Cuan dari Jual Emas? Ini Kewajiban Pajak yang Harus Dipenuhi
Pajak.com, Jakarta – Lonjakan harga emas di pasar global mendorong masyarakat ramai-ramai menjual koleksi logam mulianya untuk meraup untung. Bahkan, tak sedikit yang memperoleh keuntungan hingga lima kali lipat dari harga beli awal. Namun, di tengah euforia cuan ini, Wajib Pajak diingatkan untuk tidak melupakan kewajiban perpajakannya, terutama kewajiban melaporkan keuntungan penjualan emas dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Kebijakan tarif impor baru Amerika Serikat (AS) yang diumumkan Presiden Donald Trump memicu ketegangan geopolitik dan ketidakpastian global. Dampaknya, harga emas terus naik dan diprediksi bisa menembus Rp2 juta per gram di tahun 2025. Kondisi ini menjadikan emas sebagai instrumen lindung nilai yang paling diburu masyarakat, baik untuk dibeli maupun dijual kembali.
Antrean panjang terlihat di butik-butik logam mulia, seperti di Antam Pulogadung, Jakarta. Ada pelanggan yang menjual emas 20 gram miliknya seharga Rp32 juta, padahal dulu dibeli hanya Rp5,5 juta. Artinya, selisih atau keuntungan bersih yang diperoleh mencapai Rp26,5 juta.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2023, pengusaha emas perhiasan maupun batangan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,25 persen dari harga jual. Namun, PPh ini tidak dikenakan kepada pembeli akhir, UMKM, atau pihak yang memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB). Artinya, jika seseorang membeli emas untuk investasi pribadi, ia tidak dikenai PPh 22 saat membeli.
Namun, saat emas dijual kembali dan menghasilkan keuntungan, selisih antara harga beli dan harga jual termasuk dalam objek pajak penghasilan dan harus dilaporkan dalam SPT Tahunan. Ini diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), di mana keuntungan dari pengalihan harta dikenakan pajak.
Sebagai contoh, seseorang yang membeli emas seharga Rp5,5 juta dan menjualnya seharga Rp32 juta, wajib melaporkan keuntungan sebesar Rp26,5 juta dalam SPT Tahunan tahun 2025, yang dilaporkan antara Januari hingga Maret 2026.
Kepemilikan emas, baik perhiasan maupun batangan, merupakan harta yang harus dilaporkan dalam SPT. Jika seseorang memiliki emas 100 gram senilai Rp150 juta yang dibeli pada 2024, maka data itu wajib dicantumkan dalam daftar harta SPT.
Adapun, sistem perpajakan Indonesia menganut prinsip self-assessment, di mana Wajib Pajak wajib menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri. Oleh karena itu, penting untuk menyimpan bukti transaksi dan mencatat keuntungan secara rinci agar tidak keliru dalam pelaporan.
Kepatuhan Wajib Pajak dalam pelaporan harta dan penghasilan menjadi kunci menjaga integritas sistem perpajakan. Meski emas memberikan peluang cuan besar, kewajiban pajak tetap tidak boleh diabaikan.
Comments