Menu
in ,

CEO Kapal Api: Sekarang Semakin Sulit Menghindari Pajak

CEO Kapal Api: Sekarang Semakin Sulit Menghindari Pajak

FOTO: IST

Pajak.com, Surabaya – Chief Executive Officer (CEO) PT Kapal Api Global (Kapal Api) Soedomo Mergonoto mengakui, sekarang ini semakin sulit bagi Wajib Pajak untuk menghindar dari kewajiban perpajakan. Sebab Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengembangkan sistem yang lebih andal dan menerima data informasi keuangan dari pelbagai negara melalui program Automatic Exchange of Information (AEoI). Dengan demikian, ia mengimbau kepada WP untuk patuh, utamanya kepada pengusaha atau konglomerat.

Domo, panggilan karib Soedomo, pun berbagi pengalamannya. Ia berkisah, belum lama ini pegawai pajak mengimbaunya untuk membayar pajak penghasilan (PPh) atas deposito yang terlewat diungkap pada program tax amnesty jilid I (2016–2017).

“Setelah kita tax amnesty, katanya, kan, enggak dicari-cari lagi. Tetapi baru-baru ini kita ditegur, ‘Pak Domo, ada deposito di DBS (Development Bank of Singapore) itu 20 tahun yang lalu, kok enggak bayar pajak penghasilannya sama bunga?’. Wah, saya kaget, kok bisa tahu, padahal, kan, saya saja lupa. Tenyata saya lupa, tetapi komputer ini enggak bisa lupa. Jadi inilah terpaksa saya bayar (PPh), mau enggak mau,” ungkap Domo dalam acara Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) di Surabaya, (20/1).

Belajar pengalamannya itu, ia berharap seluruh WP tidak lagi berupaya menghindar dari kewajiban perpajakannya. Ia mengajak WP ikut dalam Program Pengungkapan Sukarela (PPS) untuk memperbaiki atau meningkatkan kepatuhan.

“Ya kami taati saja, apalagi sekarang kita mau menghindar dari pajak sangat susah. Pastinya ya mau menghindar. Ya ini, kan, ngomong blak-blakan saja, kalau bisa menghindar ya menghindar, tetapi kalau sekarang ini sudah begitu ketat, sudah digital semua, jadi mau menghindar tidak bisa. Dan ini saya hanya bisa mengimbau para Wajib Pajak, sekarang ini pajak ini sulit sekali kalau mau main-main, jadi saya mengimbau ya bayar saja lah,” kata Domo.

Di sisi lain, ia berharap, DJP tidak memburu WP yang sudah patuh, terutama yang telah mengikuti tax amnesty jilid I dan PPS. “Terus terang, kalau kita sudah bayar ini, ya aparat pajak jangan nyari-nyari terus. Betul, kan?,” tambah Domo.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, PPS merupakan kesempatan bagi WP untuk melaporkan hartanya yang belum masuk dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan. Terdapat dua kebijakan dalam PPS dengan tarif PPh yang berbeda-beda.

Kebijakan I, PPS untuk WP orang pribadi dan badan yang sebelumnya merupakan peserta tax amnesty jilid pertama, namun harta per 31 Desember 2015 belum diungkapkan. Tarif dalam Kebijakan I adalah 11 persen untuk harta deklarasi luar negeri, 8 persen untuk harta luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri, serta 6 persen untuk harta luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri yang diinvestasikan dalam surat berharga negara (SBN), atau hilirisasi sumber daya alam (SDA), atau energi baru dan terbarukan (EBT).

Sementara Kebijakan II mengatur WP orang pribadi yang belum melaporkan harta perolehan pada 2016–2020 dalam SPT 2020. Dalam kebijakan ini diatur tarif PPh 11 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 14 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri yang diungkapkan, tarif PPh 12 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri dengan syarat diinvestasikan ke SBN, atau hilirisasi SDA, atau EBT.

“Kalau ditaruh di dalam SBN, maka ketika pemerintah membutuhkan biaya yang sangat besar untuk pembangunan, kita memanfaatkan uang atau resources dari SBN. Pemerintah tidak perlu pergi ke pasar (keuangan), tidak harus melelang (SBN) di pasar, tetapi mendapatkan manfaat dari harta yang belum dilaporkan. Terus, kok (Kebijakan II) lebih tinggi? Karena 2016 sampai dengan 2020 itu sudah seharusnya taat (karena sudah ada tax amnesty jilid I). Kalau masih ada (yang belum dilaporkan), ya lebih tinggi,” kata Suahasil.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version