Menu
in ,

Banyak WP Badan laporkan Rugi, Tapi Bisnis Berkembang

Banyak WP Badan laporkan Rugi, Tapi Bisnis Berkembang

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan tarif pajak penghasilan (PPh) badan akan bertahap diturunkan, dari 25 persen menjadi 20 persen di tahun 2022. Kebijakan itu seirama dengan peningkatan laporan Wajib Pajak (WP) badan yang merugi. Namun, di sisi lain pemerintah juga menemukan banyak WP badan yang mengaku rugi tetapi bisnisnya kian berkembang.

Sri Mulyani mengatakan, laporan WP badan yang merugi tidak hanya di saat pandemi saja, namun tren sudah berlangsung sejak 2012. Tahun 2012-2016 sebanyak 5.199 WP badan yang melaporkan kerugian; tahun 2013-2017 sebanyak 6.004 WP badan; tahun 2014-2018 sebanyak 7.110 WP badan; tahun 2015-2019 sebanyak 9.496 WP badan.

“Wajib Pajak badan yang melaporkan rugi secara terus menerus meningkat 8 persen pada 2012 dan naik menjadi 11 persen pada 2019. WP Badan yang melaporkan rugi lima tahun berturut-turut jumlahnya meningkat dari 5.199 Wajib Pajak pada 2012-2016, naik hampir dua kali lipat, yakni menjadi 9.496 WP badan pada 2015-2019,” ” jelas Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (28/6).

Kendati demikian, eks Direktur Pelaksana Bank Dunia ini masih menemukan banyak perusahaan itu tetap beroperasi atau bahkan mengembangkan usahanya di Indonesia. Kondisi serupa juga terjadi di banyak negara.

“Untuk itu, kita ingin melakukan compliance yang adil, banyak WP badan menggunakan skema penghindaran pajak. Di sisi lain, Indonesia belum punya penghindaran pajak yang komprehensif,” jelas Sri Mulyani.

Ia mengungkapkan, 60-80 persen kasus penghindaran pajak merupakan transaksi afiliasi yang bekerja di perusahaan multinasional. Adapun kasus di Indonesia sebanyak 37- 42 persen dari produk domestik bruto (PDB) dilaporkan sebagai transaksi afiliasi di dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan WP badan.

OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) mencatat, kasus penghindaraan pajak berganda membuat potensi penggerusan basis pajak dan pergeseran laba diperkirakan sebesar 100 miliar dollar AS hingga 240 miliar dollar AS per tahun. “Setara dengan 4 persen sampai 10 persen penerimaan PPh badan global,” tambah Sri Mulyani.

Kendati demikian, bukan berarti Indonesia berpangku tangan. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah berupaya ikut serta dalam aksi persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) di forum global. Berdasarkan buku laporan tahunan DJP, dari 15 rencana aksi base erosion and profit shifting (BEPS) yang dikeluarkan OECD dan The Group of Twenty (G-20), Indonesia telah berkomitmen menjalankan 7 rencana aksi. Mayoritas komitmen berkaitan dengan penanganan transfer pricing. Karena aksi penghindaran pajak erat kaitannya dengan praktik transfer pricing. Beberapa implementasi rencana aksi itu sebagai berikut:

Pertama, DJP sudah memiliki aturan penyelesaian sengketa transfer pricing melalui mutual agreement procedure (MAP). Hal itu diatur dalam PMK 49/PMK.03/2019. Secara umum MAP merupakan alternatif yang ideal untuk mengeliminasi pajak berganda. DJP dan otoritas pajak negara mitra P3B akan mengupayakan penyelesaian sengketa yang mufakat.

Kedua, advance pricing agreement (APA) yang diatur dalam PMK 22/PMK.03/2020. APA adalah kesepakatan harga transfer antara DJP dengan WP, unilateral, maupun DJP dengan otoritas pajak negara mitra P3B atau bilateral.

Ketiga, DJP juga telah mengeluarkan regulasi mengenai hubungan istimewa dan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU) dalam PMK-22/PMK.03/2020.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version