Menu
in ,

Indonesia Pilihan Utama Investasi dan Perdagangan AS

Pajak.com, Amerika Serikat – Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat (AS) Rosan Roeslani mengungkapkan, Indonesia selalu menjadi pilihan utama investasi dan perdagangan dari AS dibandingkan negara-negara lain di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Hal itu karena Indonesia memiliki potensi ekonomi yang begitu besar.

“Kita pun menikmati adanya shifting dari beberapa industri yang memang mereka (AS) keluar dari China dan salah satunya ke Indonesia. Walaupun mereka (AS) juga ada beberapa (investasi dan melakukan kerja sama perdagangan) di negara ASEAN, tapi Indonesia itu bisa saya bilang selalu pilihan utama,” kata Rosan dalam konferensi pers terkait rangkaian KTT ASEAN, di Washington DC, Amerika Serikat, yang disiarkan secara virtual (13/4).

Ia menyebutkan, Indonesia memiliki daya tarik dari bonus demografi, jumlah populasi, skala bisnis, dan posisi Indonesia sebagai Presiden G20 tahun 2021—2022. Oleh sebab itu, Rosan optimistis Indonesia dan AS mampu meraih peningkatan nilai perdagangan hingga 60 miliar dollar AS di 2024.

“Kita lihat dari perdagangan kita, itu mencapai target 60 miliar dollar AS pada 2024. Jadi tinggal dua tahun lagi. Tapi kalau dilihat dari trennya insyaallah ini bisa tercapai ini pada tahun 2024 dan di 2025,” ujarnya.

Optimisme itu seirama dengan permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menginginkan agar nilai perdagangan dan investasi dengan AS terus ditingkatkan setiap tahunnya. Salah satu upaya untuk meraih peningkatan nilai perdagangan dan investasi itu, yakni dengan mendongkrak daya saing produk dan iklim bisnis di Indonesia.

“Para pengusaha di AS menyambut baik omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja. Produk legislasi itu dinilai mencerminkan keberlanjutan reformasi struktural perekonomian di Indonesia. Efek dari omnibus law ini luar biasa dari segi perdagangan dan investasi. Dan itu sangat diapresiasi dari berbagai pihak, sektor swasta, pemangku kepentingan dan tentunya dunia usaha,” ungkap Rosan.

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk AS mencatat, realisasi nilai perdagangan Indonesia dan AS meningkat 36 persen menjadi 37 miliar dollar AS di tahun 2021. Sedangkan nilai investasi meningkat 75 persen mencapai 2,5 miliar dollar AS.

Hal senada juga diungkapkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) Bahlil Lahadalia. Ia mengatakan, sebanyak 12 perusahaan AS yang menghadiri forum bisnis mengapresiasi keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja. Sebagai informasi, Presiden Jokowi dan sejumlah pemimpin negara ASEAN bertemu dengan para pengusaha AS di Intercontinental the Willard Hotel, Washington DC, (12/5).

“Saya merasa senang dan bangga sebab dari semua pernyataan 12 perusahaan, mengapresiasi apa yang dilakukan pemerintah Indonesia. UU Cipta Kerja direspons baik oleh perusahaan-perusahaan AS sebagai upaya positif kita memangkas berbagai macam prosedur dan kerumitan birokrasi dalam pemberian izin, termasuk investasi. Ini adalah sebuah tanda baik, tanda positif, untuk bagaimana kita meyakinkan para investor global maupun dalam negeri bahwa posisi Indonesia ini sudah pada posisi yang tepat dan melakukan perubahan dari tahun ke tahun,” kata Bahlil dalam kesempatan yang sama.

Ia menyebutkan, dalam pertemuan bisnis ini telah menghasilkan beberapa kesempatan baik bagi Indonesia, antara lain menghasilkan komitmen kesiapan Microsoft untuk membangun data center dan beberapa infrastruktur telekomunikasi di Indonesia. Kemudian, beberapa perusahaan lain yang menyatakan akan berinvestasi di Indonesia, yakni Cargill, Air Products and Chemical, serta Freeport.

Secara khusus, implementasi proyek Freeport sudah masuk dalam proses pembangunan fasilitas smelter di Gresik, Jawa Timur. Pembangunannya sudah mencapai 40 persen dan ditargetkan rampung pada akhir 2023.

“Makanya, perintah Bapak Presiden Joko Widodo terkait dengan implementasi Undang-Undang Minerba (Mineral dan Batu Bara). Jadi, hilirisasi adalah salah satu kata kunci yang tidak diprioritaskan kepada salah satu perusahaan tertentu, tapi harus semuanya sama,” jelas Bahlil.

Selain itu, ia menyebutkan, dalam forum ini PT Pertamina (Persero) telah menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan Chevron Corporation melalui anak usaha, Chevron New Ventures Pte. Ltd. Adapun kerja sama meliputi pengembangan bisnis rendah karbon di Indonesia. Bahlil menyebut, rencana kerja sama investasi ini bernilai 10 miliar dollar AS atau sekitar Rp 146 triliun (asumsi kurs Rp 14.600) selama 10 tahun ke depan.

“Kalau ini mampu kita lakukan, maka saya yakini tujuan kita untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat industri hilirisasi berbasis energi baru terbarukan dapat kita lakukan, sebab apa? karena hampir di semua negara di belahan dunia sekarang gak mungkin akan masuk investasi ke industri hilirisasi bila tidak ada kesiapan energi baru terbarukan,” ujar Bahlil.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati memastikan, Pertamina akan terus berkomitmen mempercepat transisi energi sesuai dengan target pemerintah.

“Kemitraan ini merupakan langkah strategis bagi Pertamina dan Chevron untuk saling melengkapi kekuatan masing-masing, serta mengembangkan proyek dan solusi energi rendah karbon untuk mendorong kemandirian dan ketahanan energi dalam negeri,” kata Nicke.

Sementara itu, Presiden Chevron New Energies Jeff Gustavson juga mengungkapkan, perusahaan cukup antusias dengan kerja sama ini. MoU yang dilakukan dua perusahaan itu untuk menggambarkan bahwa kemitraan antara Chevron, Badan usaha Milik Negara (BUMN), dan pemerintah memiliki kepentingan bersama untuk mendorong transisi energi.

“Melalui potensi kerja kami di Indonesia, dan seluruh kawasan Asia Pasifik, kami berharap dapat menyediakan energi yang terjangkau, andal, dan selalu bersih, serta membantu industri dan konsumen yang menggunakan produk kami untuk mencapai tujuan rendah karbon mereka,” kata Gustavson.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version