Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak
Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak. Sebagaimana pembayaran utang pada umumnya, dalam utang pajak terdapat tanggal jatuh tempo serta sanksi yang menunggu apabila utang tersebut tidak dilunasi dengan tepat waktu. Namun sebagaimana pula utang pada umumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan Wajib Pajak fasilitas atau keringanan untuk dapat mengangsur atau menunda pembayaran utang pajak. Tentu pengangsuran atau penundaan ini memiliki syarat – syarat tertentu yang harus dipenuhi Wajib Pajak.
Disebutkan pada pasal 9 ayat (4) UU KUP, DJP memberikan persetujuan mengangsur atau menunda pembayaran pajak atas dasar permohonan dari Wajib Pajak. Lebih lanjut, diatur pada pasal 20 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 242 tahun 2014 sebagaimana terakhir diubah sebagian dengan PMK nomor 18 tahun 2021, pengangsuran atau penundaan ini dapat diberikan apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga tidak mampu melunasi utang pajak pada waktunya.
Prosedur Pengajuan Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak
Bagaimana prosedur pengajuannya? Disebutkan pada pasal 21 PMK no. 242 tahun 2014 s.t.d.d PMK no. 18 tahun 2021, Wajib Pajak harus mengajukan surat permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak dengan ketentuan:
- Permohonan diajukan paling lama pada saat SPT Tahunan disampaikan, atau sebelum surat paksa disampaikan oleh jurusita pajak untuk permohonan angsuran atau penundaan bagi PBB dan pajak yang masih harus dibayar akibat adanya STP, SKPKB, SKPKBT, SK-Pembetulan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali.
- Disertai alasan dan bukti kesulitan likuiditas atau keadaan di luar kekuasaan yang mendukung permohonan, yakni berupa laporan keuangan interim, laporan keuangan, atau catatan peredaran bruto;
- Surat permohonan harus memenuhi persyaratan yakni:
– Ditandatangani oleh Wajib Pajak, dalam hal ditandatangani selain Wajib Pajak maka harus dilampiri surat kuasa khusus;
– Mencantumkan jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran untuk permohonan mengangsur. Atau jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk ditunda dan jangka waktu penundaan untuk permohonan penundaan.
– Disampaikan secara elektronik atau tertulis;
– Khusus untuk PBB, Wajib Pajak harus tidak memiliki tunggakan PBB tahun sebelumnya dan harus melampirkan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB yang dimohonkan pengangsuran atau penundaan.
Kemudian tidak hanya mengajukan permohonan sebagaimana disebutkan diatas, Wajib Pajak juga perlu memberikan jaminan aset berwujud kepada DJP, dengan ketentuan bahwa aset berwujud tersebut merupakan milik penanggung pajak sendiri yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan, dan tidak sedang dijadikan jaminan atas utang penanggung pajak di tempat lain. Jaminan ini diperlukan untuk memastikan kepatuhan penanggung pajak dalam mengangsur ataupun melunasi pembayaran pajak yang ditunda.
Setelah permohonan diajukan, DJP akan meneliti kelengkapan permohonan dari Wajib Pajak serta mempertimbangkan jaminan yang disampaikan. DJP kemudian akan menerbitkan keputusan dalam jangka waktu 7 hari kerja setelah diterima permohonan. Keputusan ini dapat berupa menyetujui seluruhnya, menyetujui sebagian, atau menolak.
Jangka Waktu Pengangsuran atau Penundaan
Apabila disetujui baik seluruhnya atau sebagian, terdapat jangka waktu maksimal periode angsuran atau penundaan yang diatur dalam pasal 25 PMK no. 242 tahun 2014 s.t.d.d PMK no. 18 tahun 2021, yakni:
– Paling lama 24 bulan sejak diterbitkan keputusan persetujuan untuk permohonan penundaan pajak yang masih harus dibayar atas penerbitan STP, SKPKB, SKPKBT, SK-Pembetulan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali, dengan angsuran paling banyak 1 kali dalam 1 bulan untuk permohonan angsuran pajak yang masih harus dibayar atas penerbitan STP, SKPKB, SKPKBT, SK-Pembetulan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali;
– Paling lama 24 bulan sejak diterbitkan keputusan persetujuan untuk permohonan penundaan pembayaran PBB, dengan angsuran paling banyak 1 kali dalam 1 bulan untuk permohonan angsuran PBB;
– Paling lama sampai dengan batas waktu penyampaian SPT PPh tahun pajak berikutnya untuk permohonan penundaan kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT PPh, dengan angsuran paling banyak 1 kali dalam 1 bulan untuk permohonan pengangsuran atas kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT PPh.
Sanksi Administrasi
Selain harus memerhatikan jangka waktu diatas, Wajib Pajak juga harus memerhatikan sanksi administrasi berupa bunga atau denda yang dikenakan terhadap Wajib Pajak apabila permohonan angsuran atau penundaan disetujui. Hal ini disebutkan pada pasal 19 ayat (2) UU KUP dan pasal 30 PMK no. 242 tahun 2014 s.t.d.d. PMK no. 18 tahun 2021. Sanksi berupa bunga tersebut terbagi menjadi 2 jenis, yakni:
– Untuk pengangsuran atau penundaan berkaitan dengan SPPT, SKP PBB, dan SPT PBB, Wajib Pajak dikenai denda sebesar 2% sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo pembayaran sampai dengan saat pembayaran untuk jangka waktu maksimal 24 bulan;
– Untuk pengangsuran atau penundaan selain yang tidak berkaitan dengan SPPT, SKP PBB, dan STP PBB, Wajib Pajak dikenai sanksi bunga sebesar tarif bunga sesuai KMK yang diterbitkan per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan dikenakan maksimal 24 bulan yang dihitung dari saat jatuh tempo pembayaran sampai dengan saat pembayaran, dengan bagian bulan dihitung penuh 1 bulan.
Contoh soal dan perhitungan
Tuan A menerima SKPKB sebesar Rp3.000.000 yang diterbitkan pada tanggal 13 Januari 2022 dengan batas akhir pelunasan tanggal 12 Februari 2022. Karena adanya kesulitan likuiditas, Tuan A mengajukan permohonan pengangsuran pembayaran SKPKB kepada KPP X dan disetujui. Tuan A diperbolehkan untuk mengangsur dengan jangka waktu 6 bulan sejak 28 Februari 2022. Berapakah jumlah yang harus dibayarkan Tuan A disetiap angsurannya?
(Tarif Bunga KMK yang berlaku saat jatuh tempo pelunasan SKPKB adalah 1,82%)
- Angsuran ke-1
Pokok pajak = Rp600.000
Sanksi bunga = 1,82% x 1 x Rp3.000.000
= Rp54.600
Total = Rp654.600
- Angsuran ke-2
Pokok pajak = Rp600.000
Sanksi bunga = 1,82% x 1 x Rp2.500.000
= Rp45.500
Total = Rp645.500
- Angsuran ke-3
Pokok pajak = Rp600.000
Sanksi bunga = 1,82% x 1 x Rp2.000.000
= Rp36.400
Total = Rp636.400
- Angsuran ke-4
Pokok pajak = Rp600.000
Sanksi bunga = 1,82% x 1 x Rp1.500.000
= Rp27.300
Total = Rp627.300
- Angsuran ke-5
Pokok pajak = Rp600.000
Sanksi bunga = 1,82% x 1 x Rp1.000.000
= Rp18.200
Total = Rp618.200
- Angsuran ke-6
Pokok pajak = Rp600.000
Sanksi bunga = 1,82% x 1 x Rp500.000
= Rp9.100
Total = Rp609.100
Comments