Menu
in ,

Menguntungkan Investasi Reksa Dana, Emas, atau Kripto?

Pajak.com, Jakarta – Saat ini investasi sudah menjadi salah satu pos anggaran prioritas. Ada beberapa instrumen investasi yang dapat menjadi pilihan, yakni saham, reksa dana, emas, dan aset kripto.

Chief Investment Officer PT Jagartha Penasihat Investasi (Jagartha Advisors) Erik Argasetya mengatakan, pandemi merupakan momentum yang tepat untuk disiplin berhemat dan investasi. Krisis yang terjadi di tahun lalu dapat mengajarkan pentingnya memiliki tabungan atau investasi.

“Pandemi seharusnya membuat masyarakat Indonesia mengubah perilaku konasumtif. Selama hampir setahun kita lebih terbiasa hemat enggak perlu ke restoran, nonton, ngopi. Pandemi adalah momentum bagi masyarakat untuk berinvestasi dan menabung. Tentu tanpa mengorbankan pengeluaran rutin dan mendasar” kata Erik kepada Pajak.com, pada (2/5).

Langkah awal untuk memulai berinvestasi adalah memilih intrumen jenis investasi berdasarkan hasil analisis, kondisi keuangan, dan kebutuhan berinvestasi (jangka pendek atau jangka panjang). Berikut pilihan instrumen investasinya.

Pertama, saham bisa memberikan keuntungan sangat besar untuk investor, keuntungan bisa naik sampai 30 persen dalam sebulan. Namun, menurut Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia Andy Nugroho risikonya juga bisa sangat besar. Saham menjadi kian menarik saat ini karena memiliki pilihan saham dan harga yang beragam. Mulai dari Rp 50 per lembar sampai puluhan ribu saja.

“Saham itu, kan, sekali beli 1 lot atau 100 lembar, misalnya harga saham Rp 1.000 berarti dengan Rp 100.000 kita sudah bisa beli saham. Ini bisa dibilang paling terjangkau,” kata Andy.

Perlu menjadi catatan penting, bahwa masuk ke pasar saham diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang pasar modal. Jika tidak, maka risiko kerugian yang mengintai sangat besar. Penting pula bagi investor untuk mengukur seberapa siap menerima segala bentuk risiko (rugi).

“Misalnya, dari Rp 10 juta ditanya balik berapa yang siap hilang. Itu harus bisa ngukur risiko. Kalau dia bilang siap hilang 100 persen tapi bisa untung 100-200 persen, ya masuk saham. Kalau misalnya dia hanya 10 persen, ya sudah masuk saja ke reksa dana,” jelasnya.

Kedua, reksa dana. Instrumen ini merupakan produk investasi yang dikelola oleh perusahaan manajer investasi (MI). Perusahaan MI akan mengatur dana investasi dengan cermat, sehingga investor tak perlu pusing memilih jenis reksa dana.

Ada berbagai jenis reksa dana, seperti reksa dana pasar uang, pendapatan tetap, campuran, saham, terproteksi, indeks, penjaminan, hingga exchanged traded fund (ETF). Reksa dana dinilai sebagai instrumen investasi yang paling cocok untuk pemula. Sebab memiliki risiko yang rendah, timbal balik yang stabil, dan bebas pajak.

Ketiga, emas. Menurut Andy, emas sangat cocok untuk semua kalangan. Emas mampu memberikan kenaikan yang setidaknya lebih tinggi dari inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Artinya, emas tidak akan tergerus inflasi. Rata-rata kenaikan harga emas bisa mencapai 5-10 persen per tahun. Bahkan, bisa berlipat ganda seperti yang terjadi di era pandemi 2020. Emas Antam sempat menyentuh level Rp 1.065.000 sekitar kuartal II/2020, padahal sebelumnya (kuartal I/2020) masih di sekitar Rp 600.000 per gram. Meskipun saat ini harganya sudah kembali turun, tapi setidaknya tidak kembali ke harga awal.

“Emas itu yang paling mudah diakses dan likuid, bisa beli langsung dan sekarang ada pecahannya lagi. Return-nya juga lumayan masih di atas deposito, masih 6-8 persen per tahun,” tambah Andy.

Emas juga memiliki keunggulan tersendiri karena sangat likuid atau bisa dicairkan kapan saja dan di mana saja. Pemerintah melalui PT Pegadaian (Persero) telah memiliki banyak cabang yang memiliki fasilitas jual-beli emas.

Keempat, bitcoin atau kripto lainnya. Alat investasi ini memang tengah popular di dunia. Harganya melonjak tinggi, tetapi juga seketika terjun bebas. Seperti saham, investor yang memilih instrumen ini harus bersiap menanggung risiko tinggi.

Arnold Poernomo atau tersohor dengan panggilan Chef Arnold mengungkapkan, di tahun 2020 ia memulai membeli aset kripto senilai Rp 50 juta. Kemudian di tahun 2021 asetnya itu tumbuh 40 kali lipat.

“Dari 2017 tidak belajar banyak tetapi saya sudah siap untuk investasi, tetapi kemudian bubble harga aset kripto pecah jadinya saya tidak jadi siap untuk masuk ke investasi aset kripto. Hingga akhirnya ketika pandemi menghantam ekonomi dan pasar keuangan, tetapi aset kripto tetap berkinerja positif, Arnold mulai untuk berinvestasi aset kripto,” kata Arnold, dalam webinar yang diselenggarakan Zipmex bertajuk Bursa Aset kripto, pada akhir April 2021.   

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version