Menu
in ,

25 Ribu WP Ikut PPS, Negara Himpun Pajak Rp 3,56 T

25 Ribu WP Ikut PPS

FOTO: P2Humas DJP

Pajak.com, Palembang – Dirjen Pajak Suryo Utomo menyebutkan, hampir 25 ribu Wajib Pajak (WP) telah mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) sejak 1 Januari 2022. Dari jumlah 25 ribu WP yang ikut PPS tersebut, negara dapat menghimpun penerimaan pajak penghasilan (PPh) final mencapai Rp 3,56 triliun. Pemerintah akan terus mengajak WP untuk mengikuti PPS hingga Juni 2022 mendatang.

“Jumlah peserta yang telah mengikuti PPS ini hampir 25 ribu sampai 18 Maret pukul 8.00 WIB pagi tadi (18 Maret 2022), lebih tepatnya sebanyak 24.711 Wajib Pajak. Total harta bersih yang telah diungkapkan oleh para Wajib Pajak ini mencapai Rp 34,54 triliun dan jumlah pajak yang telah disetorkan Rp 3,56 triliun,” ungkap Suryo dalam Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) di Palembang, yang juga disiarkan secara virtual, (18/3).

Secara rinci, berdasarkan data dari laman pajak.go.id per 18 Maret 2022, harta bersih yang telah diungkapkan terdiri dari deklarasi harta dalam negeri mencapai Rp 30,15 triliun dan deklarasi harta di luar negeri sebesar Rp 2,30 triliun. Dari total itu, jumlah harta yang diinvestasikan ke instrumen surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 2,08 triliun.

Suryo menekankan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak memasang target tertentu untuk PPS, baik jumlah peserta maupun penerimaan yang masuk. Pemerintah berharap seluruh WP dapat mengikuti PPS karena tarif yang dikenakan lebih rendah. Artinya, PPS merupakan kesempatan bagi WP untuk menyampaikan hartanya.

“Kami inginnya semua Wajib Pajak ikut. Jadi dalam kesempatan ini saya mengimbau juga, ada kesempatan, ayo kita manfaatkan dan jumlah pajak yang telah disetorkan Rp 3,5 triliun lebih. Kami tidak memasang target tapi kami pengennya banyak. Kan, tarifnya murah, 11 persen, 8 persen, 6 persen kalau yang 2015. Kalau yang 2020, 18 persen, 14 persen, 12 persen. Daripada kenanya 30 persen. Kalau hitungan saya, lebih untung bayar 14 persen daripada bayar 30 persen,” jelasnya.

Dengan demikian, Suryo meyakinkan, PPS akan lebih menguntungkan WP dibandingkan dengan membayar pajak sesuai dengan ketentuan umum. Teknis mengenai PPS diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.

Secara umum, PPS dibagi menjadi dua kebijakan, yaitu pertama, PPS diperuntukkan bagi WP badan dan WP orang pribadi yang pernah mengikuti tax amnesty jilid I pada 2016—2017, tetapi belum atau kurang melaporkan harta bersih yang diperoleh hingga tahun pajak 2015 dalam surat pernyataan. Kedua, PPS diperuntukkan bagi WP orang pribadi (bukan badan usaha) yang belum melaporkan aset perolehan tahun 2016—2020 dalam SPT tahunan 2020.

“Hampir sama seperti program tax amnesty 2016—2017, sedikit bedanya. Kalau untuk program ini adalah kelanjutan dari tax amnesty yang dulu satu hal, tetapi di sisi yang lain untuk (kebijakan) 2020-nya hanya untuk orang pribadi,” tambah Suryo.

Di sisi lain, ia juga mengingatkan, setelah PPS selesai, maka WP akan dikenakan tarif denda lebih besar untuk harta yang tidak dilaporkan.

“Mudah-mudahan setelah semester I tahun ini berlalu, kami akan bercerita kepada masyarakat Wajib Pajak, ada yang kurang dilaporkan, silakan Anda terus laporkan, tapi dengan tarif yang berbeda. Makanya, dalam waktu enam bulan ini bapak dan ibu bisa manfaatkan. Ini kami lakukan karena apa? Kami ingin membangun basis kepatuhan yang lebih. Setelah UU ini berjalan, UU tax amnesty 2015 kemarin, kemudian kami memiliki akses informasi. Jadi semua informasi bapak dan ibu sekalian yang ada di institusi perbankan, segala macam, itu kami miliki. Artinya, Kalau tidak melapor, kami memiliki akses info dari perbankan dan bisa melakukan penyisiran,” jelas Suryo.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version