Lebih dari 200 Otoritas Lokal di Inggris Terapkan Kenaikan Pajak Dewan untuk Pemilik Rumah Kedua Mulai 1 April
Pajak.com, London – Sebanyak tiga perempat otoritas lokal di Inggris dan Wales akan memberlakukan kenaikan pajak dewan sebesar 100 persen bagi pemilik rumah kedua mulai 1 April 2025. Kebijakan baru ini diperkirakan akan menghasilkan tambahan pendapatan sebesar 445 juta poundsterling per tahun (sekitar Rp9,5 triliun). Lebih dari 200 dewan setempat telah sepakat untuk menerapkan kebijakan ini, termasuk di hotspot liburan seperti Cornwall, Norfolk, dan Somerset.
“Mulai tahun anggaran 2025/26, regulasi penuh terkait premi pajak dewan untuk rumah kosong akan diterapkan. Saat ini, properti yang kosong lebih dari dua tahun dikenakan premi pajak sebesar 50 persen, tetapi aturan tersebut akan diubah dengan menerapkan premi pajak yang lebih tinggi, tergantung dari berapa lama properti telah dibiarkan kosong,” bunyi penggalan peraturan tersebut, dikutip dari BBC, Rabu (26/3).
Pajak dewan (council tax) adalah pajak tahunan yang dikenakan oleh otoritas lokal di Inggris, Skotlandia, dan Wales terhadap properti perumahan untuk membiayai layanan publik seperti pengelolaan sampah, pemadam kebakaran, dan fasilitas lokal lainnya. Pajak ini biasanya dibayarkan oleh pemilik atau penyewa properti, dengan jumlah yang bervariasi tergantung pada nilai properti serta kebijakan dewan setempat.
Berdasarkan aturan terbaru, rumah kedua yang tidak ditinggali pemiliknya secara tetap akan segera dikenakan pajak dua kali lipat. Sebagai contoh, pemilik rumah kedua di Inggris yang biasanya membayar pajak dewan sebesar 2.171 poundsterling (sekitar Rp46,44 juta) per tahun untuk properti di Kategori Band D, akan menghadapi kenaikan menjadi 4.342 poundsterling (sekitar Rp92,89 juta) per tahun. Kebijakan ini diharapkan dapat membantu mengatasi keterbatasan stok perumahan di daerah-daerah wisata, sehingga penduduk lokal yang kesulitan membeli rumah dapat memiliki peluang lebih besar untuk memiliki properti.
Rumah kedua didefinisikan sebagai properti berperabot yang tidak digunakan sebagai tempat tinggal utama. Pajak tambahan ini tidak berlaku untuk properti yang disewakan melalui skema buy-to-let (properti yang dibeli untuk disewakan).
Selain itu, peraturan baru juga berlaku untuk properti yang kosong dalam jangka waktu tertentu. Jika properti kosong selama lebih dari satu tahun tetapi kurang dari lima tahun, pemilik akan dikenakan pajak tambahan sebesar 100 persen.
Untuk properti yang kosong lebih dari lima tahun tetapi kurang dari 10 tahun, pajak tambahan yang dikenakan mencapai 200 persen. Sementara untuk properti yang kosong lebih dari 10 tahun, premi pajak yang dikenakan mencapai 300 persen. Hal ini diatur dalam dokumen anggaran dewan, dengan tujuan untuk mendorong pemilik rumah agar mengaktifkan kembali properti kosong dan mengurangi tekanan perumahan di wilayah tersebut.
Di sisi lain, kebijakan ini muncul bersamaan dengan tekanan lainnya terhadap investor properti, seperti kenaikan bea materai (stamp duty) dan pembatasan pengurangan bunga hipotek untuk properti sewa. Beberapa otoritas lokal seperti Cornwall, South Hams (Salcombe), dan Cumberland (Taman Nasional Lake District) sudah memberlakukan pajak ini, dengan tujuan untuk menambah stok perumahan bagi warga setempat.
Berdasarkan penelitian dari Local Government Chronicle, kebijakan pajak dewan ini diperkirakan akan meningkatkan lebih dari 100 juta poundsterling (sekitar Rp2,13 triliun) pendapatan tambahan setiap tahunnya bagi otoritas lokal. Namun, kebijakan ini juga berpotensi memengaruhi harga properti di beberapa daerah pedesaan dan pesisir, di mana permintaan terhadap rumah kedua dapat menurun karena biaya tambahan.
Kebijakan serupa telah diterapkan di Skotlandia dan Wales. Di Skotlandia, otoritas lokal dapat mengenakan pajak hingga dua kali lipat untuk rumah kedua, sementara di Wales, premi pajak dapat mencapai 300 persen. Laporan dari situs properti Zoopla menunjukkan bahwa kebijakan pajak dewan ini bisa berdampak negatif terhadap harga rumah di beberapa daerah, terutama di wilayah pesisir.
Meskipun kebijakan ini diharapkan bisa membantu menyelesaikan masalah keterbatasan perumahan, beberapa pihak masih meragukan efektivitasnya dalam jangka panjang. CEO Garrington Property Finders Jonathan Hopper mengatakan, meskipun kebijakan ini bisa meningkatkan pendapatan dewan lokal, hal ini mungkin tidak sepenuhnya menyelesaikan krisis perumahan.
“Rumah kedua sering kali berada di daerah terpencil dan mungkin tidak cocok untuk keluarga yang sedang berkembang,” jelasnya.
Ada pula kekhawatiran bahwa beberapa pemilik rumah kedua mungkin mengubah properti mereka menjadi properti sewa liburan untuk menghindari pajak tambahan. Sementara itu, Hopper juga mengingatkan bahwa penerapan pajak tiga kali lipat untuk rumah kedua mungkin akan muncul di masa depan, mengikuti tren pengenaan pajak untuk mengatur perilaku kepemilikan properti.
Comments