Menu
in ,

Menkeu: Penyebab Masyarakat Semakin Sulit Beli Rumah

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, masyarakat Indonesia akan semakin sulit membeli rumah di tengah gejolak perekonomian global dan pemulihan pascapandemi. Kondisi ekonomi saat ini menyebabkan sejumlah bank sentral meningkatkan suku bunganya yang berimbas ke sektor perumahan. Untuk menyikapi itu, pemerintah berupaya konsisten memberikan program perumahan bersubsidi bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

“Beli rumah mortgage time-nya 15 tahun, di awal hanya berat di suku bunga, principle-nya di belakang. Dengan price rumah dan interest rate yang cenderung naik dengan inflasi tinggi, masyarakat semakin sulit membeli rumah. Indonesia demografinya relatif muda, mereka akan berumah tangga, tetapi mereka can’t afford untuk mendapatkan rumah. Purchasing power dibandingkan harga rumah, lebih tinggi (harga rumahnya),” ujar Sri Mulyani dalam pembukaan Securitization Summit 2022, dikutip Pajak.com (8/7).

Ia mengungkapkan, Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, berencana mengumumkan kenaikan suku bunga dalam waktu dekat, menyusul tingginya inflasi akibat lonjakan harga kebutuhan pangan. Inflasi ini akhirnya memantik kenaikan bahan baku untuk membangun rumah. Di sisi lain, harga tanah sebagai bahan pokoknya mengalami tren kenaikan yang berkelanjutan, terutama di perkotaan. Dengan demikian, naiknya suku bunga berimplikasi pada Kredit Pemilikan Rumah (KPR), sehingga masyarakat semakin kesulitan untuk membeli rumah.

“Pemerintah memastikan akan berfokus menggunakan keuangan negara untuk membantu masyarakat berpendapatan rendah agar bisa membeli rumah. Ini mencerminkan prinsip keadilan dalam penggunaan keuangan negara. Karena tidak semua masyarakat Indonesia memiliki kemampuan daya beli yang sama, termasuk mengenai pembelian rumah. Yang kita perlu address untuk pembangunan Indonesia yang semakin berkeadilan adalah equality-nya makin baik, yaitu mereka yang can’t afford bisa dibantu melalui berbagai instrumen,” tutur Sri Mulyani.

Secara konkret, program pemerintah untuk mendorong masyarakat agar memiliki rumah, antara lain melalui pemberian Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Pemerintah menargetkan 200 ribu unit rumah akan mendapat subsidi FLPP pada 2022 dengan alokasi anggaran mencapai Rp 19,1 triliun. Sementara, sepanjang 2010 hingga semester I-2022, pemerintah telah memberikan subsidi bagi 1,38 juta rumah dengan total pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp 85,7 triliun.

Di sisi lain, Sri Mulyani mengakui, pandemi telah membuat sektor perumahan semakin terpuruk. Tecermin dari penurunan pertumbuhan kinerja yang selama dua tahun. Pada 2019, pertumbuhan sektor perumahan 11,84 persen, lalu menurun 4,34 persen di 2020. Namun, sepanjang 2021 sedikit mengalami perbaikan dengan pertumbuhan 5,74 persen.

“Sebelum terjadi pandemi, sektor perumahan memang menjanjikan dengan kontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) hingga 13 persen. Meski begitu, harga rumah masih terlalu tinggi terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Sehingga jauh sebelum pandemi sektor ini sudah memiliki masalahnya tersendiri,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara juga memastikan, pemerintah terus mendukung sekuritisasi di sektor perumahan Indonesia. Pemulihan sektor perumahan akan menjadi prioritas, mengingat kegiatan ekonomi dari sektor ini sangat krusial untuk dapat mendorong pemulihan ekonomi ke depan.

“Saya ingin memastikan bahwa sektor perumahan akan terus didukung oleh pemerintah, terutama sektor perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Dan, sekuritisasi adalah salah satu solusi yang dapat mengurangi risiko maturity mix match yang dapat terjadi dalam pembiayaan jangka panjang, seperti sektor perumahan. Sekuritisasi dapat menciptakan nilai dengan mengurangi biaya perantara dan meningkatkan peluang untuk berbagi risiko dan diversifikasi risiko,” jelas Suahasil.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version