Menu
in ,

Fungsi dan Jenis Bukti Potong Pajak

Pajak.com, Jakarta – Bukti potong (bupot) pajak merupakan dokumen penting bagi Wajib Pajak saat mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan. Apa itu bupot pajak? Dan, apa fungsi dan jenisnya? Pajak.com telah merangkumnya dari pelbagai aturan.

Apa itu bupot pajak? 

Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, bupot adalah formulir atau dokumen lain yang dibuat dan digunakan oleh pemotong pajak sebagai bukti pemotongan.

Apa fungsi bupot pajak?

1. Bupot dari sisi subjek penerima berfungsi sebagai formulir atau dokumen lain yang diterima dari pemotong pajak. Bupot ini digunakan sebagai bukti bahwa PPh telah dipotong oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai pihak pemotong.

2. Bupot dari sisi subjek pembuat berfungsi sebagai formulir atau dokumen lain yang telah dibuat, serta merupakan bukti bahwa pihaknya sebagai Wajib Pajak berstatus PKP telah memenuhi kewajibannya memungut dan menyetorkan pajaknya ke kas negara. Bupot akan digunakan pada saat pelaporan SPT tahunan badan/Masa.

Siapa pembuat bupot pajak?

Berdasarkan UU PPh, bupot dibuat oleh pemberi kerja, baik pribadi maupun badan usaha tetap maupun badan usaha, PKP, dan bendahara pemerintah pusat atau daerah. Sementara subjek pajak yang menerima bupot adalah:

1. Wajib Pajak Orang pribadi, merupakan individu atau karyawan. Subjek ini termasuk juga jenis subjek pajak dari warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
2. Wajib Pajak badan, yaitu subjek pajak dalam bentuk badan usaha atau perusahaan.
3. Bentuk Usaha tetap (BUT), yakni subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.

Apa saja jenis bupot pajak?

Secara umum, bupot diperoleh dari beberapa jenis pemotongan pajak, yakni:

1. Bupot PPh Pasal 21

Bupot PPh 21, yaitu bukti pemotongan PPh yang dilakukan oleh pemberi kerja yang diberikan kepada karyawan maupun nonkaryawan. Bagi karyawan terdiri dari dua macam, yakni formulir 1721 A1 (bagi karyawan swasta) dan formulir 1721 A2 (bagi pegawai negeri).

2. Bupot PPh Pasal 22

Bupot PPh Pasal 22, yakni bukti pemotongan PPh yang dipungut oleh bendahara pemerintah pusat dan daerah, instansi/lembaga pemerintah, dan lembaga negara lainnya terkait pembayaran atas penyerahan barang; Wajib Pajak badan tertentu, baik pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha bidang lainnya; serta Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang tertuang dalam Pasal 22 Ayat 1 dan berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk kegiatan usahanya.

3. Bupot PPh Pasal 23/26

Bupot PPh Pasal 23/26 merupakan pajak yang dipotong dari Wajib Pajak atas penghasilan yang diperoleh dari modal (dividen, bunga, royalti, dan lainya); penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong PPh Pasal 21.

4. Bupot PPh Pasal 15

Bupot PPh Pasal 15 adalah bukti pemotongan dari PPh yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak tertentu, seperti perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan dalam negeri. Kemudian berlaku pula bagi perusahaan penerbangan dalam negeri dan luar negeri, perusahaan pengeboran migas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, serta perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk build operate transfer (BOT).

5. Bupot PPh Pasal 4 Ayat 2

Bupot PPh 4 Ayat 2 atau PPh Final, yaitu bupot yang berasal dari pemotongan PPh atas jenis penghasilan tertentu yang bersifat final dan tidak dapat dikreditkan dengan PPh terutang. PPh Pasal 4 Ayat 2 ini dikenakan pada:

● Peredaran bruto usaha di bawah omzet Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun masa pajak.
● Bunga deposito dan jenis-jenis tabungan, bunga obligasi, bunga tabungan yang dibayarkan koperasi kepada anggotanya.
● Hadiah berupa undian.
● Transaksi saham dan surat berharga lainnya, transaksi derivatif perdagangan di bursa, transaksi penjualan saham atau pengalihan mitra perusahaan yang diterima oleh perusahaan modal usaha.
● Transaksi atas pengalihan aset dalam bentuk tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate dan sewa tanah dan/atau banagunan.
● Pendapatan tertentu lainnya, sebagaimana diatur dalam atau sesuai peraturan pemerintah (PP).

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version