in ,

GNV Consulting: APA dan MAP Jadi Senjata Ampuh Cegah Sengketa “Transfer Pricing” di Indonesia

FOTO : Pajak.com

GNV Consulting: APA dan MAP Jadi Senjata Ampuh Cegah Sengketa “Transfer Pricing” di Indonesia

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat penurunan signifikan jumlah sengketa transfer pricing dari 310 kasus pada 2020 menjadi 186 kasus pada 2023. Data ini mencerminkan efektivitas penerapan Advance Pricing Agreement (APA) dan Mutual Agreement Procedure (MAP) sebagai instrumen pencegahan konflik perpajakan di Indonesia. Kedua mekanisme tersebut dinilai sebagai senjata ampuh untuk menjembatani kesenjangan pemahaman antara DJP dan Wajib Pajak.

Senior Manager Transfer Pricing GNV Consulting Gomi Johannsen Kevan, yang telah meniti karier selama 11 tahun di bidang perpajakan, menyatakan bahwa penurunan angka sengketa tersebut merupakan hasil dari peningkatan kepatuhan Wajib Pajak yang diperkuat oleh penerapan berbagai faktor strategis.

“Penurunan jumlah sengketa transfer pricing tentu menjadi indikator yang positif, namun saya melihat bahwa hal ini tidak hanya mencerminkan peningkatan kepatuhan semata, melainkan juga merupakan hasil dari kombinasi beberapa faktor penting,” ungkap Gomi kepada Pajak.com pada (12/6/25).

Lebih lanjut Gomi menjelaskan bahwa ada beberapa faktor penurunan sengketa transfer pricing, yang pertama adalah perkembangan regulasi Indonesia yang memberikan kejelasan dan kerangka kerja lebih komprehensif bagi Wajib Pajak. Pembaruan peraturan serta fasilitas APA mulai dimanfaatkan lebih luas untuk memperoleh kepastian hukum, dimana GNV Consulting juga sangat mendorong Wajib Pajak mempertimbangkan pengajuan APA untuk transaksi afiliasi yang dinilai penting.

Faktor kedua adalah peningkatan kualitas dokumentasi dan justifikasi transaksi yang disampaikan Wajib Pajak. Hal ini membantu mengurangi potensi perbedaan penafsiran saat pemeriksaan berlangsung, karena posisi Wajib Pajak menjadi lebih defensible.

Ketiga, tidak kalah penting, adalah adanya peningkatan pemahaman bersama antara otoritas pajak [DJP] dan Wajib Pajak atas jenis-jenis transaksi tertentu,” tambahnya.

APA dan MAP Sebagai Mekanisme Strategis

Gomi menjelaskan bahwa APA merupakan kesepakatan antara Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal Pajak mengenai kriteria atau metode penentuan harga transfer atas transaksi afiliasi, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172 Tahun 2023 Tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa (PMK 172/2023). Tujuan utamanya memberikan kepastian hukum atas perlakuan transfer pricing untuk mencegah sengketa pajak di kemudian hari.

Baca Juga  Olahraga Padel Kena Pajak Natura? Simak Penjelasan DJP Ini

“APA adalah salah satu mekanisme paling strategis untuk mencegah sengketa transfer pricing, dan seperti yang sudah saya sampaikan bahwa GNV Consulting kerap encourage Wajib Pajak untuk melakukannya,” tegas Gomi.

Menurutnya, dengan adanya kesepakatan di awal, baik DJP maupun Wajib Pajak memiliki pemahaman dan ekspektasi yang selaras terhadap ketentuan yang diterapkan atas transaksi tersebut. PMK 172/2023 mengatur bahwa APA dapat bersifat unilateral antara Wajib Pajak dan DJP, atau bilateral/multilateral.

Sementara itu, MAP dinilai sangat efektif dalam menyelesaikan sengketa transfer pricing. Gomi memberikan contoh nyata dimana GNV Consulting pernah menangani klien yang memiliki permasalahan royalti selama lebih dari 10 tahun, yang solusinya berhasil diperoleh melalui proses MAP.

Namun, banyak pihak berpendapat bahwa tantangan yang dihadapi adalah memperkenalkan proses APA dan MAP kepada Wajib Pajak, karena prosedur ini belum begitu populer di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain.

Perspektif “Transfer Pricing” dan Tantangan Implementasi

Dalam wawancara ini, Gomi menanggapi pendapat bahwa apakah materi transfer pricing sulit dipahami, baik oleh pemeriksa pajak maupun Wajib Pajak, dengan memberikan pandangan berbeda. “Saya berpendapat bahwa statement ini tidak terlalu akurat dikarenakan berdasarkan pemahaman kami selama GNV Consulting menghadapi pemeriksaan pajak, saya rasa otoritas pajak [DJP] maupun Wajib Pajak sudah memiliki pemahaman yang baik atas transfer pricing,” jelasnya.

Tantangan sebenarnya, menurut Gomi, bukan dalam hal kesenjangan pemahaman, melainkan menyamakan perspektif antara Wajib Pajak dan DJP, mengingat Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pun menyatakan bahwa transfer pricing bukanlah ilmu exact science.

Pendekatan untuk mengatasi kesenjangan ini harus bersifat dua arah. Dari sisi Wajib Pajak, perlu didorong pemahaman yang lebih mendalam terhadap prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, serta dorongan untuk menyusun dokumentasi transfer pricing yang tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga mampu menjelaskan konteks bisnis dan justifikasi ekonomi secara utuh dan transparan.

Baca Juga  Karyawan Bergaji Rp10 Juta Dibebaskan Pajak, Sri Mulyani Anggarkan Rp800 Miliar

Sementara dari sisi DJP, pelatihan yang bersifat sektoral dan berbasis kasus nyata akan sangat membantu dalam meningkatkan ketepatan analisis, sehingga koreksi yang dilakukan tidak menggunakan pendekatan seragam untuk seluruh jenis transaksi atau sektor bisnis.

Peran Konsultan dalam Menjaga Kepatuhan

Saat ini, secara global aturan terkait transfer pricing sudah diimplementasikan dan menjadi fokus utama otoritas pajak di berbagai negara.

“Di sinilah kami sebagai konsultan memiliki peran penting. Tugas kami bukan hanya membantu klien agar tidak melakukan practice transfer pricing yang tidak sesuai dengan peraturan, tetapi juga memastikan bahwa struktur transaksi mereka tetap commercially reasonable dan dapat dipertanggungjawabkan dari sisi otoritas pajak,” ungkapnya.

Terkait kekhawatiran bahwa ketatnya kebijakan transfer pricing dapat memengaruhi daya saing investasi asing, Gomi memberikan pandangan yang optimistis. Menurut Gomi, ketatnya kebijakan transfer pricing tidak langsung memengaruhi daya saing investasi asing karena para investor asing sudah mengetahui bahwa Indonesia memiliki regulasi tersendiri terkait transfer pricing dan ketetapan administratif dalam operasi bisnis di Indonesia.

Dengan optimalisasi APA dan MAP, Indonesia tidak hanya mampu mencegah sengketa pajak internasional, tetapi juga mendorong iklim kepatuhan dan investasi yang sehat melalui pendekatan yang lebih terbuka dan kolaboratif.

Gomi Johannsen Kevan: Komitmen Terhadap Kualitas dan Etika Kerja

Gomi Johannsen Kevan merupakan Senior Manager Transfer Pricing di GNV Consulting yang telah berkarier 11 tahun di bidang konsultasi perpajakan. Selama berkarier, ia menghadapi berbagai tantangan teknikal dan soft skill dalam spesialisasi transfer pricing, mulai dari memahami regulasi yang terus berkembang hingga membaca beragam model bisnis klien yang kompleks.

GNV Consulting sendiri telah meraih dua penghargaan dan beberapa nominasi dari International Tax Review (ITR) dalam berbagai kategori sejak tahun 2016. Pada tahun 2018 dan 2020, GNV Consulting memenangkan penghargaan ITR Asia Award untuk kategori Indonesia Tax Disputes and Litigation Firm of the Year.

Pada tahun 2023, GNV Consulting terpilih sebagai nomine dalam seluruh kategori penghargaan ITR Asia-Pacific Tax Awards. Antara lain, GNV Consulting masuk sebagai nomine dalam tujuh kategori, yaitu: Tax Firm of the Year, Transfer Pricing Firm of the Year, Tax Disputes Firm of the Year, Pro Bono Firm of the Year, Tax Litigation and Disputes Firm of the Year, Global Executive Mobility Tax Firm of the Year, dan Indirect Tax Firm of the Year.

Baca Juga  Penjual Lapak “Online” Bakal Kena Pajak, Asosiasi e-Commerce Minta Penerapan Secara Bertahap

Kepada Pajak.com, Gomi mengakui bahwa pilihan kariernya di bidang akuntansi dan perpajakan merupakan keputusan yang dipengaruhi oleh keinginan untuk menempuh jalur berbeda dari ayahnya yang berprofesi sebagai dokter. “Ayah saya seorang dokter. Justru karena itu, saya ingin menempuh jalur yang berbeda agar tidak terus dibandingkan. Saat memilih jurusan, akuntansi sedang populer dan banyak teman serta senior saya sukses di bidang itu, jadi saya ikut tertarik,” jelasnya.

Menariknya, meski memilih jalur berbeda, nilai-nilai yang diperoleh dari keluarga tetap menjadi fondasi kuat dalam perjalanan kariernya. “Salah satu prinsip yang paling membekas bagi saya berasal dari teladan langsung Papa saya. Saat ini beliau berusia 76 tahun dan masih aktif bekerja sebagai dokter dari Senin hingga Sabtu. Konsistensi, integritas, dan dedikasi beliau terhadap profesinya itu menjadi sumber inspirasi besar dalam hidup saya,” ungkap Gomi.

Keteladanan sang Ayah tersebut mengajarkan Gomi bahwa profesionalisme tidak hanya tentang keahlian teknis. “Keteladanan itu mengajarkan saya bahwa profesionalisme tidak hanya tentang keahlian, tetapi juga tentang komitmen terhadap kualitas dan etika kerja,” tambahnya.

Gomi mengaku bahwa ketika memilih akuntansi, ia belum menyadari luasnya peluang karier yang bisa ditempuh. “Waktu itu saya belum tahu bahwa akuntansi bisa membuka jalan ke bidang yang sangat luas mulai dari keuangan, pasar modal, pajak, ataupun transfer pricing,” kata sarjana akuntansi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya ini.

Di luar pekerjaannya, Gomi memiliki hobi berolahraga dan menulis tentang olahraga, khususnya kolom seputar post-match review dan analisis pertandingan, yang menjadi cara untuk melepaskan diri dari tekanan pekerjaan.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *