Menu
in ,

JNE Bangun Gudang Sortir Robotik, Efisiensi Biaya Logistik

Pajak.com, Jakarta – PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) tengah membangun gudang sortir robotik pertama seluas 40.000 meter persegi di dekat Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta, Tangerang, Banten. Investasi ini diharapkan mampu menurunkan ongkos logistik di tengah pesatnya pengiriman dan transaksi on-line.

Vice President Marketing JNE Eri Palgunadi mengungkapkan, sekitar 40 persen paket pengiriman beredar di Pulau Jawa, khususnya Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). Dengan demikian, perusahaan yang telah memiliki 8.500 titik keagenan ini merasa penting untuk membenahi hambatan yang terjadi di sana.

“Kita membenahi bottleneck di Pulau Jawa—Jabodetabek. Berharap gudang sortir robotik punya kontribusi menurunkan 24 persen ongkos logistik. Selama 31 tahun JNE berkontribusi memperbaiki logistik Indonesia, kerja sama dengan UMKM (usaha mikro kecil menengah),” kata Eri dalam webinar bertajuk Geliat e-Commerce dan Logistik sebagai Penopang Ekonomi di Tengah Pandemi, pada (7/7).

Menurutnya, JNE menganalisis, daya beli masyarakat saat ini cenderung lebih baik dibandingkan pada masa awal pandemi Covid-19 tahun 2020. Oleh karena itu, perusahaan yang memiliki karyawan sekitar 40 ribu ini semakin optimistis dapat membangun ekosistem logistik Indonesia dengan lebih baik.

“Saya ingin kasih gambaran dulu, betapa sulitnya Indonesia sebagai negara kepulauan mengembangkan (logistik). Angka 24 persen (ongkos logistik) itu sebenarnya masih cukup besar untuk Indonesia. Tetapi kita juga tidak bisa apple to apple dengan misalnya Malaysia yang kebanyakan darat (jalur logistik)—dari utara sampai ke bawah—Johor, kebanyakan darat. Kita tidak bisa juga samakan dengan Cina, meskipun luas, tapi teknologi kuat, sehingga mereka bisa cepat sekali membangun infrastruktur jalan tol,” kata Eri.

Ia menilai, Filipina merupakan negara yang memiliki tantangan pengembangan logistik hampir serupa dengan Indonesia.

“Di sana sebelah utara lebih develop secara infrastruktur, tetapi makin ke selatan tidak cukup ter-develop secara infrastruktur. Indonesia, baratnya cukup terhubung, sehingga bisa sampai satu hari (pengiriman barang) dari Jakarta sampai ke Bali. Maka, jangan heran UMKM menjual pempek yang masuk ke Jakarta bisa 5 ton setiap harinya. Tapi kalau lihat semakin ke Timur, dari Mataram, tantangannya semakin sulit,” ungkapnya.

Di kesempatan yang sama, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, pesatnya perkembangan ekonomi digital dapat menekan rasio biaya logistik nasional terhadap total produk domestik bruto (PDB).

“Rasio logistik terhadap PDB Indonesia sempat menyentuh 26 persen pada 2014. Angka ini perlahan turun menjadi 23 persen seiring dengan pembangunan infrastruktur penghubung di berbagai pulau. Pada 2019 kami hitung turun, tetapi tidak signifikan dan menjadi 23 persen karena ada jalanan yang belum difinalisasi,” ungkap Lutfi.

Jika proses pembangunan rampung, ia optimistis rasio biaya logistik bisa ditekan menjadi 16 persen pada 2024. Akan tetapi, syaratnya harus ada hilirisasi ekonomi digital. Sebab kemajuan industri logistik tidak bisa dilepaskan dari kemapanan pengembangan ekonomi digital.

“Kami hitung dengan adanya hilirisasi digital ekonomi, kita akan sejajarkan dengan Malaysia yakni antara 13 sampai 14 persen. Rasio ongkos logistik ke PDB akan berkurang karena dihubungan dengan platform digital,” kata Lutfi.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version