Menu
in ,

Pemerintah Tak Hanya Pungut Pajak, Tapi Beri Insentif

Pemerintah Tak Hanya Pungut Pajak

P2Humas DJP

Pajak.com, Jawa Tengah – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pemerintah tak hanya pungut pajak, tetapi juga memberikan beragam insentif, utamanya sejak pandemi COVID-19 tahun 2020 hingga saat ini. Beberapa contoh insentif pajak yang diperpanjang sampai tahun 2022, antara lain pembebasan dari pemungutan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 impor untuk 72 klasifikasi lapangan usaha (KLU); pengurangan besaran angsuran PPh Pasal 25 untuk 156 KLU; insentif pajak penjualan barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) untuk kendaraan bermotor maupun properti.

“Selama pandemi penurunan tarif pajak diberikan, pajaknya ditanggung pemerintah, dan kita memberikan insentif untuk bagian dan sektor tertentu. Karena kita tahu masyarakat dan ekonomi sedang dalam musibah,” jelas Sri Mulyani dalam Sosialisasi UU HPP di Jawa Tengah, yang juga disiarkan secara virtual, (10/3).

Ia mengungkap, semenjak pandemi COVID-19, penerimaan negara saat pandemi sangat berkurang, sementara belanja meningkat—termasuk di dalamnya terdapat alokasi belanja insentif perpajakan. Belanja pemerintah untuk penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi di 2020 mencapai Rp 575 triliun. Sementara di 2021 melonjak ke Rp 744 triliun. Syukurnya, tahun 2022 belanja negara untuk penanganan COVID-19 sudah mulai menurun sebesar Rp 455,62 triliun, seiring pemulihan ekonomi.

“Untuk itu, kami berharap kepada seluruh masyarakat untuk patuh dalam membayar pajak. Sebab, pajak sangat penting untuk membangun Indonesia. Ini tidak hanya dilakukan oleh Indonesia, tapi juga seluruh negara, baik negara berkembang atau negara maju. Tidak ada negara di dunia yang bisa membangun dan menjadi makmur dan kuat tanpa adanya pajak,” jelas Sri Mulyani.

Ia memastikan, pajak yang dikumpulkan dari masyarakat akan digunakan untuk membangun infrastruktur—pendidikan, jalan raya, transformasi digitalisasi; kesehatan; memberikan bantuan sosial kepada masyarakat, utamanya di tengah pandemi COVID-19; dan lain-lain.

“Negara juga akan menjalankan aspek perpajakan yang adil. Sekarang yang di medsos (media sosial) anak-anak yang baru umur 2 tahun sudah diberi hadiah pesawat, bukan pesawat-pesawatan, ya. Pesawat beneran, sama orang tuanya. Jadi, memang di Indonesia ada crazy rich dapat fasilitas luar biasa besar itu lah yang dimasukin ke perhitungan perpajakan. Itu yang disebut aspek keadilan,” tegas Sri Mulyani.

Ia pun menjamin, pemerintah tidak membidik kalangan menengah atau kecil lewat pengenaan pajak natura atau kenikmatan fasilitas. Artinya, fasilitas dari kantor yang bernominal rendah tidak akan dikenakan pajak.

“Sempat keluar di media sosial ‘Sri Mulyani sekarang kalau dapet laptop perusahaan sekarang dipajakin.’ Enggak juga lah, masa laptop dipajakin. Tapi untuk fasilitas dari kantor yang diberikan tidak dalam bentuk uang, seperti fasilitas transportasi menggunakan jet pribadi atau kartu kredit tidak terbatas bisa dikenakan pajak natura—itu semuanya bisa dihitung (pajak natura),” jelas Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version