Menu
in ,

RUU HKPD Tingkatkan Rasio Pajak dan Retribusi Daerah

RUU HKPD Tingkatkan Rasio Pajak dan Retribusi Daerah

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD) dapat meningkatkan rasio pajak dan retribusi daerah yang cenderung mengalami stagnasi dalam beberapa tahun terakhir ini. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, rasio pajak dan retribusi daerah dari tahun 2017 hingga 2019 stagnan di angka 1,42 persen terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) dan semakin menurun di tahun 2020, yaitu 1,20 persen.

“Hal yang diperkuat dalam RUU HKPD ini peningkatan local taxing power, yaitu merubah kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah. Perubahan kebijakan RUU HKPD ini diarahkan untuk mendukung peningkatan rasio pajak dan pendapatan daerah, namun dengan administrative dan compliance cost yang lebih rendah. Hal ini setara dengan tujuan Undang-Undang Cipta Kerja,” jelas Sri Mulyani dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pada Senin (13/9).

Ia menilai, rendahnya rasio pajak daerah karena jumlah jenis pajak dan retribusi daerah tergolong banyak. Hal ini juga menimbulkan permasalahan dari sisi kepatuhan, baik dari masyarakat maupun dunia usaha, karena menimbulkan biaya administrasi dan ekonomi yang tinggi. Dengan demikian, dalam RUU HKPD, pemerintah akan melakukan restrukturisasi jenis pajak dan retribusi daerah, yaitu memangkasnya menjadi 18 dari 32 jenis. Salah satu retribusi yang akan dihapuskan pemerintah, antara lain retribusi izin gangguan atau hinder ordonantie (HO). Retribusi akan diklasifikasikan menjadi restribusi jasa umum, jasa usaha, dan jasa tertentu.

“Untuk pajak daerah, pajak-pajak yang berbasis pada transaksi mulai dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, dan pajak parkir akan digabungkan ke dalam 1 jenis pajak, yakni pajak barang dan jasa tertentu (PBJT). Ini menyelaraskan objek pajak pusat dan pajak daerah. Ini juga menyederhanakan administrasi perpajakannya dan memudahkan pemantauan pemungutan pajak yang makin terintegrasi di daerah,” jelas Sri Mulyani.

Melalui RUU HKPD, pemerintah juga mengusulkan pengenaan pajak alat berat dan penyesuaian ketentuan pajak penerangan jalan, sesuai putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK). Kemudian, pemerintah mengusulkan opsen atas pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB). Opsen PKB dan BBNKB akan menjadi hak pemerintah kabupaten/pemerintah kota, sedangkan opsen pajak MBLB akan menjadi hak pemerintah provinsi.

“Sebagai sumber penerimaan baru provinsi, (opsen pajak MBLB) ditujukan untuk memperkuat fungsi penerbitan izin dan pengawasan kegiatan pertambangan di daerah. RUU HKPD akan menuntun daerah melakukan perluasan basis pajak dan harmonisasi kebijakan pemerintah pusat,” jelas Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version