Penerimaan Pajak Papua Terkontraksi 13,79 Persen pada Maret 2025, DJP Evaluasi Strategi
Pajak.com, Jayapura – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Papua, Papua Barat, dan Maluku (Papabrama) mencatat penerimaan pajak di Provinsi Papua hingga Maret 2025 mencapai Rp620,42 miliar, atau setara 10,41 persen dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Namun, capaian tersebut menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Pada bulan Maret saja, penerimaan pajak di Papua tercatat sebesar Rp218,84 miliar. Kepala Kanwil DJP Papabrama Dudi Efendi Karnawidjaya menyebut, angka ini mengalami kontraksi 13,79 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), terutama disebabkan oleh penurunan setoran dari dua jenis pajak utama, yakni Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Dibandingkan dengan tahun lalu, capaian ini menunjukkan kontraksi sebesar 13,79 persen yoy, dipengaruhi oleh penurunan setoran dari beberapa jenis pajak utama,” kata Dudi dalam keterangan pers, dikutip Pajak.com, Kamis (8/5/2025).
Dudi memaparkan, kontribusi terbesar dalam penerimaan berasal dari PPh, yang mencapai 44,53 persen dari total, meski mengalami penurunan 19,34 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, PPN yang menyumbang 40,47 persen dari total penerimaan, tercatat mengalami penurunan lebih tajam, yaitu sebesar 31,62 persen.
Ia pun menyebutkan beberapa faktor administratif yang menjadi penyebab utama dari perlambatan ini. Pertama, penerapan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 (PMK 81/2024) yang mengubah mekanisme pemungutan PPN dalam negeri. Jika sebelumnya disetorkan melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) rekanan, kini setoran dilakukan ke KPP tempat pemungut terdaftar, yang berdampak pada pergeseran lokasi penerimaan.
Kedua, mekanisme pembayaran tunjangan kinerja guru, di mana pembayaran yang sebelumnya dilakukan oleh pemerintah daerah kini dialihkan ke kementerian terkait. Dudi mengklaim kalau perubahan ini memengaruhi penerimaan PPh Pasal 21. Ketiga, selesainya sejumlah proyek konstruksi turut menurunkan penerimaan PPh Final, seiring berkurangnya jumlah pekerja kontrak dan menurunnya aktivitas pembangunan.
Dari sisi sektoral, Dudi juga menyimpulkan terdapat tiga bidang utama menunjukkan dinamika yang berbeda. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial mencatatkan pertumbuhan, yang sebagian besar dipicu oleh pergeseran waktu pembayaran belanja pemerintah dari tahun anggaran 2024 ke 2025. Namun, dua sektor lainnya justru mengalami kontraksi.
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, serta Reparasi Kendaraan mengalami penurunan penerimaan, khususnya dari Wajib Pajak pedagang besar makanan dan minuman. Kebijakan dalam PMK 81/2024 juga turut memengaruhi penurunan pada sektor ini. Sektor Aktivitas Keuangan dan Asuransi turut melemah karena menurunnya kinerja perbankan di Papua.
Dudi mengakui bahwa kondisi ini membutuhkan penyesuaian strategi, terutama dalam penggalian potensi penerimaan. Ia menegaskan bahwa peningkatan sinergi dengan pemerintah daerah menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini.
“Meski tertekan secara nominal, kita tetap optimistis dengan tren belanja pemerintah yang meningkat. Dengan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, kinerja penerimaan akan membaik pada kuartal berikutnya,” ujar Dudi.
Sebagai langkah antisipatif, lanjut Dudi, DJP akan terus melakukan evaluasi rutin dan menjalankan strategi berkelanjutan, termasuk edukasi dan asistensi kepada Wajib Pajak untuk meningkatkan kepatuhan. Fokus juga akan diberikan pada perluasan basis pajak dan peningkatan kualitas layanan agar target penerimaan pajak di wilayah timur Indonesia ini tetap berada di jalur yang diharapkan.
Comments