Menu
in ,

Indikator Perbaikan Perekonomian Domestik

Pajak.com, Jakarta – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan,perbaikan ekonomi domestik, perekonomian global berpotensi tumbuh lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya sebesar 5,1 persen meskipun belum berjalan seimbang dari satu negara ke negara lain.

Sejumlah indikator dini pada Februari lalu mengonfirmasi perbaikan ekonomi global yang lebih kuat seperti Purcashing Manager’s Index (PMI) manufaktur, keyakinan konsumen, serta penjualan ritel yang terus meningkat.

“Sejalan dengan perbaikan ekonomi global tersebut, volume perdagangan dan harga komoditas dunia terus meningkat, sehingga mendukung perbaikan kinerja ekspor negara berkembang, termasuk Indonesia,” ungkapnya pada Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) Maret 2021 yang dikutip Pajak.com, Senin (22/3).

Perry juga menyebut bahwa perekonomian domestik diprakirakan berlanjut, diakselerasi oleh pemulihan ekonomi global, implementasi vaksinasi, dan sinergi kebijakan nasional.

Perkembangan sejumlah indikator seperti kinerja ekspor, ekspektasi konsumen, penjualan eceran, dan PMI manufaktur pada Februari lalu mengindikasikan perbaikan yang terus berlangsung; di tengah mobilitas masyarakat yang meningkat, sejalan dengan masih diberlakukannya pembatasan di sejumlah wilayah.

“Akselerasi program vaksin nasional dan disiplin dalam penerapan protokol Covid-19 diharapkan dapat mendukung proses pemulihan ekonomi domestik. Selain itu, untuk mendorong permintaan domestik lebih lanjut, sinergi kebijakan ekonomi nasional terus diperkuat,” imbuhnya.

Sinergi kebijakan perbaikan ekonomi domestik yang dimaksud mesti mencakup lima aspek yakni pembukaan sektor-sektor produktif dan aman, akselerasi stimulus fiskal, penyaluran kredit perbankan dari sisi permintaan dan penawaran, berlanjutnya stimulus moneter dan makroprudensial, serta percepatan digitalisasi ekonomi dan keuangan khususnya terkait pengembangan UMKM.

“Sejalan dengan kebijakan moneter akomodatif Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan fiskal pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional (PEN), kondisi likuiditas di perbankan dan pasar keuangan tetap longgar,” ujarnya.

Lebih lanjut dikatakan, sinergi ekspansi moneter BI dengan akselerasi stimulus fiskal pemerintah, diperkuat dengan pembelian surat berharga negara (SBN) oleh BI di pasar perdana. Besarnya pembelian SBN hingga 16 Maret lalu mencapai Rp 65,03 triliun.

Atas dasar pertimbangan berbagai asesmen dari perekonomian global dan domestik tersebut, Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25 persen. Keputusan itu konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah dan stabilitas tukar rupiah yang terjaga.

“Ke depan, untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional lebih lanjut, Bank Indonesia lebih mengoptimalkan kebijakan makroprudensial akomodatif, akselerasi pendalaman pasar uang, dukungan kebijakan internasional, serta digitalisasi sistem pembayaran,” jelasnya.

Disebutkan juga bahwa BI menempuh langkah-langkah kebijakan sebagai tindak lanjut sinergi kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam Paket Kebijakan Terpadu untuk Peningkatan Pembiayaan Dunia Usaha.

“Penurunan suku bunga kebijakan moneter dan longgarnya likuiditas mendorong suku bunga terus menurun, meskipun penurunan suku bunga kredit perbankan perlu terus didorong. Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) bank-bank BUMN diperkirakan akan menurun sejalan dengan rencana penurunan yang telah diumumkan.

Perry berharap, bank-bank lain juga dapat mempercepat penurunan suku bunga kredit, sebagai upaya bersama untuk mendorong kredit atau pembiayaan bagi dunia usaha dan PEN.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version