Industri Nonpionir Bisa Dapat “Tax Holiday”? Cek Syarat Terbaru di PMK 69/2024
Pajak.com, Jakarta – Fasilitas tax holiday di Indonesia sejatinya tidak hanya diperuntukkan bagi industri pionir. Ketentuan ini sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 Tahun 2020 (PMK 130/2020). Namun, dengan diterbitkannya PMK 69/2024 pada 9 Oktober 2024, terdapat beberapa pembaruan dalam syarat dan ketentuan bagi sektor industri nonpionir yang ingin memperoleh insentif pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) badan.
Pada aturan terbaru ini, Wajib Pajak di sektor nonpionir yang mengajukan tax holiday wajib memenuhi sejumlah kriteria dan persyaratan yang telah diperbarui. Pembaruan dalam PMK 69/2024 ini mencakup proses pengajuan, dokumen pendukung, hingga penilaian kriteria industri pionir yang lebih ketat, bertujuan untuk memberikan kejelasan dan memastikan kepatuhan dalam pemanfaatan insentif pajak.
Pembaruan dalam PMK 69/2024
Pada PMK 69/2024, terdapat sejumlah pembaruan yang signifikan terkait dengan pemberian fasilitas tax holiday. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
- Wajib Pajak kini tidak perlu lagi mengunggah salinan digital surat keterangan fiskal pemegang saham saat mengajukan permohonan fasilitas tax holiday melalui sistem OSS.
- Penilaian kuantitatif terhadap kriteria industri pionir dapat dilakukan kembali berdasarkan realisasi penanaman modal yang telah dicapai, melalui pemeriksaan lapangan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak. Sebelumnya, penilaian ulang dilakukan berdasarkan permohonan pemanfaatan fasilitas oleh Wajib Pajak.
- Wajib Pajak yang sudah memperoleh keputusan pemanfaatan fasilitas tax holiday dan termasuk dalam kategori Wajib Pajak tertentu, sebagaimana diatur dalam perundang-undangan mengenai pajak minimum global untuk grup perusahaan multinasional, akan dikenai pajak tambahan minimum domestik. Ketentuan ini berlaku pula untuk Wajib Pajak yang telah menerima fasilitas pengurangan PPh badan sebelum berlakunya PMK 69/2024. Kebijakan ini dirancang untuk mengintegrasikan penerapan global minimum tax, sebagai bagian dari skema Pilar 2 yang bertujuan untuk menangani masalah Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
Syarat Pengajuan Fasilitas “Tax Holiday” Industri Nonpionir
Wajib Pajak yang bukan merupakan industri pionir atau yang tidak tercantum dalam PMK 69/2024 dan ingin memanfaatkan fasilitas ini harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:
1. Wajib Pajak harus berbentuk badan hukum Indonesia.
2. Investasi harus dilakukan sebagai penanaman modal baru yang sebelumnya belum pernah diberikan atau ditolak fasilitas pengurangan PPh badan. Dalam hal ini, investasi tersebut juga belum pernah memperoleh fasilitas berikut:
– Keputusan atau pemberitahuan penolakan pengurangan PPh badan
– Fasilitas PPh untuk penanaman modal di bidang usaha atau wilayah tertentu (berdasarkan Pasal 31A UU PPh)
– Pengurangan penghasilan neto untuk penanaman modal baru atau ekspansi usaha di sektor padat karya (berdasarkan Pasal 29A Peraturan Pemerintah)
– Fasilitas PPh di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
– Fasilitas pengurangan PPh badan untuk pelaku usaha di Ibu Kota Nusantara (IKN)
3. Nilai rencana investasi minimal Rp 100 miliar
4. Wajib Pajak harus mematuhi ketentuan rasio antara utang dan modal sesuai peraturan yang berlaku.
5. Realisasi rencana penanaman modal harus dilakukan paling lambat satu tahun setelah keputusan pengurangan PPh badan diterbitkan.
Proses Permohonan Pengajuan “Tax Holiday” melalui OSS
Berikut adalah langkah-langkah yang harus ditempuh oleh Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan fasilitas tax holiday melalui sistem OSS, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PMK 69/2024:
1. Mengunggah Dokumen Permohonan
Wajib Pajak harus mengunggah sejumlah dokumen yang meliputi:
- Salinan digital rincian aktiva tetap dalam rencana nilai penanaman modal.
- Salinan digital kajian pemenuhan kriteria industri pionir.
- Salinan digital penghitungan sendiri kriteria kuantitatif industri pionir, sesuai dengan format dalam lampiran PMK 69/2024. Dokumen ini diperlakukan sebagai pernyataan komitmen dari Wajib Pajak atas kesanggupan memenuhi kriteria industri pionir.
2. Penilaian oleh Kepala BKPM
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan menilai penghitungan skor atas pemenuhan kriteria kuantitatif industri pionir yang diajukan oleh Wajib Pajak. Proses penilaian ini dilakukan dalam waktu maksimal 5 hari kerja sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap.
3. Penetapan Skor Penilaian
Jika skor penilaian mencapai minimal 80, maka penanaman modal yang diajukan oleh Wajib Pajak dinyatakan memenuhi kriteria industri pionir.
4. Pemrosesan Permohonan oleh Kepala BKPM
Setelah dinyatakan memenuhi kriteria industri pionir, permohonan penanaman modal Wajib Pajak akan diproses oleh Kepala BKPM sebagai usulan pemberian pengurangan PPh badan.
5. Pemberitahuan Proses Lanjut melalui OSS
Kepala BKPM akan memberikan pemberitahuan mengenai kelanjutan proses permohonan melalui sistem OSS, sehingga Wajib Pajak dapat memantau status permohonannya.
6. Penilaian Tidak Memenuhi Kriteria
Apabila skor penilaian tidak mencapai 80, maka permohonan penanaman modal Wajib Pajak dinyatakan tidak memenuhi kriteria industri pionir.
7. Penilaian Kembali setelah Pemeriksaan Lapangan
Penilaian kriteria kuantitatif industri pionir dapat dilakukan kembali setelah pemeriksaan lapangan oleh Dirjen Pajak, berdasarkan realisasi penanaman modal yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Kriteria kuantitatif industri pionir yang dapat dinilai kembali tercantum dalam Lampiran huruf A, yang merupakan bagian dari PMK 69/2024.
8. Manfaat Pengurangan PPh Badan
Jika disetujui, pengurangan PPh badan mulai berlaku sejak tahun pajak saat dimulainya produksi komersial atau saat seluruh rencana penanaman modal baru telah direalisasikan bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah.
Comments