Menu
in ,

Tiga Rekomendasi Transisi Energi Hijau Pertamina di G20

Tiga Rekomendasi Transisi Energi Hijau Pertamina di G20

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyatakan, Forum Task Force Energy, Sustainability, and Climate telah menyiapkan tiga rekomendasi transisi energi hijau yang akan disampaikan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Presidensi G20, di Bali, pada November 2022. Tiga rekomendasi itu menegaskan pentingnya transisi menuju energi hijau untuk menciptakan masa depan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan secara global. Rekomendasi telah disepakati dalam Inception Meeting Business 20 (B20) yang diselenggarakan secara virtual, pada akhir Januari 2022.

“Transisi energi merupakan tantangan bagi semua, namun juga harus dilihat sebagai peluang untuk menciptakan masa depan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan menerapkan skenario dan peta jalan yang kuat, terutama untuk aspek keuangan,” kata Nicke yang juga merupakan Ketua Gugus Tugas Task Force Energy, Sustainability and Climate, dalam keterangan tertulis yang dikutip Pajak.com(5/2).

Ia lantas mengelaborasi ketiga rekomendasi itu. Pertama, mempercepat transisi ke penggunaan energi yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa pemanasan global dibatasi maksimum 1,5 derajat celsius.

“Topik utama yang telah diidentifikasi untuk pengembangan kebijakan adalah pengembangan industri bahan bakar alternatif seputar hidrogen dan bahan bakar nabati,” jelas Nicke.

Kedua, memastikan transisi yang adil dan terjangkau, kerja sama global dalam mitigasi dampak dan dukungan untuk beradaptasi dengan perubahan. Ketiga, kerja sama global dalam peningkatan ketahanan energi untuk rumah tangga dan UMKM sebagai sarana untuk mengakhiri kemiskinan ekstrem dan mempercepat transisi energi ke penggunaan energi yang berkelanjutan.

“Ketiga isu prioritas tersebut akan menjadi dasar penyusunan rekomendasi kebijakan dari Task Force Energy, Sustainability, and Climate dengan mempertimbangkan isu-isu kritis lainnya, seperti penetapan harga karbon, kerja sama global, mata pencaharian, dan pengembangan kelembagaan untuk pembiayaan serta adopsi teknologi,” jelas Nicke.

Menurutnya, energi merupakan kendala yang mengikat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta sangat dibutuhkan bagi pengembangan ekonomi untuk pulih dari dampak pandemi COVID-19

“Saat ini diperlukan satu tindakan yang mendesak dan terfokus untuk menyikapi berbagai kecenderungan global, antara lain laju transisi energi masih tertinggal, perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca antropogenik yang telah menjadi isu kritis serta pertumbuhan ekonomi memanfaatkan konsumsi energi bahan bakar fosil, yang berkontribusi besar atas sebagian besar emisi gas rumah kaca. Transisi perlu dipercepat secara global dengan cara tetap meningkatkan ketahanan dan pemerataan energi untuk menopang pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan ekstrem,” kata Nicke.

Hal senada juga diungkapkan Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Perencanaan Strategis Yudo Dwinanda Priaadi. Menurutnya, Indonesia akan menitikberatkan akses, teknologi, dan pendanaan transisi energi. Ketiga poin ini akan menjadi bahasan utama dalam Energy Transitions Working Group (ETWG)—rangkaian dari Forum G20.

“Untuk akses energi, titik berat diberikan kepada energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, modern untuk semua, leaving no one behind, terutama energi untuk elektrifikasi dan clean cooking. Tapi transisi energi tentu membutuhkan proyek-proyek baru, maka dari itu dibutuhkan pula investasi yang baru, maka pendanaan menjadi topik yang perlu dibahas,” kata yudo.

Ia memastikan, pemerintah memanfaatkan Forum Presidensi G20 untuk mengenalkan skenario Indonesia mencapai net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat yang dituangkan dalam Grand Strategi Energi Nasional (GSEN). Salah satu upaya mencapai target itu, yakni mempercepat pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).

GSEN menargetkan bauran energi dari EBT sebesar 100 persen pada tahun 2060, dengan kapasitas 587 gigawatt (GW), yang mencakup pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 361 GW, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) 83 GW, pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) 39 GW, pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) 35 GW, pembangkit listrik tenaga bioenergi (PLTBio) 37 GW, pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) 18 GW, dan PLT arus laut 13,4 GW.

“Hidrogen juga akan dimanfaatkan bertahap mulai 2031 dan mulai masif pada 2051. Di tahun 2060 ditargetkan hidrogen mencapai 52 GW,” tambah Yudo.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version