Menu
in ,

Menkop UKM: Kontribusi Pajak UMKM Masih Rendah

Pajak.com, Jakarta – Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengungkapkan, kontribusi pajak dari UMKM masih rendah terhadap penerimaan nasional. Padahal jumlah UMKM saat ini semakin meningkat. Ia mengutip, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), kontribusi pajak penghasilan (PPh) final UMKM tahun 2019 senilai Rp 7,5 triliun atau hanya sekitar 1,1 persen dari total penerimaan PPh secara keseluruhan sebesar Rp 711,2 triliun.

Oleh sebab itu, pemerintah akan terus bersinergi mendorong pelaku UMKM beromzet di bawah Rp 4 miliar untuk patuh membayar PPh final 0,5 persen. Menurut Teten, skema ini merupakan tarif yang relatif ringan dan sederhana bagi UMKM. Sebagai contoh, jika UMKM beromzet Rp 1 juta per bulan, maka UMKM hanya harus menyetor pajak sebesar Rp 5 ribu.

“Melalui skema pajak dalam PP Nomor 23 Tahun 2018, UMKM mendapatkan beberapa manfaat penting, yaitu penghitungan pajak dengan cara yang mudah dan sederhana, beban pajak yang lebih ringan, tarif rendah yang memotivasi kemudahan berwirausaha, peningkatan kepatuhan sehingga UMKM lebih bankable dan akses UMKM naik kelas lebih terbuka,” kata Teten dalam webinar bertajuk Aspek Perpajakan, Akuntansi, dan Digital Marketing untuk UMKM.

Menurutnya, pelaku UMKM memiliki potensi pajak yang sangat besar. Sebab jumlah UMKM di Indonesia sudah mencapai 64,2 juta unit atau 99,9 persen dari populasi pelaku usaha dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 61,7 persen.

Oleh karena itu, sekali lagi, Teten mendorong kepatuhan Wajib Pajak (WP) UMKM melalui skema penyederhanaan penghitungan, pelaporan, dan pengenaan satu jenis pajak untuk UMKM. Melalui PP Nomor 23 Tahun 2018, pemerintah juga telah memberikan alokasi waktu yang dapat digunakan UMKM untuk belajar pembukuan dan pelaporan keuangan, yaitu tujuh tahun untuk WP perorangan; empat tahun untuk WP badan usaha berbentuk koperasi, firma; dan tiga tahun untuk WP badan berupa perseroan terbatas (PT).

“Melalui PP Nomor 7 Tahun 2021, pemerintah turut mendukung pengembangan aspek akuntansi UMKM lewat penyediaan sistem aplikasi pembukuan atau pencatatan keuangan sederhana bagi UMKM secara gratis oleh pemerintah,” tambah Teten.

Kemenkop UKM saat ini telah mengembangkan Lamikro alias Laporan Akutansi Usaha Mikro, yakni sebuah aplikasi laporan keuangan sederhana untuk usaha mikro. Melalui Lamikro, pelaku usaha dapat menghitung arus kas, belanja, pendapatan, dan laba secara mudah karena dapat diakses melalui ponsel berbasis Android atau www.lamikro.com secara gratis.

“Aplikasi lamikro sudah memenuhi standar akutansi entitas mikro kecil dan menengah yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) sehingga pembukuan pelaku usaha dapat diakui oleh bank,” kata Teten.

Kepada Pajak.com, Kepala Subdit Penyuluhan Perpajakan Direktorat P2Humas DJP Inge Diana Rismawanti membenarkan bahwa kontribusi PPh UMKM masih rendah dibandingkan dengan jumlah UMKM yang terus meningkat.

Berangkat dari data itu, DJP pun mulai merintis program Business Development Services (BDS) sejak tahun 2018. Program ini merupakan salah satu strategi pembinaan WP UMKM demi mendorong pengembangan usahanya secara berkesinambungan, mulai dari pembinaan tahap produksi, pengemasan, pemasaran, pembukuan, membantu mempertemukan UMKM dan perbankan untuk urusan permodalan, dan sebagainya.

DJP berharap, jika bisnis mereka sudah maju, maka akan tercipta peningkatan kesadaran (awareness), keterikatan (engagement), dan kepatuhan (compliance) terhadap pajak.

“Dengan BDS diharapkan UMKM semakin berkembang usahanya dan pada akhirnya semakin paham akan hak dan kewajiban perpajakannya,” tambah Inge melalui pesan singkat, pada (17/9).

Inge mengatakan, saat ini DJP telah menjalin kolaborasi bersama kementerian/ lembaga (K/L) lain untuk mendukung program BDS secara terintegrasi. Dengan demikian, diharapkan UMKM dapat semakin maju dan menjadi pembayar pajak yang patuh.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version