Menu
in ,

Indonesia Siap Implementasikan Dua Pilar Pajak Global

Indonesia Siap Implementasikan

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menegaskan, Indonesia siap implementasikan dua pilar pajak global, yaitu mengenai perpajakan di sektor digital dan global minimum taxation 15 persen. Menurutnya, pada pertemuan pertama Finance Ministers dan Central Bank Governors (FMCBG) G20 di Februari 2022 lalu, dua pilar pajak itu telah disepakati dan akan dilaksanakan pada tahun 2023.

“Kami sangat ingin melihat dampak dari Pilar I terhadap implementasi di Indonesia. Di sisi lain, Pilar II bertujuan untuk mengatasi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS), 15 persen pajak minimum global untuk meminimalkan risiko BEPS untuk memastikan bahwa perusahaan multinasional dengan omzet global dalam jumlah tertentu akan membayar pajak minimal 15 persen dimanapun mereka beroperasi,” ungkap Suahasil dalam webinar Global Tax Policy, yang diselenggarakan oleh Harvard Kennedy School – Irish Tax Institute, dikutip Pajak.com (20/5).

Ia menilai, secara khusus pilar kedua ini sangat penting bagi Indonesia. Sebab sebagai negara berkembang, Indonesia merupakan salah satu sasaran investasi global. Dan, biasanya banyak negara berkembang bersaing untuk bisa mendapatkan investasi atau modal global. Namun, terkadang kompetisi semacam itu berakhir dengan kebijakan di masing-masing negara untuk bersaing menurunkan tarif pajak ke bawah, sehingga bisa lebih rendah bagi investor.

“Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang sangat besar dan situasi geografis yang sangat besar. Kami membutuhkan pendanaan, kami membutuhkan mobilisasi sumber daya domestik, sehingga berlomba-lomba untuk menurunkan tarif pajak ke bawah bukanlah hal yang baik bagi siapapun. Jadi Pilar II sangat penting bagi kami dan Indonesia menyambut pajak minimum global sebesar 15 persen sebagai cara untuk memastikan bahwa hal ini akan cukup untuk memobilisasi sumber daya domestik serta modal dari global,” kata Suahasil.

Kendati demikian, salah satu tantangan bagi Indonesia saat ini adalah adanya sejumlah insentif pajak yang telah ditawarkan Indonesia kepada investor, seperti tax allowance, tax holiday, super tax deduction, pembebasan bea masuk impor barang modal atau bahan baku untuk investasi, dan bea masuk ditanggung pemerintah.

Maka dari itu, diperlukan suatu transisi agar ­pelaksanaan Pilar II bisa dipatuhi dan dilaksanakan dengan baik,” tambah Suahasil.

Di sisi lain, dalam Lampiran Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 74 Tahun 2022 tentang Kebijakan Industri Nasional 2020—2024, pemerintah akan memasifkan sosialisasi dan menargetkan insentif pajak agar mampu mengakselerasi kinerja pertumbuhan sektor industri yang mendukung ekspor, substitusi impor, serta penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) di tahun 2024.

“Insentif fiskal dan nonfiskal diharapkan dapat mendorong upaya industri melakukan inovasi dan penguasaan teknologi baru sekaligus mendukung pemerataan pembangunan industri di seluruh wilayah Indonesia. Penyediaan fasilitas fiskal dan nonfiskal bertujuan untuk menciptakan iklim usaha industri yang kondusif serta meningkatkan kinerja investasi dan kinerja industri dalam negeri,” tulis pemerintah dalam lampiran Pepres Nomor 74 Tahun 2022 itu.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, Pilar II mengenai global minimum taxation ditujukan untuk perusahaan yang bergerak antarnegara, yang kemungkinan bisa melakukan upaya menghindari pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion).

“Bagaimana semua negara bisa bersama-sama menghindari langkah-langkah yang dilakukan oleh pembayar pajak untuk menghindari perpajakan dengan langkah pilar kedua, yaitu memberlakukan global minimum taxation dan juga kerangka kerja sama,” ujar Sri Mulyani.

Namun, ia menilai, setelah kedua pilar itu dilaksanakan pada tahun 2023, harus juga diiringi dengan monitoring implementasinya. Di sisi lain, ada banyak negara yang membutuhkan bantuan technical assistance, baik mulai dari membangun legislasi atau aturannya untuk bisa menjalankan kesepakatan, maupun dari sisi kapasitas dari otoritas pajak masing-masing negara.

“Oleh karena itu, di dalam G20 juga disepakati akan adanya dukungan untuk kapasitas penambahan atau peningkatan kapasitas bagi negara-negara berkembang yang membutuhkan bantuan untuk mengimplementasikan dua pilar itu secara sesuai dengan kesepakatan waktu, yang disebut sangat ambisius, yaitu tahun 2023,” kata Sri Mulyani.

Ia menambahkan, G20 juga akan membuat berbagai langkah, seperti simposium pada level menteri, di dalam rangka membahas capacity building dan pelaksanaan dari dua pilar secara konsisten.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version