Menu
in ,

BI Luncurkan Sistem Pembayaran BI-FAST Desember 2021

Pajak.comJakarta – Bank Indonesia (BI) akan meluncurkan sistem pembayaran BI-FAST pada pekan kedua Desember 2021, yang pada tahap awal difokuskan untuk layanan transfer kredit individual. Selanjutnya, layanan sistem pembayaran BI-FAST akan diperluas secara bertahap mencakup layanan bulk credit seperti untuk pembayaran gaji, direct debit misalnya untuk pembayaran listrik atau tagihan lainnya, dan request for payment.

Sistem pembayaran baru ini akan menggantikan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Selain itu, sistem pembayaran BI-FAST digadang-gadang akan mendukung konsolidasi industri dan integrasi Ekonomi dan Keuangan Digital (EKD) nasional secara end-to-end.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, kehadiran sistem pembayaran BI-FAST merupakan wujud implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 yang mendukung tercapainya sistem pembayaran yang cepat, murah, mudah, aman, dan andal (CEMUMUAH).

“Implementasi sistem pembayaran BI-FAST juga selaras dengan arah kebijakan BI ke depan di sektor moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah; agar terciptanya ekosistem digital yang integrated, interoperable, dan interconnected,” ucapnya saat taklimat media secara virtual, dikutip Minggu (24/10).

Perry mengemukakan, penetapan batas maksimal nominal transaksi BI-FAST pada implementasi awal ditetapkan sebesar Rp 250 juta per transaksi dan akan dievaluasi secara berkala. Adapun penetapan skema harga sistem pembayaran BI-FAST dari BI ke peserta ditetapkan Rp 19 per transaksi, sementara dari peserta ke nasabah ditetapkan maksimal Rp 2.500 per transaksi, yang akan ditelaah secara berkala. Harga ini sedikit lebih rendah dari skema harga SKNBI yang dipatok Rp 2.900 per transaksi.

“Penetapan batas maksimal nominal transaksi pada sistem pembayaran BI-FAST tersebut mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektivitas, inovasi dan kompetisi, inklusivitas, customer oriented, review berkala, serta keamanan dan mitigasi risiko,” imbuhnya.

Perry tak menampik hal ini akan memangkas pendapatan berbasis komisi bagi perbankan. Namun ia memastikan masyarakat akan lebih diuntungkan karena biaya yang lebih murah, dengan begitu diharapkan akan meningkatkan kuantitas transaksinya.

“Memang pendapatan itu datang berapa banyak volume transaksi dikalikan harganya. Iya pendapatan bagi penyedia akan turun. Penyelenggaranya, kalau diam saja tidak menaikkan volume transaksi, maka pendapatannya jelas turun,” ucapnya.

Untuk itu, ia mengajak pelaku sistem pembayaran dapat memperluas layanannya ke segmen yang belum tergarap. Perry mendorong agar volume harus naik, sebab digital akan terus meningkatkan efisiensi dan meningkatkan volume transaksi.

FOTO: IST

Di sisi lain, ia juga menyebutkan bahwa kepesertaan sistem pembayaran BI-FAST terbuka bagi bank atau lembaga selain bank (LSB), sepanjang memenuhi kriteria umum dan khusus yang telah ditetapkan. Kriteria umum kepesertaan mencakup pemenuhan aspek kelembagaan, aspek kinerja keuangan, dan aspek kapabilitas sistem informasi.

Ada pula kriteria khusus yaitu contribution (kontribusi terhadap EKD), capability (kemampuan permodalan dan likuiditas), collaboration (dukungan terhadap kebijakan BI ke depan), serta champion in readiness (mengukur kesiapan peserta dari sisi people, process, technology dan kesiapan sebagai pengelola dana). Saat peluncuran di Desember mendatang, BI telah menetapkan 22 bank di tahap pertama ini.

“Berdasarkan penilaian terhadap kriteria kepesertaan, komitmen, dan kesiapan calon peserta, termasuk pemenuhan aspek people, process, dan technology, BI menetapkan 22 calon peserta Batch 1,” jelasnya.

Nama bank-bank itu adalah Bank BTN, Bank DBS Indonesia, Bank Permata, Bank Mandiri, Bank Danamon Indonesia, Bank CIMB Niaga, BCA, Bank HSBC Indonesia, Bank UOB Indonesia, Bank Mega, BNI, BSI, BRI, Bank OCBC NISP, BTN UUS (Unit Usaha Syariah), Bank Permata UUS, Bank CIMB Niaga UUS, Bank Danamon Indonesia UUS, BCA Syariah, Bank Sinarmas, Bank Citibank NA, dan Bank Woori Saudara Indonesia.

Sementara calon peserta di tahap kedua yang telah ditetapkan oleh BI dan diimplementasikan pada Januari 2022 adalah Bank KEB Hana Indonesia, BRI Agroniaga, Bank Ina Perdana, Bank Jatim, Bank Multiarta Sentosa, Bank Ganesha, Bank Sahabat Sampoerna, Bank Maspion, Bank Nationalnobu, Bank Jatim UUS.

Selanjutnya Bank Mandiri Taspen, Bank Harda Internasional, Bank Mestika Dharma, Bank OCBC NISP UUS, Bank Digital BCA, Bank Sinarmas UUS, Bank Jateng UUS, Bank Standar Chartered, Bank Jateng, BPD Bali, Bank Papua, dan Kustiodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version