Hindari Kesalahan Pengisian SPT Tahunan Badan, Taxco Solution Sarankan Perusahaan Lakukan Strategi Ini
Pajak.com, Jakarta – Belum lama ini sejumlah Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyerahkan direktur perusahaan ke Kejaksaan Negeri karena sengaja mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dengan tidak benar. Sebab sebagaimana ditetapkan dalam perundang-undangan perpajakan bahwa SPT wajib diisi dengan benar, lengkap, dan jelas. Untuk menghindari risiko tersebut, Taxco Solution menyarankan agar perusahaan melakukan strategi untuk menghindari potensi kesalahan dalam pengisian SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) badan yang telah mendekati batas waktu pelaporan pada 30 April 2025.
Mengawali perbincangan eksklusif bersama Pajak.com, Direktur Taxco Solution Vergia Septiana menekankan bahwa melaporkan SPT Tahunan PPh badan bukan sekadar menggugurkan kewajiban kepatuhan formal, melainkan harus diisi dengan benar, lengkap, dan jelas. Tiga syarat yang ditegaskan dalam Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) tersebut perlu dibuktikan oleh Wajib Pajak dengan melengkapi sejumlah data dan dokumen.
“Idealnya, perusahaan mulai mengumpulkan dan menyusun dokumen yang diperlukan sejak awal tahun [pajak] atau bahkan lebih awal, tergantung pada kompleksitas laporan keuangan dan perpajakan yang harus disiapkan. Pelaporan yang mendekati batas waktu sering kali menyebabkan tekanan tinggi, terutama jika perusahaan tidak memiliki tim pajak yang kompeten,” ujar Vergia, di Kantor Taxco Solution, APL Tower, Jakarta, (24/4).
Meski demikian, perusahaan masih memiliki waktu untuk mempersiapkan dan melaporkan kewajiban pelaporan sebelum 30 April 2025 dengan strategi yang efektif.
Strategi Hindari Kesalahan Pengisian SPT Tahunan
Menurut Vergia, strategi utama untuk memitigasi kekeliruan pelaporan SPT tahunan terletak pada kelengkapan serta keakuratan dokumen yang dilampirkan. Ia pun membeberkan sejumlah dokumen penting yang harus disertakan perusahaan agar menghindari kesalahan dalam proses pengisian pelaporan SPT tahunan.
“Kompleksitas pengisian SPT Tahunan PPh badan timbul karena tingginya volume data dan dokumen yang harus dilampirkan perusahaan. Untuk itu, dibutuhkan persiapan dokumen sesuai ketentuan dan tim yang kompeten,” ujar Vergia.
Bagi perusahaan domestik, ia mengategorikan enam dokumen yang wajib dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh badan. Pertama laporan keuangan yang telah disusun sesuai standar akuntansi. Vergia menyebut, idealnya laporan keuangan tersebut sudah diaudit.
Kedua, Wajib Pajak harus melampirkan penghitungan peredaran bruto dan pembayaran pajak, khususnya bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Ketiga, laporan debt to equity ratio dan utang swasta luar negeri bagi perusahaan yang membebankan utang.
Keempat, jangan lupa melampirkan daftar nominatif biaya entertainment dan promosi, jika perusahaan memiliki pengeluaran terkait. Kelima, lampirkan dokumen bukti pemotongan dan pemungutan pajak, seperti PPh Pasal 21, 23, 25, atau 4 ayat (2).
Keenam, lampirkan dokumen perpanjangan waktu pelaporan SPT Tahunan PPh badan apabila mengajukan perpanjangan dengan Formulir 1771-Y.
“Kami menyarankan perusahaan melakukan audit internal untuk memastikan data yang dilaporkan sesuai dengan kondisi keuangan perusahaan. Identifikasi potensi kesalahan sebelum pelaporan dilakukan,” tandasnya.
Vergia menganjurkan agar perusahaan memastikan semua dokumen telah disusun dengan benar, seperti laporan keuangan, bukti pemotongan pajak, dan daftar aset. Ia mengingatkan pula mengenai kompleksitas regulasi pajak yang mengatur penyusutan dan amortisasi harta dalam perubahan regulasi pada PMK Nomor 72 Tahun 2023.
“Lakukan verifikasi ulang terhadap data sebelum mulai mengisi SPT,” tegas Vergia.
Secara simultan, ia mendorong perusahaan melakukan pengecekan ekualisasi data pajak yang dilaporkan dalam SPT Masa. Konsistensi pengecekan dilakukan agar dokumen yang disertakan untuk pelaporan SPT Tahunan PPh badan lengkap.
Bagi perusahaan multinasional, Vergia menyebutkan bahwa ada dokumen tambahan yang perlu disertakan ketika melaporkan SPT Tahunan PPh. Pertama, ikhtisar dokumen induk dan dokumen lokal, khusus bagi perusahaan dengan transaksi hubungan istimewa.
Kedua, laporan penyampaian Country-by-Country Report (CbCR), bagi perusahaan multinasional yang memenuhi kriteria tertentu. Ketiga, dokumentasi transfer pricing atau Transfer Pricing Documentation (TP-doc) untuk perusahaan yang memiliki transaksi dengan afiliasi di luar negeri.
“Perusahaan umumnya tidak perlu melampirkan dokumen terkait CbCR atau transfer pricing, kecuali jika memiliki transaksi dengan pihak afiliasi,” imbuh Vergia.
Ia mengingatkan bahwa ketentuan penyusunan TP-doc maupun CbCR telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 172 Tahun 2023 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa.
“Perusahaan multinasional harus lebih memerhatikan regulasi terkait hubungan istimewa dan pelaporan pajak lintas negara. Untuk itu, dibutuhkan pemahaman regulasi yang tepat sesuai ketentuan, terlebih perubahan regulasi pajak yang terus terjadi perihal aturan terkait transfer pricing atau CbCR.
Vergia mengakui, mengisi SPT Tahunan PPh badan memiliki tingkat kompleksitas yang cukup tinggi, terutama bagi perusahaan dengan struktur keuangan yang rumit atau yang beroperasi secara multinasional.
Di samping itu, perusahaan perlu memitigasi adanya tantangan teknis dalam mengisi dan melampirkan dokumen saat melaporkan SPT Tahunan PPh badan. Karena sejak lama pelaporan SPT tahunan dilakukan menggunakan e-Filing atau e-Form.
“Penggunaan e-Filing memerlukan pemahaman teknis, terutama dalam mengunggah dokumen dengan format dan ukuran yang sesuai. Sistem e-Filing DJP memiliki batasan ukuran file yang dapat diunggah, sehingga perusahaan harus memastikan dokumen telah dikompresi atau disesuaikan formatnya. Format yang tidak sesuai dapat menyebabkan kegagalan unggah,” ujar Vergia.
Demi mengatasi berbagai potensi tantangan esensial dan teknis tersebut, perusahaan perlu memiliki tim yang kompeten dalam mengatasi tantangan ini. Apabila perusahaan memiliki struktur keuangan yang kompleks, sebaiknya berkonsultasi dengan konsultan pajak.
“Konsultan dapat membantu memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan mengoptimalkan strategi pelaporan SPT tahunan,” imbuh Vergia.
Koreksi atas Kekeliruan Pengisian SPT Tahunan
Kesalahan dalam mengisi SPT tahunan akan berpotensi menimbulkan koreksi. Berdasarkan pengalaman belasan tahun mendampingi kepatuhan Wajib Pajak, Vergia mengungkapkan adanya beberapa koreksi yang kerap dilakukan oleh DJP atas dokumen yang dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh badan.
“Biasanya, koreksi berkaitan dengan ketidaksesuaian data, atau pelaporan yang tidak sesuai dengan ketentuan. Berikut beberapa koreksi umum oleh DJP, seperti ketidaksesuaian peredaran usaha, kesalahan pengakuan pendapatan dan biaya, ketidaksesuaian pajak masukan dan pajak keluaran, dokumentasi transfer pricing bagi perusahaan multinasional,” ungkapnya.
Vergia juga kerap menghadapi koreksi DJP yang menilai adanya ketidaksesuaian data aset dan depresiasi. “Koreksi ini dilakukan apabila data aset dan depresiasi tidak sesuai dengan laporan keuangan,” imbuhnya.
Potensi Risiko Keliru dalam Pengisian SPT Tahunan
Atas beberapa potensi koreksi tersebut, lanjut Vergia, DJP dapat mengirimkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK). Vergia mengungkapkan setidaknya dua skenario yang jamak dilakukan DJP ketika mengirimkan SP2DK.
“SP2DK biasanya diterbitkan jika DJP menemukan ketidaksesuaian antara data yang dilaporkan oleh Wajib Pajak dengan informasi yang dimiliki DJP, baik dari sumber internal maupun eksternal. Bisa juga SP2DK sebagai langkah awal untuk meminta klarifikasi dari Wajib Pajak,” jelasnya.
Vergia mengingatkan perusahaan untuk responsif sekaligus memiliki strategi yang efektif untuk menanggapi SP2DK. Sebab apabila tanggapan yang diberikan tidak memadai atau tidak sesuai, maka DJP dapat melanjutkan ke tahap pemeriksaan pajak. Artinya, surat pemeriksaan pajak diterbitkan jika Wajib Pajak tidak memberikan tanggapan atas SP2DK dalam waktu yang ditentukan.
Ia menyebut, sesuai dengan Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pajak Nomor 05 Tahun 2022, Wajib Pajak diberikan waktu selama 14 hari untuk menanggapi SP2DK. Waktu tersebut dihitung sejak SP2DK dikirimkan secara langsung kepada Wajib Pajak, baik secara langsung, pos, atau ekspedisi.
“Koreksi atas kekeliruan pengisian SPT tahunan tidak selalu berujung pada SP2DK, DJP berwenang memutuskan untuk melakukan audit lebih mendalam terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak dengan menerbitkan Surat Pemeriksaan Pajak. DJP melakukan pemeriksaan jika terdapat ketidaksesuaian yang signifikan dalam laporan pajak, atau DJP menemukan indikasi pelanggaran atau ketidakpatuhan yang serius,” jelas Vergia.
Dengan demikian, apabila Wajib Pajak badan telah mendeteksi adanya kesalahan dalam pengisian SPT tahunan namun DJP belum mengirimkan SP2DK atau Surat Pemeriksaan Pajak, Vergia menyarankan agar perusahaan segera melakukan pembetulan atau pengungkapan ketidakbenaran.
Menurutnya, skema pembetulan SPT tahunan lebih efektif jika kesalahan ditemukan lebih awal dan belum ada tindakan pemeriksaan dari DJP. Pasalnya, prosesnya lebih cepat dan tidak memerlukan interaksi langsung dengan DJP.
“Sementara, skema pengungkapan ketidakbenaran lebih efisien jika perusahaan sudah dalam tahap pemeriksaan, karena memberikan peluang untuk menyelesaikan masalah secara proaktif dan mengurangi risiko sanksi berat,” ujar Vergia.
Pengajuan Perpanjangan Waktu Pelaporan SPT Tahunan PPh badan
Menjelang batas waktu 30 April 2025, perusahaan dapat mempertimbangkan untuk mengajukan perpanjangan waktu untuk melaporkan SPT Tahunan PPh badan masa pajak 2024. Pengajuan perpanjangan waktu ini merupakan strategi untuk menghindari risiko dikenakannya sanksi administrasi keterlambatan sebesar Rp1 juta.
“Proses ini diatur dalam Pasal 3 ayat (4) UU KUP dan memungkinkan perpanjangan waktu hingga dua bulan setelah batas waktu pelaporan, yaitu 30 April untuk Wajib Pajak badan,” jelas Vergia.
Penting pula diketahui perusahaan bahwa permohonan perpanjangan harus diajukan sebelum batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh berakhir. Selain itu, perpanjangan waktu hanya berlaku untuk pelaporan, bukan untuk pembayaran pajak yang kurang bayar.
Vergia memerinci prosedur pengajuan perpanjangan waktu pelaporan SPT Tahunan PPh badan berikut ini:
a. Login ke DJPOnline
Akses situs DJPOnline dan login menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), kata sandi, serta kode keamanan.
b. Aktivasi Fitur ‘e-PSPT’
Masuk ke menu ’Profil’, pilih ’Aktivasi Fitur’, dan centang opsi ’e-PSPT’. Klik ’Ubah Fitur Layanan’ untuk mengaktifkan fitur ini.
c. Pilih Menu ‘e-PSPT’
Setelah aktivasi, kembali ke menu utama dan pilih ’e-PSPT’. Klik opsi ’Pemberitahuan’ untuk memulai proses pengajuan.
d. Isi Data yang Diperlukan
Masukkan tahun pajak yang ingin diperpanjang dan lengkapi data, seperti:
· Laporan keuangan sementara;
· Taksiran pajak terutang; dan
· Dokumen pendukung lainnya.
e. Unggah Dokumen
Pastikan semua dokumen yang diunggah sesuai dengan format dan ukuran yang ditentukan oleh DJP.
f. Pantau Status Permohonan
Gunakan menu ’Monitoring’ untuk memeriksa status permohonan. Jika sudah selesai, dokumen perpanjangan dapat diunduh melalui menu ’Dashboard’.
Comments