BPS: Indonesia Alami Deflasi 0,76 Persen per Januari 2025
Pajak.com, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia alami deflasi sebesar 0,76 persen pada Januari 2025 secara month to month (mtm). Penurunan harga jasa dan barang ini mencerminkan turunnya Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,80 pada Desember 2024 menjadi 105,99 pada Januari 2025.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa, angka deflasi Januari 2025 ini berlaku baik secara bulanan maupun tahun kalender (year to date/ytd) karena pembandingnya adalah bulan yang sama. Sementara itu, dalam skala tahunan (year on year/yoy) Indonesia masih mencatatkan inflasi sebesar 0,76 persen dibandingkan Januari 2024.
“Terjadi deflasi sebesar 0,76 persen atau terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 106,80 pada Desember 2024 menjadi 105,99 pada Januari 2025,” kata Amalia dalam konferensi pers pada Senin (3/2/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Amalia menjelaskan bahwa penyebab utama deflasi Januari 2025 adalah turunnya harga pada kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, yang mengalami penurunan sebesar 9,16 persen dan memberikan andil deflasi sebesar -1,44 persen.
Menurut Amalia, komoditas yang paling dominan dalam kelompok ini adalah tarif listrik, yang berkontribusi terhadap deflasi sebesar 1,47 persen. Selain itu, beberapa komoditas lain turut menyumbang deflasi, seperti tomat dengan andil deflasi -0,03 persen, ketimun, tarif kereta api, dan tarif angkutan udara yang masing-masing berkontribusi -0,01 persen.
Di sisi lain, ada beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga sehingga tetap memberikan tekanan inflasi. Cabai merah dan cabai rawit menjadi penyumbang inflasi terbesar dengan andil masing-masing sebesar 0,19 persen dan 0,17 persen. Selain itu, ikan segar, minyak goreng, dan bensin juga mengalami kenaikan harga sebesar 0,03 persen.
Secara historis, inflasi dan deflasi di Indonesia menunjukkan pola yang fluktuatif. Pada Desember 2024, inflasi tercatat sebesar 0,44 persen, sebelum akhirnya mengalami deflasi pada Januari 2025. Sebelumnya, deflasi juga terjadi pada September 2024. Tren ini menunjukkan bahwa harga-harga di beberapa sektor masih cukup dinamis, terutama dalam sektor perumahan dan bahan makanan, yang memiliki pengaruh besar terhadap perubahan inflasi atau deflasi secara keseluruhan.
“Deflasi bulanan pada Januari 2025 ini merupakan deflasi pertama setelah terakhir kali terjadi di September 2024,” imbuhnya.
Menurut wilayah, deflasi juga terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Dari 38 provinsi, sebanyak 34 provinsi mengalami deflasi, sementara hanya 4 provinsi yang mengalami inflasi. Inflasi tertinggi tercatat di Kepulauan Riau sebesar 0,43 persen, diikuti oleh Papua Pegunungan sebesar 0,23 persen. Sementara itu, deflasi terdalam terjadi di Papua Barat, yang mencatatkan penurunan harga hingga 2,29 persen.
Lebih rinci, di Pulau Sumatra, inflasi tertinggi terjadi di Kepulauan Riau sebesar 0,43 persen, sedangkan deflasi terdalam terjadi di Kepulauan Bangka Belitung dengan -0,85 persen. Di Pulau Jawa, deflasi paling kecil terjadi di DI Yogyakarta sebesar -0,35 persen, sementara DKI Jakarta mengalami deflasi terdalam sebesar -1,50 persen.
Wilayah Kalimantan juga mengalami deflasi, dengan Kalimantan Tengah mencatatkan deflasi terendah sebesar -0,54 persen, sementara Kalimantan Utara mengalami deflasi terdalam sebesar -1,35 persen. Tren serupa terjadi di Sulawesi, di mana Sulawesi Selatan mencatat deflasi terendah sebesar -0,75 persen, sedangkan Gorontalo mengalami deflasi terdalam sebesar -1,64 persen.
Di wilayah timur Indonesia, deflasi paling dalam terjadi di Papua Barat sebesar -2,29 persen, menjadikannya daerah dengan penurunan harga tertinggi di Indonesia pada Januari 2025. Sebaliknya, Papua Pegunungan masih mencatatkan inflasi sebesar 0,23 persen, menjadikannya satu dari sedikit daerah yang mengalami kenaikan harga bulan ini.
Comments