144 Ribu Warga Indonesia Tolak PPN 12 Persen, Ini Tanggapan Menko Airlangga!
Pajak.com, Jakarta – Rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 mendapat penolakan besar dari masyarakat. Sebuah petisi yang diinisiasi kelompok Bareng Warga telah mengumpulkan lebih dari 144 ribu tanda tangan, mencerminkan keresahan publik terhadap dampak kebijakan tersebut. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pun menanggapi penolakan ini sebagai dinamika demokrasi yang wajar.
“Ya kalau itu, itu namanya negara demokrasi, ada yang setuju, ada yang tidak setuju. Ya itu namanya negara demokrasi,” ujar Airlangga saat dimintai tanggapan mengenai aksi boikot pajak dari masyarakat, di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, dikutip Pajak.com pada Jumat (20/12).
Petisi yang dimulai pada 19 November 2024 ini ditujukan langsung kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto. Hingga pukul 08.20 WIB, 53.189 tanda tangan baru terkumpul dalam sehari, menjadikan total dukungan mencapai 144.870 tanda tangan.
Dampak Kenaikan PPN
Bareng Warga, dalam petisinya menjelaskan bahwa kebijakan kenaikan PPN ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Sebelumnya, pemerintah sudah menaikkan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada tahun 2022. Dengan rencana kenaikan terbaru ini, harga barang dan kebutuhan pokok seperti sabun hingga bahan bakar minyak (BBM) diprediksi akan semakin melambung.
Kondisi ini memicu kekhawatiran masyarakat karena dianggap akan memperdalam kesulitan ekonomi. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat masih ada 4,91 juta pengangguran per Agustus 2024. Selain itu, mayoritas pekerja, yakni 57,94 persen atau 83,83 juta orang, bekerja di sektor informal dengan penghasilan yang tidak tetap.
Dari sisi pendapatan, rata-rata upah pekerja sejak 2020 terus mendekati batas Upah Minimum Provinsi (UMP). Pada tahun 2024, selisih rata-rata upah pekerja dengan UMP hanya Rp 154 ribu. Di Jakarta, misalnya, kebutuhan hidup layak mencapai Rp 14 juta per bulan, sementara UMP di ibu kota hanya Rp 5,06 juta.
Kenaikan PPN kata Bareng Warga, akan semakin menekan daya beli masyarakat. Sejak Mei 2024, daya beli masyarakat sudah menunjukkan tren penurunan signifikan. Dengan rencana kenaikan ini, dampaknya diperkirakan lebih buruk.
“Naiknya PPN yang juga akan membuat harga barang ikut naik sangat mempengaruhi daya beli. Kita tentu sudah pasti ingat, sejak bulan Mei 2024 daya beli masyarakat terus merosot. Kalau PPN terus dipaksakan naik, niscaya daya beli bukan lagi merosot, melainkan terjun bebas,” kata Bareng Warga.
Masyarakat berharap pemerintah dapat mempertimbangkan ulang kebijakan kenaikan PPN 12 persen pada 2025 mendatang. Kenaikan PPN yang diatur dalam UU HPP dianggap hanya akan memperparah beban hidup, terutama bagi kelompok rentan yang sudah berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Sebelum luka masyarakat kian menganga. Sebelum tunggakan pinjaman online membesar dan menyebar ke mana-mana,” pungkas Bareng Warga.
Comments