Menu
in ,

Prospek Penerimaan Pajak Diyakini Tembus 108,3 Persen

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, outlook penerimaan pajak hingga akhir tahun 2022 diperkirakan akan tembus Rp 1.608 triliun atau tumbuh 25,8 persen. Adapun sebelumnya target pajak telah direvisi melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022, dari sebelumnya sebesar Rp 1.265 triliun menjadi Rp 1.485 triliun. Artinya, kalau proyeksi pemerintah ini tercapai, maka penerimaan pajak akan mencapai 108,3 persen dari target.

“Untuk outlook-nya, kami perkirakan akan melewati revisi dari target tersebut. Kami perkirakan penerimaan pajak akan mencapai Rp 1.608 triliun. Artinya, pertumbuhan masih di atas 25 persen sampai dengan akhir tahun, dibandingkan tahun lalu,” katanya dalam Rapat Kerja Banggar DPR RI, Jumat (1/7).

Sementara secara umum, pemerintah optimistis pendapatan negara hingga akhir tahun akan melebihi target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022; jika konsisten dan koheren dengan keberlanjutan pemulihan ekonomi, implementasi reformasi perpajakan, dan harga komoditas yang masih tinggi (commodity boom).

Ia pun memastikan pihaknya akan membahas baseline baru ini secara prudent dalam pembahasan APBN 2023, agar tidak membuat outlook yang salah. Pasalnya, baseline ini masih berdasarkan kontribusi komoditas yang sangat tinggi dan tidak pasti.

“Kami akan membersihkan dari distorsi, supaya jangan sampai membuat outlook yang salah untuk 2023. Baseline yang sangat tinggi ini tidak bisa kita pegang karena kontribusi komoditas sangat besar. Yang akan kami lakukan adalah menjaga dan membedakan antara kontribusi yang sifatnya volatile dan tidak predictable, dengan yang sifatnya lebih predictable supaya kita memiliki APBN yang bisa lebih dijaga kredibilitasnya,” jelasnya.

Keyakinan pemerintah ini salah satunya berkaca pada penerimaan pajak hingga semester I-2022, yang tumbuh 55,7 persen dari target atau mencapai Rp 868,3 triliun. Hal ini berbanding jauh bila dibandingkan dengan pertumbuhan penerimaan pajak semester I-2021 yang hanya mencapai 4,9 persen.

Sri Mulyani mengungkapkan, meroketnya pertumbuhan itu dipengaruhi antara lain karena adanya peningkatan transaksi ekonomi, dampak implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan seperti Program Pengungkapan Sukarela (PPS), peningkatan harga komoditas, serta low-based effect realisasi semester I-2021.

“Kalau pajak barangkali bisa dianggap bahwa tahun lalu based-nya rendah, sehingga lonjakan tahun ini bisa menggambarkan low-based effect,” imbuhnya.

Jika dirinci, seluruh jenis pajak utama mencatat pertumbuhan yang menggembirakan alias double digit. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, misalnya, tercatat melonjak 19 persen dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang masih terkontraksi.

“Ini artinya, pertumbuhan ekonomi di 2021 sampai semester I belum meng-create atau menciptakan penambahan dari sisi penerimaan karyawan. Tahun ini pemulihan ekonomi semester I sudah memberikan tambahan pendapatan terhadap karyawan, sehingga pajak yang dibayarkan oleh karyawan (PPh 21) melonjak 19 persen,” ucapnya.

Ia menyebut, pertumbuhan tertinggi hingga semester I-2022 didapat dari PPh Pasal 22 Impor yang pertumbuhannya mencapai 236,8 persen. Padahal, di semester I-2021, pertumbuhan penerimaan pajak impor terkontraksi minus 43,6 persen.

“Jadi itu tadi. Kalau impor bahan baku dan barang modal melonjak, maka kita juga mengalami kenaikan. Juga, karena insentif-insentif yang diberikan, mulai kami face out,” katanya.

Di sisi lain, PPh Badan diklaim tumbuh sangat baik didukung oleh profitabilitas usaha yang meningkat, dan basis rendah tahun 2021 akibat insentif pajak. Tahun lalu, korporasi terbilang masih dalam kondisi tertekan, sehingga penerimaan pajak badan hingga semester I masih kontraktif yaitu 8 persen. Sementara tahun ini hingga semester I, PPh Badan melonjak hingga 136,2 persen.

“Jadi ini menggambarkan bahwa pemulihan ekonomi didorong oleh masyarakat (household) yakni karyawan yang mendapatkan income yang lebih baik sehingga mereka bisa membayar, dan korporasi yang kondisi aktivitas ekonominya membaik sehingga mereka membayar PPh Badan lebih tinggi,” ucap bendahara negara ini.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version