in ,

Prabowo Terbitkan Instruksi Presiden Efisiensi Belanja, Perjalanan Dinas Dipangkas 50 Persen

Prabowo Terbitkan Instruksi Presiden
FOTO: IST

Prabowo Terbitkan Instruksi Presiden Efisiensi Belanja, Perjalanan Dinas Dipangkas 50 Persen

Pajak.com, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto terbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang menegaskan efisiensi belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2025. Salah satu langkah konkret dalam kebijakan ini adalah pemangkasan anggaran perjalanan dinas hingga 50 persen.

Kebijakan ini bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran, memastikan efektivitas belanja, serta mengarahkan dana negara kepada sektor yang lebih prioritas, seperti pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur.

Berikut adalah tujuh instruksi utama dalam kebijakan efisiensi belanja negara tahun 2025:

1. Prabowo meminta kementerian/lembaga (K/L) untuk me-review sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dalam rangka efisiensi atas anggaran belanja pada 2025.

2. Pemerintah menetapkan target efisiensi anggaran sebesar Rp306,69 triliun. Rinciannya, Rp256,1 triliun dari belanja K/L dan Rp50,59 triliun dari Transfer ke Daerah (TKD).

Seluruh K/L wajib melakukan peninjauan ulang pengeluaran mereka dan mengurangi belanja operasional serta non-operasional yang tidak prioritas, termasuk perjalanan dinas, pemeliharaan aset, pengadaan alat dan mesin, serta kegiatan seremonial.

Baca Juga  Sri Mulyani: Realisasi Anggaran untuk Diskon Listrik Capai Rp13,6 Triliun

3. Presiden Prabowo mewajibkan para menteri dan pemimpin lembaga untuk mengidentifikasi anggaran yang dapat dihemat sesuai dengan ketentuan Menteri Keuangan (Kemenkeu). Mengurangi belanja operasional dan non-operasional, seperti perjalanan dinas, pemeliharaan, serta bantuan pemerintah. Namun, kebijakan tersebut tidak mengurangi belanja pegawai dan belanja bantuan sosial.

Kemudian, memprioritaskan pengurangan anggaran dari sumber tertentu, seperti pinjaman, hibah, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP-BLU) yang masuk ke kas negara. Melaporkan hasil identifikasi efisiensi kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan mengajukan revisi anggaran dalam bentuk pemblokiran dana ke Menkeu paling lambat 14 Februari 2025.

4. Gubernur dan bupati/wali kota diwajibkan untuk menyesuaikan APBD mereka sesuai kebijakan efisiensi ini dengan melakukan:

  • Pembatasan belanja untuk kegiatan seremonial, seperti kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, seminar, dan focus group discussion (FGD).
  • Pemangkasan belanja perjalanan dinas sebesar 50 persen.
  • Pembatasan belanja honorarium, dengan menyesuaikan jumlah tim dan standar honor yang berlaku.
  • Pengurangan belanja pendukung yang tidak memiliki output yang terukur.
  • Fokus pada alokasi anggaran untuk kinerja pelayanan publik, bukan sekadar pemerataan antar perangkat daerah.
  • Selektif dalam pemberian hibah langsung, baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa kepada K/L.
  • Menyesuaikan belanja APBD yang bersumber dari TKD, sesuai dengan kebijakan efisiensi yang ditetapkan pemerintah pusat.
Baca Juga  Sri Mulyani Sudah Cairkan Rp31,48 Triliun THR untuk ASN Pusat, Daerah, dan Pensiunan

5. Menkeu berperan sebagai pemegang kendali utama dalam menetapkan efisiensi anggaran K/L dengan tugas sebagai berikut:

  • Menentukan besaran efisiensi anggaran masing-masing K/L.
  • Menyesuaikan alokasi dari berbagai sumber, seperti:
  • Dana Bagi Hasil (kurang bayar) sebesar Rp13,90 triliun.
  • Dana Alokasi Umum yang sudah ditentukan penggunaannya sebesar Rp15,67 triliun.
  • Dana Alokasi Khusus Fisik sebesar Rp18,30 triliun.
  • Dana Otonomi Khusus sebesar Rp509,45 miliar.
  • Dana Keistimewaan DIY sebesar Rp200 miliar.
  • Dana Desa sebesar Rp2 triliun.
  • Melakukan revisi anggaran dengan memblokir anggaran yang dianggap tidak prioritas, yang akan dicatat dalam halaman IVA Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

Sedangkan, Menteri Dalam Negeri bertugas untuk memantau implementasi efisiensi belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam pelaksanaan APBD. Serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan efisiensi pengelolaan APBD sesuai dengan Instruksi presiden.

Baca Juga  DJP Klaim “Core Tax” Telah Administrasikan 542 Ribu SPT Masa, Sudah Membaik?

6. Agar kebijakan ini berjalan efektif dan tidak disalahgunakan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bertanggung jawab untuk mengawasi pelaksanaan efisiensi anggaran dan memastikan tidak ada penyimpangan dalam implementasi kebijakan ini.

7. Seluruh instansi pemerintahan diwajibkan untuk menjalankan kebijakan efisiensi anggaran dengan penuh tanggung jawab, dan menjaga tata kelola keuangan negara agar tetap transparan dan akuntabel.

Adapun, Inpres ini mulai berlaku sejak 22 Januari 2025 dan wajib dipatuhi oleh seluruh instansi pemerintah di tingkat pusat maupun daerah.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *