Menu
in ,

G20 Sepakati Konsensus Global Pajak Digital

Pajak.com, Italia – Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 sepakat mendukung penerapan kebijakan pajak digital berbasis konsensus global yang telah tertuang dalam dua pilar. Kesepakatan dari 139 negara/yurisdiksi anggota Inclusive Framework Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan G20 ini dicapai dalam forum pertemuan di bawah presidensi Italia secara virtual, pada (9-10/7).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai, kesepakatan itu merupakan hal bersejarah karena akan mengubah arsitektur perpajakan internasional. Konsensus menunjukkan kemampuan pendekatan multilateralisme dalam mengatasi tantangan global, khususnya terkait base erosion profit shifting (BEPS) serta persaingan tarif pajak digital yang tidak sehat (race to the bottom).

“Dengan kesepakatan ini, terkait pilar satu, negara pasar termasuk Indonesia akan berkesempatan mendapatkan alokasi hak pemajakan atas penghasilan global yang diterima perusahaan digital global atau multinasional terbesar dan yang paling menguntungkan,” ungkap Sri Mulyani melalui keterangan tertulis yang diterima Pajak.compada (12/7).

Selanjutnya, kesepakatan pada pilar dua berfokus pada penerapan pajak minimum global demi pemerataan dalam sistem perpajakan global. Adapun tarif pajak minimum global yang telah disepakati sebesar 15 persen.

“Bagi Indonesia, kesepakatan yang dihasilkan dari upaya yang besar ini sangat penting. Hal ini selaras dengan reformasi perpajakan yang saat ini sedang dilakukan, khususnya di area perpajakan internasional, sebagaimana diusulkan di dalam RUU KUP (Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan),” kata Sri Mulyani.

Ia mengatakan, G20 mendorong seluruh negara melakukan transformasi digital dengan meningkatkan investasi dan menyusun kerangka regulasi yang tepat agar mampu menjaga keamanan data masyarakat dan kesamaan perlakuan (playing field).

“Akselerasi transformasi digital akan meningkatkan produktivitas sehingga dapat mendukung percepatan pemulihan,” tambah Sri Mulyani.

Selain membahas perpajakan internasional, ada beberapa agenda lain yang dibahas dalam forum itu, antara lain pembahasan tentang kondisi perekonomian dan kesehatan global; kebijakan untuk pemulihan; keuangan berkelanjutan; arsitektur keuangan internasional; dan isu-isu regulasi sektor keuangan.

Outlook perekonomian global telah menunjukkan perbaikan tapi divergen atau tidak merata, baik antarnegara maupun antarsektor dalam negara. Outlook tersebut masih dibayangi oleh downside risk. Kecepatan vaksinasi dan penyebaran varian baru virus COVID-19 sangat berpengaruh,” ungkap Sri Mulyani.

Oleh karena itu, menurut eks Direktur Pelaksana Bank Dunia, negara anggota G20 menegaskan kembali untuk saling mendukung kebijakan yang dilakukan dalam rangka penanganan pandemi serta mengarahkan segala upaya untuk menjaga pemulihan perekonomian.

“Indonesia berada dalam jalur pemulihan ekonomi. Dukungan kebijakan fiskal, moneter dan sektor keuangan, serta reformasi struktural adalah kunci kebijakan untuk memulihkan kembali Indonesia dengan lebih baik dan kuat,” lanjut Sri Mulyani.

G20 juga menegaskan kembali pentingnya kerja sama internasional di bidang kesehatan, perdagangan, dan pembiayaan. Di bidang kesehatan, G20 berkomitmen untuk dapat mengontrol pandemi melalui percepatan vaksinasi COVID-19. G20 juga akan memperluas akses global untuk terapeutik dan diagnostik COVID-19, terutama bagi negara berkembang.

Demi memperkuat ketahanan global terhadap pandemi di masa depan, High Level Independent Panel on Financing Global Commons for Pandemic Preparedness and Response menyampaikan rekomendasi pembentukan global health threats fund untuk memobilisasi pembiayaan internasional.

Selain itu, ada pula rekomendasi pembentukan global health threats board untuk memperkuat tata kelola global atas pembiayaan kesehatan. Keputusan usulan itu akan diputuskan di pertemuan yang diselenggarakan pada Oktober 2021 mendatang.

G20 juga terus berkomitmen untuk membantu negara-negara miskin dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. Secara konkret, G20 mendorong peningkatan dukungan pembiayaan oleh Bank Pembangunan Multilateral. Dalam periode April 2020 hingga Mei 2021, Bank Pembangunan Multilateral telah menyalurkan pembiayaan sebesar 44,1 miliar dollar AS bagi negara-negara miskin.

“Untuk pemulihan ekonomi yang berdaya tahan, G20 mengingatkan pentingnya transformasi digital, investasi infrastruktur berkelanjutan (sustainable infrastructure), dan trasformasi hijau (green transformation),” kata Sri Mulyani. 

Menteri keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 juga memiliki kesamaan pandangan, bahwa penanganan perubahan iklim merupakan salah satu prioritas mendesak. Risiko iklim telah menjadi ancaman nyata bagi pertumbuhan dan kemakmuran global.

“G20 memberikan dukungan untuk dilakukannya eksplorasi opsi bauran kebijakan dalam mendorong pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance). Saat ini, G20 Sustainable Finance Working Group sedang menyusun G20 Sustainable Finance Roadmap,” ungkap Sri Mulyani.

Dalam forum itu, Financial Stability Board (FSB) telah menyampaikan laporan sementara mengenai pelajaran dari pandemi COVID-19 terkait stabilitas sistem keuangan.

“Berkat reformasi sektor keuangan pasca-global finance crisis 2008, sistem keuangan global memiliki daya tahan yang lebih baik. Namun, masih terdapat beberapa area yang memerlukan perhatian dan penyempurnaan. FSB akan menyampaikan laporan final pada Oktober 2021,” kata Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version