Menu
in ,

LPEM FEB UI Berharap BI Pertahankan Suku Bunga Acuan

LPEM FEB UI Berharap BI Pertahankan Suku Bunga Acuan

FOTO : IST

Pajak.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) akan mengadakan rapat dewan gubernur selama dua hari ke depan. Lembaga Penyelidikan dan Ekonomi Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menyarankan agar BI mempertahankan suku bunga acuan 3,50 persen demi mendukung pemulihan ekonomi nasional.

“Kami berpandangan bahwa Bank Indonesia perlu mempertahankan suku bunga acuan pada 3,50 persen untuk menjaga stabilitas keuangan dan nilai tukar sambil mendukung pemulihan ekonomi,” jelas Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.comSenin (19/4).

Selain itu, Riefky menganalisis, tekanan pada perekonomian eksternal masih tetap tinggi. Akhir Maret 2021, rupiah terdepresiasi menjadi Rp 14.572 dollar AS atau turun 2,41 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan mencapai level terendah sejak November 2020.

“Pelemahan rupiah terutama didorong oleh sektor eksternal, seiring dengan penandatanganan stimulus fiskal sebesar 1,9 triliun dollar AS oleh Presiden Biden dalam sebulan terakhir. Selain itu, awal bulan ini, Biden juga meluncurkan rencana belanja infrastruktur senilai 2 triliun dollar AS yang sebagian besar akan dibiayai oleh kenaikan pajak perusahaan,” kata Riefky.

Ekspektasi pertumbuhan ekonomi juga dinilai lebih tinggi sebagai hasil dari implementasi program vaksinasi Amerika Serikat (AS), yaitu sekitar 39 persen populasi telah menerima setidaknya satu dosis vaksin. Lalu, angka inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan sebesar 0,6 persen pada Maret 2021.

Dari sisi pasar modal, Riefky menilai, berita ekonomi yang positif akan meningkatkan profil risiko investor dan memicu aksi jual obligasi pemerintah. Dengan demikian, imbal hasil akan berada pada level yang lebih tinggi.

“Hal ini berlaku selama paruh kedua Maret 2021 ketika imbal hasil surat utang pemerintah Amerika Serikat tenor 10 tahun naik ke 1,8 persen, level tertinggi sejak Januari 2020,” jelasnya.

Lebih lanjut peningkatan imbal hasil surat utang pemerintah AS bertenor 10 tahun itu menggeser minat investor untuk instrumen safe-haven. Hal ini mendorong investor menarik modal keluar dari pasar negara berkembang.

“Akibatnya, dollar menguat dan terjadi peningkatan imbal hasil obligasi pemerintah, di mana imbal hasil obligasi 10 tahun naik 22 bps (basis point) menjadi 6,81 persen pada akhir Maret 2021 dibandingkan dengan 6,59 persen pada akhir Februari 2021,” kata Riefky.

Faktor pemulihan ekonomi domestik juga dapat dilihat dari tingkat inflasi dalam negeri. Menurutnya, saat ini inflasi belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi pada Maret 2021 berada pada angka 1,37 persen atau sedikit lebih rendah dibandingkan angka bulan sebelumnya, yakni sebesar 1,38 persen. Sementara itu, inflasi bulanan tercatat pada 0,08 persen  pada Maret 2021 atau lebih rendah dibandingkan tingkat inflasi bulanan pada periode sebelumnya yakni 0,10 persen.

Namun, tren pemulihan domestik yang berlanjut semakin memperbesar momentum potensi pemulihan ekonomi. Hal itu terlihat dari indeks keyakinan konsumen (IKK) yang terus mengalami peningkatan pada bulan Maret 2021 ke level 93,4 dari 85,8 pada Februari 2021. Beberapa kebijakan seperti penerapan insentif dinilai terbukti berpengaruh dalam meningkatkan IKK.

Berdasarkan data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan dari pabrik ke dealer atau secara grosir pada Maret 2021 mencapai 84.910 unit atau meningkat 72,6 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

“Penerapan insentif pajak penjualan atas barang mewah atau PPnBM (pajak penjualan atas barang mewah) untuk mobil baru terbukti efektif mendongkrak penjualan produk otomotif sepanjang Maret 2021,” kata Rieky.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version