in ,

Memburu Ekonomi Hantu: Bisakah Pajak Menangkap yang Tak Terlihat?

Memburu Ekonomi Hantu
FOTO: IST

Memburu Ekonomi Hantu: Bisakah Pajak Menangkap yang Tak Terlihat?

Pendahuluan

Shadow economy atau ekonomi bayangan merujuk pada aktivitas ekonomi yang tidak tercatat secara resmi tetapi tetap berkontribusi terhadap perputaran ekonomi suatu negara. Fenomena ini menjadi tantangan serius dalam optimalisasi penerimaan pajak dan pengelolaan fiskal. Di Indonesia, ekonomi bayangan diperkirakan memiliki porsi signifikan dalam PDB dan berpotensi mengurangi penerimaan pajak negara (Rezky, 2020; Lestari et al., 2022). Artikel ini membahas faktor penyebab, dampak, serta strategi pemerintah dalam menangani shadow economy demi meningkatkan penerimaan pajak.

Skala Ekonomi Bayangan di Indonesia

Penelitian menunjukkan bahwa shadow economy di Indonesia masih cukup besar. Berdasarkan kajian Lestari et al. (2022), ekonomi bayangan berkontribusi sekitar 25 persen terhadap PDB Indonesia. Studi lain oleh Safuan et al. (2021) mengukur ukuran ekonomi bayangan menggunakan metode Modified Cash to Deposits Ratio (MCDR) dan menemukan bahwa fenomena ini berkembang pada tahap awal perkembangan sektor keuangan sebelum akhirnya menurun seiring meningkatnya akses finansial.

Sementara itu, penelitian Heriqbaldi & Jatmiko (2024) menyoroti bahwa shadow economy juga memiliki keterkaitan dengan investasi langsung asing (FDI). Dalam kondisi regulasi yang ketat atau kurang efektif, sektor informal sering kali menjadi pilihan bagi investor yang ingin menghindari birokrasi yang kompleks.

Baca Juga  DJP Tegas! Wajib Pajak dan Fiskus Diimbau Tolak Gratifikasi Jelang Hari Raya Nyepi dan Idulfitri

Dampak terhadap Penerimaan Pajak

Keberadaan ekonomi bayangan berdampak langsung pada penerimaan pajak negara. Studi Rezky (2020) menunjukkan bahwa shadow economy menyebabkan hilangnya potensi pajak dalam jumlah besar, yang pada akhirnya mengurangi kapasitas pemerintah dalam membiayai layanan publik seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Selain itu, aktivitas ekonomi yang tidak tercatat menciptakan ketidakadilan dalam sistem perpajakan, di mana wajib pajak yang patuh menanggung beban yang lebih besar dibandingkan mereka yang beroperasi secara informal (Lestari et al., 2022).

Faktor Penyebab Shadow Economy

Beberapa faktor utama yang mendorong pertumbuhan shadow economy di Indonesia antara lain:

  1. Regulasi dan Pajak yang Kompleks
    Regulasi yang ketat dan administrasi perpajakan yang rumit sering kali mendorong pelaku usaha untuk tetap berada dalam sektor informal guna menghindari beban pajak yang tinggi (Rezky, 2020; Lestari et al., 2022).
  2. Kurangnya Akses terhadap Sistem Keuangan
    Studi Safuan et al. (2021) menemukan bahwa keterbatasan akses terhadap perbankan dan sistem keuangan formal mendorong pelaku ekonomi untuk tetap berada di sektor informal.
  3. Korupsi dan Persepsi terhadap Pemerintah
    Lestari et al. (2022) mengungkapkan bahwa persepsi masyarakat terhadap tingkat korupsi yang tinggi berkontribusi terhadap meningkatnya shadow economy, karena masyarakat kurang percaya pada pemerintah dalam mengelola pajak dengan baik.
Baca Juga  Pajak Reklame dan Jasa Topang Peningkatan PAD Kota Sukabumi

Strategi Optimalisasi Penerimaan Pajak

Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh shadow economy, beberapa strategi yang dapat diterapkan adalah:

  1. Mendorong Formalisasi Ekonomi
    Pemerintah dapat memberikan insentif pajak bagi usaha kecil dan menengah (UKM) agar mau bertransisi ke sektor formal (Herqibaldi & Jatmiko, 2024).
  2. Simplifikasi Regulasi dan Digitalisasi Pajak
    Implementasi sistem pajak berbasis digital, seperti e-filing dan e-invoice, dapat mempermudah wajib pajak dalam melaporkan dan membayar pajak mereka (Safuan et al., 2021).
  3. Peningkatan Pengawasan dan Penegakan Hukum
    Penguatan kerja sama antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan lembaga keuangan dapat membantu melacak transaksi mencurigakan yang mengindikasikan penghindaran pajak (Lestari et al., 2022).
  4. Edukasi Pajak dan Transparansi Publik
    Pemerintah perlu meningkatkan literasi pajak melalui kampanye edukatif dan memastikan transparansi dalam penggunaan dana pajak untuk membangun kepercayaan masyarakat (Rezky, 2020).

Kesimpulan

Ekonomi bayangan merupakan tantangan signifikan dalam upaya optimalisasi penerimaan pajak di Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan pendekatan komprehensif yang mencakup reformasi regulasi, digitalisasi sistem perpajakan, serta peningkatan literasi pajak dan transparansi penggunaan dana publik. Dengan strategi yang tepat, pemerintah dapat memperluas basis pajak, meningkatkan penerimaan negara, dan menciptakan sistem ekonomi yang lebih adil serta berkelanjutan.

Baca Juga  Bea Cukai Perkuat Ekonomi Lewat Fasilitasi Perdagangan dan Industri

Daftar Pustaka

  1. Heriqbaldi, U., & Jatmiko, S. F. (2024). Shadow Economy: Determinants and Its Impact on Foreign Direct Investment. Jurnal Ilmu Ekonomi Terapan, 9(1), 37-50.
  2. Lestari, D., Hudayah, S., & Busari, A. (2022). Understanding the ‘Shadow Economy’ in SMEs – A Malpractice from Indonesia, 2009-2020. Media Ekonomi dan Manajemen, 37(1), 77-95.
  3. Rezky, N. P. (2020). Kajian Kegiatan Shadow Economy di Indonesia: Sebuah Studi Literatur. Jurnal Akuntansi Bisnis dan Ekonomi, 6(2), 1671-1680.
  4. Safuan, S., Habibullah, M. S., & Sugandi, E. A. (2021). Mitigating the Shadow Economy through Financial Sector Development in Indonesia: Some Empirical Results. Heliyon, 7(e08633).

 

Pandangan dan opini dalam artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan atau kebijakan PAJAK.COM.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *