PMK Nomor 81 Tahun 2024: Penyesuaian Jatuh Tempo Pembayaran Pajak
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 (“PMK No. 81/2024”) yang diundangkan oleh Kementerian Keuangan pada tanggal 18 Oktober 2024 memuat tentang langkah signifikan pemerintah Indonesia dalam pembaharuan Sistem Administrasi Perpajakan. PMK No. 81/2024 mengatur tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau yang lebih dikenal sebagai Coretax dengan harapan agar pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) dapat lebih transparan, efektif, efisien, akuntabel, dan fleksibel.
Dari banyaknya Pasal yang diundangkan dalam PMK No. 81/2024, terdapat salah satu perubahan yang menarik perhatian Wajib Pajak yang tercantum dalam PMK ini. Perubahan tersebut adalah perubahan ketentuan mengenai jatuh tempo pembayaran pajak terhadap beberapa jenis pajak diantaranya Pajak Penghasilan yang dimuat dalam Pasal 94 ayat (2) PMK No. 81/2024. Sebelumnya, terdapat beberapa jenis pajak yang kewajiban penyetoran dan pembayaran pajaknya harus dilakukan paling lama pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Namun, dengan adanya Pasal 94 ayat (2) PMK No. 81/2024, jatuh tempo pembayaran pajak diseragamkan menjadi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Adapun jenis pajak yang memiliki jatuh tempo penyetoran dan pembayaran pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir berdasarkan Pasal 94 ayat (2) PMK No. 81/2024 adalah sebagai berikut:
- Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2);
- Pajak Penghasilan Pasal 15;
- Pajak Penghasilan Pasal 21;
- Pajak Penghasilan Pasal 22;
- Pajak Penghasilan Pasal 23;
- Pajak Penghasilan Pasal 25;
- Pajak Penghasilan Pasal 26;
- Pajak Penghasilan minyak bumi dan/atau gas bumi dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi yang dibayarkan setiap Masa Pajak;
- Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
- Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas kegiatan membangun sendiri;
- Bea Meterai yang dipungut oleh pemungut Bea Meterai;
- Pajak Penjualan; dan
- Pajak Karbon yang dipungut oleh pemungut Pajak Karbon.
Meskipun terdapat penyeragaman jatuh tempo penyetoran atau pembayaran pajak pada mayoritas jenis pajak, terdapat beberapa jenis pajak yang tetap memiliki ketentuan khusus terkait jatuh tempo penyetoran atau pembayarannya. Pajak yang memiliki ketentuan khusus terkait jatuh tempo penyetoran atau pembayarannya antara lain:
- Pajak Penghasilan Pasal 22 dan PPN atau PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atas impor yang disetor sendiri oleh Wajib Pajak/importir wajib dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran bea masuk, dalam hal bea masuk ditunda atau dibebaskan PPh Pasal 22 dan PPN atau PPN dan PPnBM atas impor wajib dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor dan dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) wajib disetor dalam jangka waktu 1 hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.
- Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa wajib dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir;
- Pembayaran masa selain Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf b wajib dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak;
- Tambahan Pajak Penghasilan atas saham pendiri yang dipungut oleh emiten, wajib disetorkan paling lama 1 (satu) bulan setelah saat terutangnya tambahan Pajak Penghasilan;
- Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dalam satu Masa Pajak wajib disetor paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan; dan
- Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pihak Lain wajib disetor paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
Tentu dengan adanya penyeragaman jatuh tempo penyetoran dan pembayaran pajak diharapkan dapat meringankan beban administrasi dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, karena Wajib Pajak jadi mendapatkan tambahan waktu untuk menyelesaikan kewajiban penyetoran dan pembayaran pajak untuk beberapa jenis pajak. Selain itu, dengan adanya penyeragaman waktu untuk penyetoran dan pembayaran pajak terhadap beberapa jenis pajak diharapkan dapat meningkatkan fleksibilitas Arus Kas Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak dapat mengelola kasnya dengan lebih baik tanpa terbebani jatuh tempo penyetoran dan pembayaran pajak yang berbeda-beda.
Tantangan terkait penyeragaman penyetoran dan pembayaran pajak yang mungkin akan muncul adalah kurangnya sosialisasi kepada Wajib Pajak, terutama Wajib Pajak yang berada diwilayah terpencil dan Wajib Pajak UMKM yang tidak update dengan peraturan perpajakan. Selain itu, Wajib Pajak juga perlu untuk beradaptasi agar bisa menyesuaikan dengan rutinitas penyetoran dan pembayaran penyetoran pajak yang baru.
Namun perlu Wajib Pajak ingat perubahan ini baru akan berlaku efektif dimulai pada 1 Januari Tahun 2025, artinya sebelum tanggal tersebut Wajib Pajak masih harus mengikuti peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku saat ini sebagai pedoman jatuh tempo penyetoran dan/atau pembayaran pajaknya.
Pandangan dan opini dalam artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan atau kebijakan PAJAK.COM.
Comments