Menu
in ,

Empat Kondisi SPT Tahunan Dianggap Tak Disampaikan

SPT Tahunan Dianggap Tak disampaikan

FOTO : IST

Empat Kondisi SPT Tahunan Dianggap Tak Disampaikan

Pajak.com, Jakarta – Sejak awal tahun 2023, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) intensif mengimbau masyarakat agar segara menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan untuk tahun pajak 2022. Batas waktu pelaporan SPT tahunan untuk Wajib Pajak orang pribadi adalah 31 Maret dan Wajib Pajak badan 30 April. Namun, Wajib Pajak perlu memahami empat kondisi yang membuat SPT tahunan dianggap tak disampaikan. Apa saja? Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan peraturan yang berlaku.

Apa itu SPT tahunan? 

SPT tahunan merupakan surat yang digunakan para Wajib Pajak untuk melaporkan segala bentuk perhitungan dan/atau pembayaran pajak, baik untuk objek pajak maupun bukan objek pajak. Secara umum, SPT tahunan Wajib Pajak berisi:

  • Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak.
  • Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak.
  • Harta dan kewajiban.
  • Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan dalam 1 masa pajak.
  • Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), fungsi SPT tahunan sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran; serta pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak.

Apa saja empat kondisi yang membuat SPT tahunan dianggap tidak disampaikan? 

Pertama, sesuai Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 243 Tahun 2014 s.t.d.t.d PMK Nomor 18 Tahun 2021, SPT tahunan dianggap tidak disampaikan jika Wajib Pajak tidak menandatangani SPT tahunan. Kewajiban ini telah ditegaskan dalam Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

“SPT (tahunan) yang disampaikan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak,” demikian bunyi Pasal 7 Ayat (1) PMK Nomor 18 Tahun 2021.

Kendati demikian, apabila SPT tahunan ditandatangani kuasa Wajib Pajak, SPT tahunan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang perpajakan.

Kedua, dianggap tidak disampaikan jika tidak sepenuhnya dilampiri keterangan atau dokumen yang dipersyaratkan sesuai regulasi yang berlaku.

Ketiga, dianggap tidak disampaikan bila SPT tahunan tersebut adalah SPT tahunan lebih bayar yang disampaikan setelah 3 tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis.

Keempat, dianggap tidak disampaikan jika SPT  disampaikan setelah dirjen pajak melakukan pemeriksaan, melakukan pemeriksaan bukti permulaan (bukper) secara terbuka, atau menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP).

Sebagai catatan, pemeriksaan dimulai pada tanggal surat pemberitahuan pemeriksaan pajak disampaikan kepada Wajib Pajak atau tanggal seharusnya Wajib Pajak datang memenuhi panggilan pemeriksaan. Sementara itu, pemeriksaan bukper secara terbuka dimulai pada tanggal surat pemberitahuan pemeriksaan bukper disampaikan.

Namun, bila SPT tahunan yang disampaikan ternyata dianggap tidak disampaikan, DJP bakal menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version