in ,

Transparansi Lembaga Keuangan: Tantangan dan Kolaborasi Implementasi AEOI

Implementasi AEOI
FOTO: Dok. Pribadi

Transparansi Lembaga Keuangan: Tantangan dan Kolaborasi Implementasi AEOI

Sejak bergabung menjadi anggota Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes tahun 2009, Indonesia terlibat aktif menandatangani deklarasi dan berkomitmen implementasi Automatic Exchange of Information (AEOI) secara resiprokal maupun multilateral. AEOI menandai era baru transparansi yang membutuhkan kolaborasi para pemangku kepentingan untuk menghadapi tantangan integritas keuangan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai Competent Authority telah menjadikan AEOI sebagai prioritas dengan terus mendukung penetapan standar global dan pelaksanaan komitmennya. Per tanggal 16 Mei 2023, Indonesia merupakan salah satu dari 120 yurisdiksi yang tergabung dalam jaringan AEOI untuk informasi keuangan.

Keseriusan Indonesia tersebut ditandai dengan diterbitkannya serangkaian aturan dan ketentuan terkait implementasi AEOI. Dasar hukum, kewenangan, dan kewajiban akses informasi keuangan tertuang dalam ketentuan mulai dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017, sampai terakhir diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 7 Tahun 2024 tanggal 5 Juli 2024 yang menyampaikan teknis tata cara pendaftaran dan pelaporan informasi keuangan secara otomatis. Berdasarkan ketentuan, kerahasiaan Lembaga Keuangan (LK) tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

Mengapa LK yang mempunyai kewajiban sebagai LK Pelapor harus mengikuti alur pendaftaran, due diligence, dan pelaporan? Jika dilihat dari besarnya sanksi denda yang dikenakan paling banyak Rp 1 milIar, sepertinya LK lebih memilih rela untuk kehilangan Rp 1 milIar dibandingkan kehilangan nasabah yang tidak rela informasi keuangannya dilaporkan. Apakah memang demikian?

Di sini perlunya perubahan mindset atas pemahaman AEOI sebagai era baru transparansi, di mana negara-negara berkomitmen dan berkolaborasi untuk memastikan integritas keuangan secara global. Hal ini penting dalam menumbuhkan kepercayaan antar negara dan investor yang berujung pada pertumbuhan ekonomi dunia. Saat Indonesia mematuhi praktik keuangan yang transparan, diharapkan akan mengurangi risiko korupsi, pencucian uang, dan aliran dana gelap ke luar negeri. Stabilitas ini akan merangsang aktivitas ekonomi, mendorong investasi, dan persaingan usaha yang sehat. Mungkin hal ini terkesan sangat normatif di atas kertas. Tapi bisa dibayangkan dalam kondisi ideal, jika semua yurisdiksi atau semua negara telah menerapkan tranparansi ini, tak ada tempat lagi untuk bersembunyi. Satu-satunya indikasi yang membedakan LK suatu negara yang layak dipercaya adalah yang telah menerapkan kewajiban pelaporan informasi keuangan dengan benar.

Baca Juga  Kerugian Negara Capai Rp20,4 Miliar, Kanwil DJP Kalselteng Serahkan 2 Tersangka ke Pengadilan

Sejauh ini, apakah LK Pelapor di Indonesia telah melaksanakan kewajibannya dengan baik? Berdasarkan asesmen yang dilakukan oleh The Global Forum, Indonesia mendapatkan rating tertinggi (in place) dalam first round asesmen yang berakhir tahun 2022, dan masuk second round di rentang tahun 2023-2025. Rating ini nantinya akan menjadi salah satu pertimbangan negara lain untuk memilih Indonesia dalam Multilateral Competent Authority Agreement sebagai mitra bertukar informasi atau tidak.

Tantangan Kepatuhan Lembaga Keuangan

Terlepas dari rating yang tinggi, ternyata masih ada beberapa tantangan yang sering ditemui terkait kepatuhan LK dalam menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan. Di antaranya adalah masih adanya pelaporan Undocumented Account (UA) ke yurisdiksi mitra. Pelaporan UA ini menandakan bahwa LK kerap abai dalam menerapkan ulang prosedur due diligence setiap tahun. Banyak rekening keuangan lama masih belum bisa diidentifikasi negara domisili perpajakan pemegang rekeningnya. Due diligence ini memang membutuhkan effort tambahan sebagai compliance cost bagi LK Pelapor.

Isu berikutnya adalah ketidakbenaran informasi yang diberikan seperti TIN (Tax Identification Number), current address atau alamat nasabah di negara domisilinya, date of birth atau tanggal lahir, serta kesalahan penulisan first name last name. Semua informasi yang menjadi isu ini termuat dalam self-certification yang seharusnya diklarifikasi oleh LK Pelapor setelah disampaikan oleh pemegang rekening keuangan atau kuasa sahnya.

Baca Juga  Realisasi Penerimaan Pajak Sumatra Barat Capai Rp1,22 Triliun Hingga April 2025

Sangat disayangkan saat terdapat isu LK Pelapor tidak melaporkan rekening keuangan nasabahnya demi sebuah privasi dan kerahasiaan. Hal utama yang menjadi penyebabnya adalah nasabah mengkhawatirkan kerahasiaan informasi keuangan mereka setelah informasi tersebut dipertukarkan antara otoritas pajak di berbagai negara. Mereka khawatir akan adanya potensi penyalahgunaan data atau akses data nasabah.

Terlebih lagi kondisi keamanan data di negara ini sempat menjadi sorotan beberapa minggu terakhir dengan adanya serangan ransomware kepada Pusat Data Nasional. Pemilik rekening menginginkan jaminan bahwa informasi keuangan mereka disimpan dan dikirimkan dengan aman untuk mencegah pelanggaran data atau serangan dunia maya. Meskipun AEOI bertujuan untuk meningkatkan transparansi pajak dan memerangi penghindaran pajak secara global, dapat dipahami bahwa pemilik rekening maupun LK Pelapor berhati-hati mengenai implikasinya terhadap cost of compliance, privasi dan kerahasiaan, serta keamanan data yang akan berdampak pada kepercayaan nasabah dan investor.

Urgensi Kolaborasi Pemangku Kepentingan

Untuk mengatasi berbagai isu di atas yang akhirnya akan berdampak pada rating Indonesia di mata dunia, DJP dapat merangkul Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai sesama pemangku kepentingan dan pemangku kebijakan atas LK Pelapor untuk melakukan beberapa hal.

Diantaranya adalah melakukan edukasi untuk meningkatkan kesadaran LK Pelapor. DJP dan OJK dapat melaksanakan program pelatihan terpadu secara berkesinambungan untuk staf LK tentang aturan AEOI, kewajiban pendaftaran, due diligence, pelaporan, serta menumbuhkan budaya pentingnya integritas keuangan bagi dunia usaha dan negara Indonesia. DJP dan OJK dapat berkolaborasi dalam membuat minggu atau bulan kampanye kepada LK dalam bentuk multimedia digital, seminar, roadshow, workshop, dan acara-acara lain yang memberikan amplifikasi pentingnya mematuhi ketentuan AEOI kepada masyarakat umum.

Baca Juga  Sri Mulyani Percepat Pemeriksaan Pajak, TaxPrime: Kabar Gembira untuk Perusahaan yang Ajukan Restitusi!

Kepatuhan AEOI akan berdampak lebih tinggi saat LK mengadopsi sistem dan teknologi yang mampu memudahkan untuk mengumpulkan, memproses, dan melaporkan informasi keuangan nasabah sesuai persyaratan AEOI. DJP dan OJK seyogianya memberikan pedoman dan standar untuk sistem ini demi memastikan keakuratan dan keamanan data.

Selain itu, DJP dan OJK wajib menerapkan pengawasan yang ketat dalam memantau kepatuhan LK Pelapor terhadap ketentuan AEOI. Audit dan inspeksi rutin harus dilaksanakan secara menyeluruh dan menetapkan sanksi yang signifikan bagi LK Pelapor yang gagal mematuhi peraturan AEOI. Keseriusan competent authority harus ditunjukkan dengan salah satu contoh penindakan pidana, atau pencabutan izin yang memiliki konsekuensi terhadap reputasi. Punishment ini tentunya harus diiringi dengan pemberian reward bagi LK Pelapor yang sudah melaksanakan kepatuhannya dengan baik, cepat, dan konsisten.

Terakhir, untuk mendorong transparansi dan mendukung keberhasilan AEOI, perlu kiranya ada bukti kongkrit dari kerja sama internasional yang dapat disampaikan kepada khalayak mengenai keberhasilan pertukaran informasi dalam penghindaran pajak. Kerahasiaan data masih terjamin sejauh informasi dapat disampaikan dalam bentuk success story penerimaan pajak yang berhasil di amankan bagi kedua negara karena keberhasilan pertukaran informasi keuangan secara otomatis tersebut.

 

Dendi Amrin, S.S.T., Ak., M.A., CPS, CPST, C.PTLF., adalah praktisi komunikasi publik dan Penyuluh Ahli Madya di Kanwil DJP Jakarta Khusus, Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan. Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili institusi.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

194 Points
Upvote Downvote

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *