Menu
in ,

Wajib Pajak Bisa Cicil Laporan Harta dalam PPS

Wajib Pajak Bisa Cicil

FOTO: Aprilia Hariani

Pajak.com, Jakarta – Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yon Arsal menyarankan agar Wajib Pajak mencicil laporan harta atau aset dalam Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Jangan menunggu sampai semua dokumen atau kelengkapan aset terkumpul, sehingga memakan waktu yang lama. Mengingat PPS akan berakhir 30 Juni 2022.

“Kami ingin mengingatkan kalau para Wajib Pajak menunggu sampai akhir bulan, misal mengisi 30 Juni, tiba-tiba ada aset yang ketinggalan belum dilaporkan, maka Wajib Pajak sudah tidak punya kesempatan yang lain. Jadi kami mengimbau, tidak perlu nunggu sampai lengkap. Mau sepuluh kali sehari (mengungkapkan data PPS) juga boleh. Misalnya, asetnya ada 100 item dan dokumennya baru terkumpul 10, yaudah laporin dulu, besok laporin lagi, itu lebih aman. Daripada Wajib Pajak menunggu sampai akhir bulan, dan masih ada aset yang ketinggalan,” jelas Yon dalam Media Briefing bertajuk Perkembangan Data Penerimaan Pajak Terkini dan Program Pengungkapan Sukarela, di Jakarta Selatan (27/5).

Ia juga memastikan, sesuai peraturan perundang-undangan, DJP akan menindaklanjuti aset atau harta yang terlupa atau tidak seluruhnya disampaikan melalui PPS. Seperti diketahui, DJP dapat membandingkan data yang disampaikan Wajib Pajak dengan data yang diakses otomatis dari perbankan, sesuai dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Aturan teknis tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 Tahun 2018 sebagai Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Selain lembaga perbankan, DJP juga mempunyai akses data terhadap lembaga asuransi, pasar modal, dan lembaga keuangan lainnya. Di dalamnya meliputi rekening keuangan di bank, asuransi, saham, surat berharga, termasuk bagi perusahaan efek dan aset-aset keuangan lainnya.

Melalui UU Nomor 9 Tahun 2017, DJP juga bisa menerima data dan informasi terkait perpajakan dari otoritas pajak di pelbagai negara melalui mekanisme automatic exchange of information (AEOI). Dengan demikian, Wajib Pajak yang membuka rekening di negara lain akan bisa terlacak secara langsung oleh otoritas pajak negara asalnya.

Yon menyebutkan, hingga 27 Mei 2022, sebanyak 51.682 Wajib Pajak dengan 60.179 surat keterangan telah mengikuti PPS. Nilai pengungkapan harta yang sudah mencapai Rp 103,3 triliun. Untuk deklarasi dari dalam negeri diperoleh Rp 89,2 triliun, sedangkan deklarasi dari luar negeri mencapai Rp 7,5 triliun. Kemudian, jumlah harta yang akan diinvestasikan ke instrumen surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 6,49 triliun.

“Alhamdulillah, peserta PPS kita dari hari ke hari semakin menunjukkan peningkatan. Sampai dengan per hari ini kita sudah mengumpulkan banyak peserta yang ikut kurang lebih 51 ribu Wajib Pajak, PPh (Pajak Penghasilan) yang disetorkan sudah Rp 10,3 triliun,” ungkap Yon.

Ia juga menjelaskan, Wajib Pajak yang ikut PPS tidak perlu langsung memindahkan hartanya ke Indonesia. Wajib Pajak masih memiliki waktu untuk pengalihan harta ke Indonesia hingga akhir September 2022.

“Masih ada waktu tiga bulan sampai September kalau asetnya ada di luar negeri. Maka itu masih punya waktu tiga bulan untuk membawa pulang ke Indonesia,” kata Yon.

Ia mengingatkan, pemerintah sudah menyiapkan Surat Berharga Negara (SBN) yang akan ditawarkan secara rutin bergantian antara Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), sebagai instrumen investasi peserta PPS.

“Ahamdulilah sudah dipakai, dan dilaporkan sudah ada pembelian SBSN dan SUN sudah ada yang khusus untuk menampung investasi sehingga mendapatkan fasilitas tarif yang lebih murah, dan ini sesuai dengan UU HPP (Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan) kita.

Kembali mengingatkan, berapa tarif PPS? Tarif PPS terbagi menjadi dua kebijakan, yaitu:


Kebijakan I
– 11 persen untuk deklarasi luar negeri.
– 8 persen untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri.
– 6 persen untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri, yang diinvestasikan dalam SBN/kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (hilirisasi)/sektor energi terbarukan (renewable energy) di wilayah Indonesia.

Kebijakan II
– 18 persen untuk deklarasi luar negeri.
– 14 persen untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri.
– 12 persen untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri, yang diinvestasikan dalam SBN/kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (hilirisasi)/sektor energi terbarukan di Indonesia.

“Balik lagi ini pilihan Wajib Pajak karena sifatnya sukarela, yang penting Wajib Pajak kita imbau kalau mau ikut secepat mungkin, daftarkan. Waktunya ada, instrumen investasinya sudah ada, dan sudah kita siapkan, beberapa regulasi turunan masih disiapkan tim kemenkeu,” jelas Yon.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version