Menu
in ,

Asparnas: Mudik Dilarang, Industri Pariwisata Gagal Panen

Pajak.com, Jakarta – Asosiasi Pariwisata Nasional (Asparnas) menilai kebijakan pelarangan mudik dipastikan akan semakin menekan industri pariwisata. Padahal, seharusnya liburan Idulfitri dapat menjadi momentum untuk memulihkan pariwisata nasional dari dampak Covid-19.

Ketua Umum Asosiasi Pariwisata Nasional (Asparnas) Ngadiman menuturkan, kebijakan pelarangan mudik di luar ekspetasi para pelaku industri pariwisata. Pasalnya, selama satu tahun mereka sudah berupaya untuk bertahan di tengah badai pandemi. Banyak dari pelaku usaha telah menyiapkan sarana penunjang pariwisata demi menyambut libur Idulfitri. Sebab okupansi hotel saat musim mudik bisa mencapai lebih dari 100 persen. Sementara kenaikan kunjungan wisata berpotensi sebesar 10-25 persen.

“Dampaknya sudah terlihat. Semua hotel dan tiket penerbangan mulai menerima banyak pembatalan kunjungan. Dari tanggal 6-25 April sudah tidak ada yang masuk ke tempat pariwisata. Tambah susah, seharusnya industri pariwisata panen setelah setahun tiarap, tapi malah justru seperti ini,” ungkap pria yang hangat disapa Adi ini, kepada Pajak.com, melalui telepon, pada (25/4).

Di sisi lain, pelaku industri memahami, pelarangan mudik merupakan kebijakan yang terpaksa diterapkan pemerintah demi menekan penularan Covid-19. Apalagi berkaca dari tingginya kasus yang terjadi di India.

Asparnas mengusulkan, supaya pemerintah mengeluarkan beberapa insentif bagi industri pariwisata. Pertama, pemberian insentif bagi masyarakat lokal yang ingin menginap di kawasan wisata. Seperti diketahui, kendati pemerintah melarang mudik, kawasan wisata masih dapat beroperasi.

“Masih ada potensi wisatawan dari masyarakat lokal (sekitar). Subsidi harga tiket (transportasi umum), hotel, penginapan yang diharapkan turun tidak terjadi. Padahal itu bisa menarik orang lokal setempat untuk sekali-kali coba juga menginap sambil berwisata. Tapi harganya disubsidi, diskon, misal 50 persen. 50 persen itu ditanggung pemerintah, seperti di Thailand, Vietnam,” kata Adi.

Ia yakin, kebijakan itu dapat menarik wisatawan daerah setempat untuk berlibur bersama keluarga. Thailand dan Vietnam bahkan telah melakukan subsidi harga tiket dan penginapan bagi turis (domestik dan mancanegara) sebelum Covid-19. Tak heran jika kedua negara itu menjadi salah satu destinasi favorit para turis.

“Misalnya, di Laboan Bajo tidak hanya dikunjungi oleh masyarakat Manggarai Barat dan Manggarai Timur (kabupaten). Mungkin orang-orang dari Rote, zona lokal, bisa coba wisata lengkap penginapan, fasilitas wisata. Karena kita tidak mungkin menerima wisatawan dari Jakarta, Bali, Yogyakarta, kan. Kita optimalkan wisatawan lokal setempat dalam lingkup kabupaten dan kecamatan,” kata Direktur Utama PT Dtur Pesona Indonesia ini.

Kedua, insentif pemberian tunjangan hari raya (THR) bagi karyawan yang bekerja di industri pariwisata. Sebab menurut Adi, pengelola kawasan pariwisata, berpotensi besar tidak memiliki pemasukan yang optimal. Tak bisa dipungkuri daya beli pemudik lebih besar dibandingkan dengan masyarakat setempat ketika berwisa

Selain itu, Adi berharap aturan pembatasan yang dikeluarkan mampu menciptakan level playing field. Sebab ia menemukan masih banyak restoran atau fasilitas hiburan yang bebas menerima tamu tanpa adanya protokol kesehatan.

“Bukannya kita ngiri, ya. Artinya tidak ada keadilan yang sama terhadap aturan. Ada klub yang nyaru sebagai restoran. Banyak anak-anak nongkrong, begitu ramai. Sementara kita (industri pariwisata) sangat dibatasi,” katanya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version