in ,

Indonesia Bersiap Implementasikan Pajak Minimum Global

Indonesia Bersiap Implementasikan Pajak Minimum Global
FOTO: IST

Indonesia Bersiap Implementasikan Pajak Minimum Global

Indonesia Bersiap Implementasikan Pajak Minimum Global. Perang melawan penghindaran pajak dan erosi basis laba telah menjadi agenda utama badan-badan internasional termasuk the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan the European Commission, serta otoritas pajak lokal selama dekade terakhir.

Upaya OECD untuk melawan keagresifan penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional (MNC) telah dimulai sejak tahun 2013, ketika OECD meluncurkan proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Setelah negosiasi selama bertahun-tahun, OECD merampungkan kerangka kerja dua pilar yaitu Pilar 1 – untuk menetapkan aturan baru mengenai alokasi laba kena pajak dari perusahaan multinasional besar di negara-negara tempat mereka menjual barang dan jasa, sementara Pilar 2 – menetapkan Pajak Minimum Global (Global Minimum Tax/GMT) sebesar 15% atas pendapatan global perusahaan multinasional.

Pajak Minimum Global (Global Minimum Tax/GMT)

Pilar Kedua dari reformasi yang diusulkan OECD berupaya untuk membatasi ‘race to the bottom’ pada pertarungan tarif pajak perusahaan dengan menetapkan tarif Pajak Minimum Global yang telah disepakati yaitu sebesar 15%. Tarif pajak efektif perusahaan multinasional di setiap yurisdiksi tempat grup memiliki anak perusahaan dihitung dengan membagi pajak yang berlaku dengan penghasilan GloBE (penghasilan Global Anti-Base Erosion). Jika perusahaan memiliki tarif pajak efektif kurang dari 15% di yurisdiksi mana pun, perusahaan tersebut akan dikenakan pajak tambahan untuk menutupi selisihnya.

Cakupan perusahaan multinasional yang menjadi subjek Pajak Minimum Global:

  • berlaku untuk perusahaan multinasional besar dengan pendapatan global tahunan sebesar EUR750 juta atau lebih
  • didasarkan pada OECD Global Anti-Base Erosion (GloBE) Model Rules, yang dirancang untuk memastikan perusahaan multinasional membayar pajak minimum yang efektif atas penghasilan yang timbul di setiap yurisdiksi tempat mereka beroperasi.
Baca Juga  IKPI Umumkan Struktur Pengurus Pusat, Prioritas Perjuangkan UU Konsultan Pajak

Tujuan diberlakukannya Pajak Minimum Global adalah untuk mencegah praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan multinasional dengan skema pengalihan laba mereka ke negara-negara dengan pajak rendah atau bahkan nihil, yang dikenal sebagai tax havens.

Pajak Minimum Global membantu mengatasi pengalihan laba dengan mengurangi perbedaan tarif pajak efektif antar yurisdiksi. Sebelum adanya Pajak Minimum Global, perusahaan multinasional dapat mengalihkan labanya dari negara berkembang ke yurisdiksi yang mungkin mengenakan pajak penghasilan badan dengan tarif rendah atau tidak sama sekali. Penerapan Pajak Minimum Global memastikan bahwa terlepas dari yurisdiksi tempat laba dibukukan, pendapatan di yurisdiksi tersebut akan dikenakan pajak minimum 15%. Hal ini secara substansial mengurangi insentif bagi perusahaan multinasional untuk melakukan pengalihan laba karena keuntungan yang didapat jauh lebih sedikit. Berdasarkan OECD Economic Impact Assessment diperkirakan sekitar sepertiga dari keuntungan pendapatan dari Pajak Minimum Global akan muncul karena berkurangnya pengalihan laba (OECD, 2024).

Negara yang telah Mengimplementasikan Global Minimum Tax

Pajak Minimum Global (Global Minimum Tax/GMT) adalah usulan OECD yang telah didukung G20 dan sekarang sudah disepakati oleh lebih dari 140 negara.

Sampai dengan saat ini, terdapat 35 yurisdiksi yang telah menerapkan ketentuan mengenai pajak minimum global. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Ernst & Young (EY) pada Desember 2023, hanya ada enam yurisdiksi yang telah mencapai tahap legislasi final mengenai Pilar 2 yaitu Uni Eropa, Hongaria, Jepang, Mauritius, Korea Selatan, serta Inggris. Sebanyak 29 negara lainnya masih dalam tahap rumusan legislasi, serta negara-negara lainnya termasuk Indonesia baru sebatas rencana.

Baca Juga  Kanwil Bea Cukai Jakarta Beri Izin Kawasan Berikat, Pajak Perusahaan Ini Tidak Dipungut 

Bagaimana dengan penerapan Global Minimum Tax di Indonesia?

Penerapan pajak minimum global di Indonesia akan menjadi sebuah inovasi untuk melindungi basis perpajakan negara. Penerapan tarif pajak minimum, tentunya dapat mengurangi kompetisi pajak dan juga dapat dipastikan mampu membantu menutupi ‘kebocoran pajak’ yang diakibatkan oleh globalisasi.

Penerapan pajak minimum global di Indonesia pada saat ini masih dalam tahap penyusunan aturan teknis, namun secara ketentuan sebenarnya dasar regulasi itu sudah dibuka melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) beserta aturan turunannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022. Dalam Penjelasan Pasal 54 PP 55/2022 telah diatur bahwa “Oleh karena itu, grup perusahaan multinasional yang beroperasi secara internasional setidaknya membayar pajak dengan tarif pajak minimum global yang disepakati dalam perjanjian atau kesepakatan. Dengan demikian grup perusahaan multinasional Indonesia, yang tercakup dalam perjanjian atau kesepakatan, dapat dikenai pajak minimum global di Indonesia berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional tersebut.

Ke depannya, dalam penerapan Pajak Minimum Global ini pemerintah perlu menerbitkan peraturan menteri yang secara khusus mengatur teknis pengenaan Pajak Minimum Global. Pemerintah menargetkan penerapan kebijakan ini bisa dimulai tahun 2025.

Baca Juga  Kanwil DJP Riau Gelar Lomba Cepat Tepat Perpajakan 2024, SMAN 1 Tualang Jadi Juaranya! 

Pemerintah Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk dapat mengenakan pajak penghasilan kepada perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia maupun perusahaan multinasional asal Indonesia yang beroperasi di negara lain. Di lain sisi, penerapan Pajak Minimum Global juga menimbulkan dilema bagi Indonesia maupun negara berkembang lainnya.

Ketentuan pajak minimum global sebesar 15% akan membuat berbagai insentif fiskal yang diberikan pemerintah untuk menarik investasi asing, baik berupa tax allowance dan tax holiday menjadi tidak lagi efektif. Hal tersebut tentunya akan mempengaruhi iklim investasi di Indonesia.

Namun jika menolak menerapkan pajak minimum global, Indonesia juga harus bersiap menanggung konsekuensi kehilangan hak pemajakan atas perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia. Jika tarif pajak efektif atas perusahaan multinasional di Indonesia tidak mencapai 15%, maka negara domisili atau yurisdiksi asal perusahaan itu berhak mengenakan pajak atas selisih tarif tersebut (top-up tax). Dengan demikian, pajak yang dibayarkan perusahaan tersebut akan mengalir ke negara asal, bukan Indonesia.

Oleh karena itu, Indonesia perlu melakukan evaluasi kembali atas kebijakan insentif fiskal yang kini bertentangan dengan ketentuan Pajak Minimum Global. Tantangan kedepannya, Indonesia harus dapat memastikan kesiapan perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia untuk mulai dipunguti pajak penghasilan (PPh) badan.

 

Pandangan dan opini dalam artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan atau kebijakan PAJAK.COM.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *