio penerimaan perpajakan juga akan dilakukan dengan percepatan implementasi core tax dengan mengoptimalkan pengelolaan data berbasis risiko dan interoperabilitas data, serta mendorong sistem perpajakan yang lebih compatible dengan struktur perekonomian.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

82 Points
Upvote Downvote

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *