Menu
in ,

Menkeu Soroti Tiga Evaluasi Pengelolaan APBD 2021

Menkeu Soroti Tiga Evaluasi Pengelolaan APBD 2021

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyoroti tiga hal penting yang perlu dievaluasi dalam pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun 2021, yakni ketepatan waktu penetapan peraturan daerah (perda) APBD, pemenuhan belanja wajib oleh pemerintah daerah (pemda), dan pola realisasi APBD.

Menkeu mengelaborasi tiga hal yang perlu dievaluasi dalam pengelolaan APBD tahun 2021,

Pertama, pada aspek perencanaan dan penganggaran, jumlah pemda yang menetapkan perda APBD 2021 secara tepat waktu mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.

“Dibandingkan pada tahun 2021, pemda yang menetapkan perda APBD tepat waktu sebanyak 440 daerah atau 81,2 persen. Jumlah itu turun dari tahun 2020, yakni 504 daerah atau 93 persen. Jadi, dalam hal ini memang ada hampir 60 daerah yang tidak tepat waktu tahun lalu,” ungkap Sri Mulyani dalam acara Bimbingan Teknis Anggota DPRD dalam rangka Memperingati Hari Ulang Tahun ke-49 PDI Perjuangan, (11/1).

Ia menekankan, penetapan APBD yang tepat waktu sangat memengaruhi kinerja realisasi anggaran di tahun berikutnya. Oleh karena itu, Sri Mulyani berharap, pemda selalu menetapkan perda APBD secara tepat waktu agar alokasi anggaran dapat segera dilaksanakan untuk pelayanan masyarakat dan pembangunan daerah.

“Saya berharap tahun ini APBD bisa ditetapkan tepat waktu lebih tinggi dan lebih cepat lagi. Kenapa? Kalau APBD-nya tidak ditetapkan tepat waktu, padahal APBN-nya sudah bergerak, APBD-nya berhenti, sehingga ekonomi tidak bisa bergerak sesuai dengan mesin yang harusnya bergerak bersama. Ini menjadi kehilangan momentum,” kata Sri Mulyani.

Kedua, pemenuhan belanja wajib oleh pemda. Ia menilai, kepatuhan pemda dalam memenuhi belanja wajib di tahun 2021 sudah cukup baik, namun masih perlu ditingkatkan. Kementerian Keuangan mencatat, dari total 542 pemda, sebanyak 466 pemda sudah memenuhi alokasi belanja pendidikan, tetapi masih ada 64 pemda yang belum memenuhi.

Selanjutnya, terdapat 517 pemda yang sudah memenuhi alokasi belanja kesehatan, namun masih ada 13 pemda yang belum memenuhi. Kemudian, 402 pemda sudah memenuhi dan 128 pemda belum memenuhi alokasi belanja wajib yang bersumber dari dana transfer umum (DTU). Serta, 530 pemda sudah menyampaikan kewajiban APBD, tetapi 12 pemda yang belum menyampaikan APBD.

Ketiga, pola realisasi APBD. Sri Mulyani mengatakan, pemerintah pusat terus mendorong akselerasi belanja daerah. Belanja yang dilakukan dari awal tahun dapat mempercepat pembangunan daerah sehingga manfaatnya dapat segera dirasakan langsung oleh masyarakat.

“Belanja APBD cenderung menunggu sampai akhir tahun. Itu tidak menyebabkan ekonomi bergerak. Harusnya kalau mereka sudah melakukan kegiatan di daerah, dibayar sesudah mereka selesai. Itu pasti akan memberikan dampak perputaran uang dan perputaran ekonomi yang lebih bagus,” jelasnya.

Di sisi lain, Sri Mulyani memastikan, Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD) yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tahun 2021 lalu akan menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efisien melalui hubungan keuangan pusat dan daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan.

“UU HKPD hadir dalam momentum yang tepat untuk menjadi instrumen yang penting bagi konsolidasi fiskal. Hadirnya UU HKPD akan memainkan peranan yang signifikan dalam upaya pemerintah memperbaiki desain desentralisasi fiskal dan otonomi daerah yang akuntabel dan berkinerja,” ujarnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version