Menu
in ,

Insentif Fiskal Belum Dimanfaatkan Industri Manufaktur

Insentif Fiskal Belum Dimanfaatkan

FOTO IST

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah mengevaluasi, bahwa insentif fiskal belum dimanfaatkan secara efektif oleh industri manufaktur. Padahal pemerintah telah memberikan pelbagai insentif fiskal, antara lain tax holiday, tax allowance, investment allowance, super tax deduction, pembebasan bea masuk impor barang modal atau bahan baku untuk investasi, dan bea masuk ditanggung pemerintah. Hal ini disampaikan pemerintah dalam Lampiran Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 74 Tahun 2022 tentang Kebijakan Industri Nasional 2020—2024 yang terbit pada 27 April 2022.

Di lain sisi, pemerintah mengakui, minimnya pemanfaatan insentif, baik fiskal maupun nonfiskal, disebabkan oleh kurangnya informasi yang sampai ke pelaku usaha industri.

“Penyediaan fasilitas fiskal dan nonfiskal diarahkan pada pendayagunaan berbagai insentif yang saat ini telah tersedia untuk sektor manufaktur, namun belum dimanfaatkan secara efektif oleh pelaku usaha industri dikarenakan keterbatasan informasi dan perlunya koordinasi, pemetaan, dan sosialisasi pemanfaatan yang sistematis,” demikian isi lampiran itu, dikutip Pajak.com (12/5).

Untuk itu, pemerintah akan memasifkan sosialisasi dan menargetkan fasilitas fiskal dan nonfiskal di tahun 2024 mampu mengakselerasi kinerja pertumbuhan sektor industri yang mendukung ekspor dan substitusi impor serta penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM). Secara khusus, pemerintah berharap, insentif yang ditawarkan kepada sektor manufaktur dapat memperdalam struktur industri nasional, baik untuk industri baru maupun untuk industri existing yang melakukan perluasan komoditi baru.

“Insentif fiskal dan nonfiskal diharapkan dapat mendorong upaya industri melakukan inovasi dan penguasaan teknologi baru sekaligus mendukung pemerataan pembangunan industri di seluruh wilayah Indonesia. Penyediaan fasilitas fiskal dan nonfiskal bertujuan untuk menciptakan iklim usaha industri yang kondusif serta meningkatkan kinerja investasi dan kinerja industri dalam negeri,” tulis pemerintah dalam lampiran Pepres Nomor 74 Tahun 2022 ini.

Pepres itu juga menyebutkan, insentif nonfiskal yang ditawarkan pemerintah, antara lain memfasilitasi sektor industri sebagai objek pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), pelatihan SDM industri, penetapan perusahaan industri atau kawasan industri sebagai objek vital nasional sektor industri, dan sebagainya.

“Ke depan, fasilitas nonfiskal yang akan diberikan berupa penerapan izin berbasis risiko. Dengan kata lain, pemberian izin akan dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko kegiatan usaha melalui perhitungan nilai tingkat bahaya dan nilai potensi terjadinya bahaya,” tulis pemerintah dalam Pepres Nomor 74 Tahun 2022 itu.

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, Kemenkeu tengah mengevaluasi beragam insentif fiskal yang telah diberikan kepada industri atau dunia usaha, antara lain berupa tax holiday dan tax allowance. Kemenkeu mengkaji besaran insentif pajak yang diterima investor terhadap realisasi dan dampaknya kepada negara.

“Realisasi insentif pajak untuk investor dan dunia usaha tidak terlalu besar, dari rata-rata jumlah belanja perpajakan Rp 250 triliun per tahunnya. Karena dari Rp 250 triliun, rata-rata belanja setiap tahun, paling tidak Rp 60 triliun sampai Rp 70 triliun buat UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dan 50 persen nya untuk rumah tangga, seperti bahan kebutuhan pokok dan transportasi umum—itu tidak kenakan pajak,” ungkap Febrio.

Dengan demikian, ekonom Muhammad Chatib Basri menilai, pemerintah harus terus mengevaluasi insentif fiskal secara berkala, khususnya belanja perpajakan. Sebab rata-rata belanja perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 1,6 persen setiap tahunnya. Jangan sampai belanja perpajakan, khususnya yang diberikan kepada investor atau dunia usaha tidak memberikan multiplier effect terhadap perekonomian.

Tax incentive dari dunia usaha output-nya harusnya dipantau terus. Dikasih apa? atau apa kemudian hasilnya?. Kalau mau harus one on one. Kemudian, (disampaikan), ‘Anda (investor) jangan sampai ada layoff (pemutusan hubungan kerja)’,” kata Chatib yang juga merupakan Menteri Keuangan Periode 21 Mei 2013 hingga 20 Oktober 2014.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version