Menu
in ,

Cara Hindari “Flexing Marketing” dalam Berbisnis

Pajak.com, Jakarta – Dalam beberapa waktu terakhir, fenomena flexing kian marak terjadi dan mayoritas digunakan untuk tindak kejahatan kriminal. Secara etimologi, flexing memiliki arti pamer. Makna ini semakin diperluas dengan kemunculan istilah baru bernama flexing marketing. Artinya, para pelaku usaha mempromosikan jasa atau layanan dengan berbohong, berlebihan, di luar konteks.

Flexing marketing sengaja dilakukan agar dapat mencuri perhatian masyarakat, mencari tahu apa dan bagaimana produk dan jasa itu. Memang, tidak ada salahnya menarik konsumen sebanyak-banyaknya. Namun, akan menjadi negatif bila akhirnya pelaku usaha menipu pembeli atau konsumennya. Sebagai contoh, produk kecantikan atau kesehatan yang tidak berizin menutupi kekurangannya dengan menampilkan brand ambassador perempuan berkulit putih, bugar, dan crazy rich. Produk itu melakukan flexing marketing dengan memamerkan segala kesempurnaan brand ambassador. Hingga akhirnya, banyak masyarakat membeli produk, bahkan berbondong-bondong ingin berinvestasi di perusahaan kecantikan itu.

Istilah flexing marketing belum ditemukan di buku pemasaran atau perilaku konsumen. Namun, banyak pakar berpendapat, flexing marketing mendekati istilah conspicuous consumption—jika diterjemahkan, artinya konsumsi untuk pamer. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Thorstein Veblen pada 1899 yang disebut sebagai the theory of the leisure class, yakni mengacu pada praktik konsumsi kompetitif dan boros, serta aktivitas waktu luang yang bertujuan menunjukkan keanggotaan pada kelas sosial lebih tinggi. Dalam teorinya, Veblen mempertanyakan pandangan ekonomi neoklasik konvensional dan menghasilkan teori awal mengenai konsumsi yang digerakkan oleh status (status-driven consumption). Veblen menyimpulkan, permintaan konsumen untuk barang dan jasa berasal bukan karena kualitas, melainkan dari kebutuhan untuk membangun jejaring sosial dan meniru kelas sosial-ekonomi yang lebih tinggi.

Apakah praktik flexing marketing salah? tentu, apalagi perusahaan terbukti menipu atau membuat banyak orang kehilangan nyawa karena produk Anda. Belajar dari kasus Indra Kenz yang memamerkan hartanya untuk menipu banyak orang untuk berinvestasi di aplikasi Binomo—platform yang tidak berizin. Kini ia dijerat dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), asetnya disita dan terancam dimiskinkan. Kita juga bisa mengambil pelajaran dari beberapa kasus kriminal yang menjerat pengusaha produk kecantikan ilegal.  

Untuk itu, Pajak.com telah mengulik informasi dari pelbagai pakar bisnis untuk memberi cara dalam menghindari flexing marketing. Berikut caranya:

  • Tawarkan produk dan jasa berbasis edukasi

Tarik simpati calon pembeli dengan teknik marketing edukatif. Misalnya, Anda merupakan penjual makanan organik dan sehat. Anda bisa melakukan marketing dengan membuat konten di media sosial yang berkaitan dengan manfaat hidup sehat dan pentingnya asupan bergizi bagi tubuh. Branding produk dengan fokus.

  • Fokus tingkatkan kualitas

Daripada mengeluarkan bujet untuk flexing marketing, baiknya Anda fokus mengucurkan anggaran peningkatan kualitas produk dan jasa. Dengan begitu, bisnis Anda akan lebih kredibel, baik kualitas, kapabilitas, atau kekuatan. Sebagai contoh, Anda menjual ayam bakar, Anda bisa dapat meningkatkan kualitas bahan-bahan yang digunakan, seperti ayam segar, sambal yang sesuai dengan selera mayoritas masyarakat Indonesia. Tingkatkan pula cara pengemasan produk sehingga makanan dapat diterima dengan baik oleh konsumen.

  • Gunakan teknik “marketing” yang substantif 

Ada baiknya, pelaku bisnis menggunakan teknik marketing yang relevan dengan bidang usaha. Contohnya, bekerja sama dengan influencer atau pakar yang berkaitan dengan bisnis. Sebagai gambaran, bisnis pakaian. Anda bisa menggandeng influencer atau pengamat fesyen untuk mengulas atau mempromosikan produk pakaian. Bila bisnis Anda berkecimpung di dunia kuliner, Anda bisa menjalin kerja sama dengan para youtuber makanan. Minta review dari mereka secara jujur atau menarik, sehingga produk Anda akan semakin dipercaya oleh masyarakat.

  • Tidak perlu memamerkan kekayaan pribadi

Bila tiga poin sebelumnya dilakukan dengan optimal, Anda tidak perlu bersusah payah melakukan flexing kekayaan pribadi. Tidak perlu memberitahu total pendapatan dari berbisnis atau jumlah keuntungan dari usaha Anda di media sosial. Namun, bila Anda merasa harus memberi informasi mengenai hasil penjualan sebagai bagian dari meningkatkan kredibilitas, disarankan untuk tetap menyelipkan unsur edukasi kepada masyarakat. Tekankan, bahwa kesuksesan membutuhkan proses yang panjang dan tidak mudah.

Perlu ditekankan, menghindari flexing marketing dalam berbisnis bukan semata-mata untuk melindungi konsumen, namun demi menjaga dan meningkatkan usaha Anda.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version